Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ANDI Darussalam Tabusalla bangkit dari sandaran kursi ketika ditanyai soal dugaan pengaturan pertandingan di final Piala Federasi Sepak Bola Asia Tenggara (AFF) 2010. “Pertanyaan ini yang paling saya benci,” ujarnya sambil menudingkan telunjuk kepada Tempo ketika ditemui di sebuah kedai kopi di Jalan Hertasning, Makassar, pada Selasa dua pekan lalu.
Manajer tim nasional Indonesia dalam Piala AFF 2010 ini mengatakan ada peran seorang perempuan di balik kekalahan 0-3 Indonesia oleh Malaysia di Stadion Bukit Jalil, Kuala Lumpur. Andi menuding perempuan itu sebagai kaki tangan bandar judi. Kecurigaan ini muncul karena tiba-tiba saja si perempuan mengatakan skor itu sudah diatur bandar judi dari Malaysia ketika ia bertemu dengan Andi setelah pertandingan. “Saya tanya bagaimana bisa tahu bahwa final diatur jaringan dari Malaysia,” ujarnya.
Andi tak mau membuka lebih lanjut percakapan dengan si perempuan. Yang jelas, kata Andi, perempuan tersebut berkewarganegaraan Indonesia dan menginap di hotel yang sama dengan pemain tim Garuda di Kuala Lumpur ketika itu.
Keyakinan Andi bahwa permainan telah diatur juga didasari performa buruk sejumlah pemain tim nasional. Perkasa pada babak penyisihan dengan menekuk Malaysia 5-1, permainan Indonesia loyo di Bukit Jalil. Pertahanan yang keropos membuat gawang Indonesia gampang dijebol. Setelah pertandingan tersebut, tersiar kabar bahwa sejumlah pemain tim nasional membeli properti dan kendaraan.
Pemain belakang tim nasional pada Piala AFF 2010, Maman Abdurrahman, mengakui membuat sejumlah kesalahan dalam final. Tapi ia membantah terlibat dalam pengaturan skor. “Saya tidak tahu apa-apa,” ujarnya, akhir Desember lalu. Pemain lain, seperti Firman Utina dan Hamka Hamzah, menampik tudingan bahwa kekalahan itu atas perintah bandar. “Kami memang gagal, tapi bukan pecundang dan pengkhianat,” kata Firman.
Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Gatot S. Dewa Broto mengibaratkan pengaturan laga seperti penyakit kronis yang belum ada obatnya. Pada 2015, menurut Gatot, salah satu alasan Kementerian membekukan PSSI adalah maraknya pengaturan laga. “Itu salah satu temuan Tim 9,” ujarnya. Tim 9, yang beranggotakan sembilan orang dan salah satunya Gatot, dibentuk Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi untuk membenahi PSSI.
Dalam dokumen rekomendasi Tim 9, salah satu yang diinvestigasi adalah laga divisi utama antara PSIS Semarang dan PSS Sleman pada Oktober 2014 yang menciptakan lima gol bunuh diri. Sejak awal, kedua tim seperti bermain untuk kalah. Misalnya, seorang pemain PSIS justru menahan tembakan pemain PSS yang mengarah ke gawang PSS.
Gol baru tercipta pada menit-menit akhir berkat sepakan bunuh diri. Skor ke gawang sendiri dicetak pemain PSS Sleman, Fadly Manan, pada menit ke-90 serta Koemadi di menit ke-91 dan ke-93. Sedangkan di gawang PSIS, gol bunuh diri disarangkan Hermawan pada menit ke-86 dan Agus Setiawan di menit ke-88. Kepada wartawan pada November 2014, empat pemain PSS mengatakan gol bunuh diri itu diinstruksikan pengurus klub. “Instruksinya agar tim kami kalah supaya terhindar melawan tim kuat dan bisa lolos ke Liga Super Indonesia,” ujar Satrio Aji, salah satu pemain.
Bendahara Umum PSSI periode 2007-2011, Achsanul Qosasi, mengatakan pertandingan PSS melawan PSIS seperti kasus “sepak bola gajah” di Piala Tiger 1998. Saat itu, Indonesia menghadapi Thailand untuk menentukan peringkat pertama dan kedua di Grup A. Kedua tim sama-sama lolos ke semifinal. Karena ingin menghindari Vietnam, tuan rumah Piala Tiger, Indonesia memilih kalah 2-3, berkat salah satu gol bunuh diri Mursyid Effendi.
Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA) pun menjatuhkan sanksi kepada PSSI berupa denda US$ 40 ribu. Mursyid dihukum tak boleh beraktivitas di dunia sepak bola internasional seumur hidup. Mursyid menyimpan rapat-rapat nama pemberi perintah gol bunuh diri.
Menurut Achsanul, judi dan pengaturan pertandingan sudah berlangsung sejak era Galatama hingga sekarang. “Ini penyakit di semua kompetisi. Bandar dan mafia itu ada,” ujar Achsanul, yang juga Presiden Madura United.
Pada Maret 2015, mereka yang dianggap mengetahui pengaturan pertandingan diundang Tim 9. Yang diundang antara lain Andi Darussalam dan Bambang Suryo, sekarang Manajer Persekam Metro FC, yang berkandang di Malang. Bambang membenarkan kabar bahwa ia hadir dalam pertemuan itu. Sedangkan Andi tak datang.
Bambang Suryo. TEMPO/STR/Aris Novia Hidayat
Bambang mengatakan ia terlibat dalam pengaturan pertandingan sejak 2010. Ia bertugas sebagai runner lokal atau operator yang menyampaikan order dari runner asing kepada klub. “Tapi sudah berhenti sejak 2015 karena diminta orang tua,” ujarnya.
Bekas agen pemain ini mengatakan sepak bola Indonesia berada di bawah cengkeraman bandar judi dari Singapura, Malaysia, dan Cina. Menurut Bambang, bandar judi hanya terlibat dalam pengaturan skor. Setelah mendapat order dari bandar judi, runner asing mengontak Bambang, yang kemudian meneruskan pesan ke pengurus klub. Pesan meliputi pada menit keberapa tim mesti mencetak gol dan berapa skor akhirnya.
Selama menjadi operator pengaturan laga, Bambang berkiprah di semua liga. Ia mengaku banyak belajar dari Vigit Waluyo, bekas Ketua PSSI Jawa Timur yang juga pengelola PS Mojokerto Putra. Dulu, kata Bambang, dia anak buah Vigit di dunia hitam sepak bola.
Selama menjadi operator pengaturan laga, Bambang berkiprah di semua liga. Ia mengaku banyak belajar dari Vigit Waluyo, bekas Ketua PSSI Jawa Timur yang juga pengelola PS Mojokerto Putra. Dulu, kata Bambang, dia anak buah Vigit di dunia hitam sepak bola.
Menurut Bambang, Vigit juga orang di balik pengaturan sejumlah laga di Liga Indonesia yang mencuat belakangan ini. “Sekarang tergantung bos Vigit Waluyo, apa mau berkata jujur,” ujarnya.
Vigit kini mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Sidoarjo, Jawa Timur. Ia menyerahkan diri akhir Desember lalu setelah diburu kejaksaan sejak Juli 2018 karena terlibat korupsi di Perusahaan Daerah Air Minum Delta Tirta Sidoarjo pada 2010, yang merugikan negara Rp 3 miliar. Kuasa hukum Vigit, Bagus Sudarmono, enggan menanggapi tuduhan bahwa kliennya mengatur sejumlah pertandingan di liga. “Urusan sepak bola saya enggak ikut-ikut,” katanya.
HUSSEIN ABRI DONGORAN, ADITYA BUDIMAN (JAKARTA), DIDIT HARIYADI (MAKASSAR), EKO WIDIANTO (MAKASSAR)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo