Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
IBARAT gula, Joko Widodo dirubung banyak semut yang menawarkan berkoalisi dalam pemilihan presiden Juli nanti. Tak terkecuali Partai Golkar. Meski Golkar sudah resmi mencalonkan Ketua Umum Aburizal Bakrie, faksi-faksi di partai penyokong Orde Baru ini merapat ke calon presiden partai lain.
Menurut Iskandar Mandji, politikus senior Golkar, di partainya kini ada tiga kubu besar yang berhadap-an dan bersaing mendapat pengaruh internal. Selain kubu Aburizal Bakrie, ada kelompok Akbar Tandjung dan faksi Jusuf Kalla. "Mereka menjadi poros faksi-faksi di Golkar," kata Wakil Sekretaris Jenderal Golkar ketika dipimpin Jusuf Kalla pada 2005-2009 itu pekan lalu. Karena itu, banyak anggota Dewan Pimpinan Pusat Golkar mendukung Kalla menjadi calon presiden. "Mereka menelepon saya siap mendukung Pak Kalla," ujar Iskandar.
Ada pula pendukung Kalla di luar Golkar yang menyokongnya menjadi pendamping Jokowi-calon presiden Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Sejumlah pengusaha berada di belakang Kalla untuk koalisi Golkar-PDI Perjuangan. Kalla dan Jokowi dikabarkan kerap bertemu. "Terakhir sebulan lalu di Masjid Sunda Kelapa," kata Iskandar.
Untuk mendukung pencalonan itu, Kalla bergerilya ke sejumlah partai menengah dan kecil. Soalnya, secara resmi partai yang bermarkas di Slipi, Jakarta Barat, ini telah menyorongkan Aburizal Bakrie sebagai calon presiden. Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Persatuan Pembangunan adalah dua partai yang mencatat nama Jusuf Kalla sebagai calon presiden atau wakil presiden. PPP bahkan mengesahkan dukungan dalam musyawarah nasional di Bandung, 8 Februari lalu.
Iskandar mengklaim sudah ada 27 ketua PPP daerah yang mendukung pencalonan Kalla. "Posisinya sama dengan lima calon kami yang lain," ujar Arwani Thomafi, juru bicara PPP. Keputusan final siapa yang akan mereka dukung akan ditetapkan dalam musyawarah partai setelah pemilihan umum legislatif, yang digelar Rabu pekan ini.
PKB juga tak menampik kabar didekati Kalla. Menurut Ketua PKB Marwan Ja'far, selain Kalla, nama pedangdut Rhoma Irama dan bekas Ketua Mahkamah Konstitusi Mohammad Mahfud Mahfuddin sangat kuat. Partai, kata Marwan, akan memutuskan pilihan calon presiden yang mereka sokong pada musyawarah pimpinan partai akhir bulan ini. "Sejauh ini, peluang ketiganya masih sama," ujarnya.
Upaya menggoyang pencalonan Aburizal Bakrie menguat setelah heboh video liburan Aburizal dengan kakak-adik pemain film Marcella dan Olivia Zalianty ke Maladewa pada 2010. Adalah Ketua Golkar Yorrys Raweyai yang mengusulkan pencalonan Aburizal dievaluasi dalam rapat pimpinan Golkar awal Mei nanti. Rapat ini sudah diagendakan untuk membahas calon wakil presiden pendamping Aburizal. "Agenda rapat bisa berubah jika perolehan suara legislatif di bawah target," katanya. Aburizal menargetkan Golkar mendapat 30 persen kursi Dewan Perwakilan Rakyat.
Target itu tak mudah dicapai. Lembaga survei politik Charta Politika menghitung perolehan suara Golkar maksimal 16 persen, jauh di bawah PDIP. Karena itu, desakan juga datang dari politikus senior Golkar yang lain. Salah satunya Zainal Bintang. Ia yakin Golkar akan menjadi pecundang dalam pemilihan umum kali ini. Jika itu yang terjadi, kata dia, rapat Mei nanti bisa diubah menjadi musyawarah nasional luar biasa yang membatalkan hasil musyawarah nasional di Riau dua tahun lalu, ketika Aburizal dicalonkan sebagai presiden.
Aburizal tak ambil pusing terhadap banyaknya faksi di Golkar yang tak mendukungnya. "Ini upaya memecah belah partai," ujarnya di Makassar, Selasa pekan lalu. Ia sendiri telah menemui Megawati Soekarnoputri untuk berkoalisi dengan PDIP.
Sekretaris Jenderal Golkar Idrus Marham telah pula bertemu dengan Sekretaris jenderal PDIP Tjahjo Kumolo. "Kami membicarakan materi pemilihan legislatif dan menyamakan pandangan soal itu," katanya. Sejauh ini, koalisi kedua partai memang belum terbuhul. Menurut Iskandar Mandji, jika suara legislatif Golkar di bawah 20 persen-batas bawah sebuah partai bisa mengajukan calon sendiri-peluang Kalla menjadi calon presiden atau wakil presiden Golkar makin terbuka.
Selain Kalla dan Aburizal yang mencari celah merapat ke Jokowi, nama Akbar Tandjung pun sudah sampai di Jalan Teuku Umar, kediaman Megawati. Nama Ketua Golkar sebelum Kalla ini dibawa Marzuki Darusman, bekas Jaksa Agung dan petinggi partai Beringin. Sudah tiga kali Marzuki bertemu dengan Tjahjo.
Pertemuan terakhir keduanya terjadi akhir bulan lalu di sebuah hotel bintang lima di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. "Kami membicarakan politik di masa depan," katanya. Marzuki menyorongkan nama Akbar Tandjung sebagai calon wakil presiden mendampingi Jokowi. Menurut dia, jika ingin berkoalisi dengan Golkar, PDIP harus memperhatikan organisasi awal pembentuk partai: Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong, Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia, dan Kesatuan Organisasi Serbaguna Gotong Royong. Kelompok-kelompok ini berpatron kepada pengusaha seperti Kalla dan Aburizal.
Akbar diplomatis menjawab pertanyaan tentang pencalonan Aburizal serta isu yang melambungkan namanya sebagai pendamping Jokowi. Kepada Wayan Agus Purnomo dari Tempo, sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar, Akbar mengatakan akan mengevaluasi pencalonan Aburizal, bahkan membatalkan keputusan Riau. "Kemungkinan ada pandangan baru bisa saja muncul," ujarnya.
Di luar tiga kubu Golkar itu, Luhut Binsar Panjaitan secara terang-terangan juga merapat ke Jokowi. Sudah lama Menteri Perdagangan era Abdurrahman Wahid ini berkeliling ke daerah-daerah bersama Jokowi. Setelah PDIP mengumumkan Jokowi sebagai calon presiden, Luhut melakukan aksi oksimoron yang paling telak: mengumumkan dukungan kepada Jokowi di kantornya di Menara Bakrie.
Sehari setelah pengumuman, Luhut menemui Jokowi. Ia mengakui pertemuan itu, tapi menyangkal menyorongkan diri sebagai pendamping. Namun, "Tak tertutup kemungkinan jika PDI Perjuangan berminat," kata Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar ini.
Rusman Paraqbueq, Sundari, Apriliani Gita Fitria, Fransisco Rosarians
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo