Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RAPAT Kerja Nasional Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia di Hotel Century Park, Jakarta, pada 8 Desember lalu seketika memanas begitu pemimpin sidang selesai memaparkan program kerja satu tahun ke depan. Sebagian besar asosiasi provinsi PSSI yang menjadi peserta persamuhan melontarkan unek-uneknya mengenai persoalan yang membelit badan sepak bola tersebut selama dipimpin Edy Rahmayadi.
Mereka mempertanyakan sejumlah program PSSI yang tak berjalan, tim nasional yang terpuruk, hingga skandal pengaturan pertandingan. Beberapa hari sebelumnya, Manajer Persekam Metro FC Bambang Suryo buka-bukaan mengenai bobroknya kompetisi Liga Indonesia yang berlumur suap.
“Sebanyak 25 dari 34 asosiasi provinsi mempertanyakan mismanajemen PSSI,” Sekretaris Umum Asosiasi Provinsi PSSI Jawa Timur Amir Burhanuddin menceritakan ulang pertemuan tersebut pada Jumat pekan lalu.
Rapat kerja itu dipimpin Wakil Ketua Umum PSSI Djoko Driyono, yang didampingi Sekretaris Jenderal PSSI Ratu Tisha Destria dan sejumlah anggota Komite Eksekutif PSSI. Ketua Umum Edy Rahmayadi tak hadir. Setelah menjabat Gubernur Sumatera Utara, Edy lebih sering bermukim di Medan.
Yang membuat pengurus daerah makin gusar, ada kabar bahwa pengaturan pertandingan itu melibatkan pengurus PSSI pusat. Belakangan, polisi menangkap anggota Komite Eksekutif PSSI, Johar Lin Eng, yang menjadi tersangka pengaturan pertandingan. Anggota Komite Eksekutif yang lain juga dilaporkan ke polisi dengan tuduhan serupa. “Kami meminta PSSI cepat merespons semua masalah tersebut dan tidak membuat pernyataan yang membingungkan masyarakat dan pengurus,” ujar Amir.
Dari situ, pembicaraan menjalar ke mana-mana. Ketua Asosiasi Provinsi PSSI Jawa Barat Tommy Apriantono menuturkan, asosiasi provinsi mempersoalkan rangkap jabatan pengurus PSSI di PT Liga Indonesia Baru, operator Liga Indonesia. “Rangkap jabatan ini bahaya karena bisa menyebabkan penyalahgunaan wewenang,” katanya.
PSSI pun dituduh ingkar janji untuk menghidupi asosiasi provinsi. Menurut Tommy, dari Rp 200 juta yang dijanjikan turun pada 2017, PSSI baru mengucurkan Rp 150 juta. “Untuk tahun 2018 bahkan tidak diberikan sama sekali,” ujarnya.
Posisi Edy Rahmayadi tak lepas dari pembicaraan. Tommy mengatakan sejumlah asosiasi provinsi menganggap jabatan Edy sebagai Gubernur Sumatera Utara bisa mengganggu PSSI. Organisasi akhirnya lebih banyak dikendalikan pengurus lain.
Segudang masalah tersebut menurunkan kepercayaan asosiasi provinsi, pemilik suara di PSSI, terhadap Edy. “Mungkin saatnya Edy sudah harus turun dari kursinya,” kata Ketua Asosiasi Provinsi PSSI Jawa Timur Ahmad Riyadh. Ia menuturkan, kongres tahunan PSSI yang digelar akhir pekan ini bisa mengarah pada gerakan mendorong Edy lengser.
Sekretaris Jenderal PSSI Ratu Tisha Destria menuturkan, Edy akan menuntaskan jabatannya hingga 2020. Edy terpilih dalam kongres di Jakarta pada 2016. “Ekspresi kekecewaan dalam keluarga pasti ada,” ujar Ratu Tisha, Kamis dua pekan lalu. Ia menampik info bahwa kongres tahunan akan mengarah pada pemakzulan Edy. “Kongres akan membahas agenda, masalah sepak bola, pemberhentian badan, dan evaluasi komite.”
Edy Rahmayadi bertekad tak akan mundur dari posisinya. “Saya akan tetap bertahan karena jabatan belum habis dan ingin PSSI mencapai cita-citanya,” kata Edy pada Desember lalu.
HUSSEIN ABRI DONGORAN, AMINUDDIN (JAWA BARAT), AHMAD SUPARDI (PALEMBANG)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo