Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Bekas Hakim Agung Gazalba Saleh menyampaikan keberatan mengenai kedudukan penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK yang tidak berwenang melakukan penuntutan dalam perkara tindak pidana pencucian uang atau TPPU pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA) tahun 2020. Keberatan itu disampaikan Gazalba Saleh dalam sidang pembacaan eksepsi atas dakwaa Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang digelar hari ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Tidak menerima pendelegasian kewenangan penuntutan dari Jaksa Agung. Harapannya diwajibkan berdasarkan UU No. 11/2021 tentang Kejaksaan Agung yang menganut asas-asas penuntutan yang berlaku universal," kata kuasa hukumnya, Aldres Jonathan Napitupulu dalam persidang di Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat pada Senin, 13 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Asas-asas penuntutan yang dimaksud Aldres, seperti asas single prosecution system, asas een en ondelbaar, dan asas dominus litis. Dia berkata hanya Jaksa Agung yang berwenang melakukan penuntutan dan sebagai penuntut umum tunggal, maka pengendalian seluruh penuntutan perkara pidana merupakan kewenangan Jaksa Agung. "Dapat menjadi pertimbangan Majelis Hakim untuk mengabulkan nota keberatan kami dan menyatakan penuntutan dan surat dakwaan terhadap perkara ini tidak dapat diterima," ujarnya.
Dalam nota keberatannya, Gazalba Saleh membeberkan bentuk-bentuk pelanggaran hukum oleh penyidik dan penuntut umum, seperti melakukan penahanan yang dinilai tidak sah. Gazalba juga menganggap dalam pelimpahan perkara ke pengadilan yang tidak berwenang dan uraian dakwaan yang dibuat penyidik, penuntut umum KPK, dan pengadilan tindak pidana korupsi.
Dia menjelaskan bagian dakwaan kedua mengenai tindak pidana pencucian uang, uraian perbuatan yang didakwakan tidak disusun secara cermat, jelas, dan lengkap sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 142 ayat (2) huruf b Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP). Kuasa hukum Gazalba Saleh menjelaskan ketidakjelasan dalam surat dakwaan penuntut KPK, antara lain tindak pidana asal yang tidak pernah didakwakan, baik dalam perkara ini maupun perkara lainnya; tidak jelas pemberi uang dan tidak jelas sumber uang yang menurut surat dakwaan digunakan kliennya untuk pembelian mobil; serta tidak jelas pula uraian mengenai peran masing-masing pihak lain yang menurut dakwaan bagian kedua sebagai pelaku turut serta bersama-sama terdakwa dalam TPPU.
Menurut dia, perbuatan penuntut umum melanggar Pasal 142 ayat (3) KUHAP sebagaimana yang telah diuraikan bahwa surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b batal demi hukum. Oleh karena itu, kata dia, berdasarkan Pasal 156 ayat (2) KUHP perkara ini tidak dapat diperiksa lebih lanjut.
Sebelumnya, Jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membacakan dakwaan terdakwa Gazalba Saleh. Jaksa KPK Wawan Yanarwanto, mengatakan Gazalba menangani perkara peninjauan kembali (PK) terpidana Jaffar Abdul Gaffar yang didampingi pengacara Neshawaty Arsjad.
Kuasa hukum Jaffar memiliki hubungan kekeluargaan dengan Gazalba dan dengan pengaruhnya, PK tersebut diterima dan diberikan uang dari terpidana sebanyak Rp 37 miliar. Menurut Wawan, hingga 2022, Gazalba menerima gratifikasi penanganan perkara SGD18.000; SGD1.128.000; USD81.100; dan Rp 9,42 miliar. Sebagian uang tersebut digunakan Gazalba untuk membeli mobil New Alphard Rp 1,079 miliar pada 2020.
Untuk menyamarkan transaksi pembelian mobil itu, Gazalba menggunakan nama Edy Ilham Sholeh yang merupakan kakak kandungnya.
Pada April 2020, Gazalba Saleh menukarkan mata uang asing SGD583.000 dan USD10.000 menjadi Rp 6,33 miliar. Penukaran dilakukan sebanyak enam kali menggunakan KTP atas nama Gazalba Saleh selaku dosen. Uang rupiah yang telah ditukarkan ditransfer ke rekening Mandiri Rp 108.300.000 dan rekening BCA Rp 6.144.292.000, dan sisanya Rp 81.740.000 diambil tunai.
Gazalba Saleh juga membeli sejumlah aset, yakni tanah/bangunan di Tanjung Barat atas nama Normawati Ibrahim seharga Rp 5.382.783.210. Dari pembelian itu, Gazalba hanya melaporkan ke Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) senilai Rp 3,7 miliar.
Gazalba pun kembali menukarkan uang valuta asing dan ditransfer ke rekening BCA miliknya senilai Rp6,144 miliar. Uang tersebut digunakan untuk membeli logam mulia Rp 508.485.000.
Pada Juni 2021, bertempat di Kelurahan Tanjungrasa, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Bogor, Gazalba membeli sebidang tanah/bangunan Rp 2.050.000.000. Gazalba Saleh kembali membeli tanah/bangunan di Citra Grand Cibubur Rp 7.710.750.000 dan melaporkan kepada KPK atas LHKPN-nya Rp 3.526.710.000 untuk menyamarkan transaksi pembelian tanah/bangunan.
Bekas Hakim Agung itu juga menggunakan uang hasil gratifikasi untuk membayar pelunasan kredit rumah di Kelapa Gading, Jakarta Utara Rp 3.891.000.000. Rumah disamarkan dengan menggunakan nama Fify Mulyani yang merupakan teman dekat Gazalba.
Pada Agustus 2021 sampai dengan Februari 2023, Gazalba menukarkan mata uang asing berupa SGD139.000 dan USD171.100 yang ditukarkan menjadi Rp 3.963.779.000. Penukaran mengunakan identitas Ikhsan AR SP selaku asisten pribadinya.