Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Miranda Dahulu, Sponsor Kemudian

Penahanan Miranda Goeltom diharapkan bisa membuka hulu rasuah cek pelawat. Diintai sebelum ditangkap.

4 Juni 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DENGAN nada kesal, Miranda Swaray Goeltom memprotes penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi saat akan diperiksa dalam kasus suap cek pelawat untuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 1999-2004, Jumat pekan lalu. Mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia ini mendengar dari anaknya bahwa ia akan ditahan hari itu.

"Diperiksa saja belum, kok, sudah diumumkan akan ditahan," katanya seperti ditirukan seorang penyidik. Hari itu adalah pemeriksaan pertama Miranda sebagai tersangka suap Rp 24 miliar. Ia dituduh turut serta menaburkan cek bersama Nunun Nurbaetie, pemilik PT Wahana Esa Sejati, yang sudah divonis dua setengah tahun penjara.

Berbarengan dengan pemeriksaan, Ketua Komisi Abraham Samad mengumumkan akan menahan Miranda. Tiga jam beri­kutnya, Wakil Ketua Busyro Muqoddas mengungkapkan surat penahanannya sudah diteken Rabu pekan lalu. Jumat petang itu Miranda akhirnya mendekam di ruang tahanan di lantai dasar kantor KPK.

Dengan mata berkaca-kaca, di hadapan wartawan yang menyerbunya seusai pemeriksaan, Miranda mengatakan bisa menerima keputusan itu. "KPK pasti punya alasan. Saya hanya ingin kasus ini cepat selesai," katanya. Meski demikian, ia tak menyangka akan diterungku pada pemeriksaan pertama.

Sel Miranda berdekatan dengan sel Angelina Sondakh, Puteri Indonesia 2001 yang jadi Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat. Miranda, sosialita yang gemar mengecat rambut warna-warni, menghuni kamar 3 x 2 meter berisi dipan dan lemari kecil. Suaminya, Oloan Siahaan, terlihat menjenguk dengan membawa sekoper pakaian ganti diiringi sekitar sepuluh kerabat.

Penahanan Miranda mengukuhkan kebiasaan Komisi mencokok para tersangka di hari Jumat. Dua penghuni rumah tahanan KPK sebelumnya—Rosalina Manulang dan Angelina—juga dijebloskan ke sana pada Jumat sore. Keduanya tersangka korupsi pembangunan Wisma Atlet di Palembang.

Pada sesi pemeriksaan, Miranda mendapat 44 pertanyaan dari penyidik. "Tapi baru kulit-kulitnya saja, belum pendalaman materi," kata Johan Budi S.P., juru bicara Komisi. Setelah pertanyaan soal biodata, pemeriksaan baru seputar pertemuannya dengan anggota Fraksi PDI Perjuangan di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan.

Pada pertemuan 29 Mei 2004, Miranda meminta dukungan kepada PDI Perjuangan. Belakangan diketahui dukungan itu tak gratis. Politikus Banteng itu masing-masing mendapat Rp 500 juta-Rp 1,5 miliar, yang diberikan Nunun Nurbaetie, kawan Miranda sesama sosialita.

Tapi tak jelas benar bagaimana cek itu mengalir. Nunun tak mau membuka dari siapa ia memperoleh 480 lembar kertas laknat itu. Ia hanya mengakui pernah diminta Miranda mengenalkannya kepada politikus Partai Persatuan Pembangunan di Komisi Keuangan. Selain itu, Komisi Antikorupsi masih tertatih-tatih mengungkai sengkarut megaskandal ini.

Cek-cek itu dipesan PT First Mujur Plantation di hari yang sama dengan pemilihan Miranda, 8 Juni 2004. Perusahaan kelapa sawit milik Hidayat Lukman alias Teddy Uban itu diklaim mencairkan cek untuk membeli lahan kelapa sawit di Sumatera Utara kepada seorang pengusaha bernama Ferry Yen. Masalahnya, Ferry sudah meninggal pada 2007. Bagaimana Ferry menyerahkan cek itu ke kantor Nunun jadi gelap.

Tapi seorang penyidik mengatakan skema aliran itu hanya akal-akalan. Penyandang cek meniatkan pembelian surat berharga melalui akun First Mujur di Bank Artha Graha milik pengusaha Tomy Winata ke Bank International Indonesia itu memang untuk menyuap DPR agar memilih Miranda. Dalam pemeriksaan Jumat pekan lalu, Miranda masih bungkam menjelaskan kaitan-kaitan ini.

Untuk menelisik hubungan Miranda dengan First Mujur, sejumlah penyidik Komisi mengintai keseharian perempuan 63 tahun ini. "Tapi tak ada yang aneh," kata seorang sumber Tempo. "Dia tak bertemu dengan orang-orang yang disebut dalam kasus ini."

Terputusnya aliran cek suap itu diakui Bambang Widjojanto, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurut dia, para saksi yang sudah diperiksa masih bungkam atau menyembunyikan bukti-bukti. "Mudah-mudahan penahanan ini membuka jalan penyidikan ke hulu cek-cek ini," katanya.

Penyidikan kasus suap cek pelawat telah makan waktu hampir empat tahun, sejak politikus PDI Perjuangan, Agus Tjondro, mengaku menerima cek itu setelah pemilihan Miranda. Sejak itu, para politikus penerimanya diseret dan dijebloskan ke bui. Namun KPK tetap belum bisa menangkap penyandang dananya.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan memang menemukan aliran cek itu hingga Bank Artha Graha. Tapi tak ada bukti yang mengaitkan bank milik pengusaha Tomy Winata, kawan baik Miranda, itu cawe-cawe dalam pemilihan deputi gubernur senior. "Penyidikan nanti sampai ke sponsor itu," kata Johan Budi.

Bagja Hidayat, Tri Suharman, Syailendra Persada

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus