Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Sekutu Baru Teuku Umar

PDI Perjuangan berencana membangun "koalisi kebangsaan dan Islam moderat". Golkar dan Demokrat merapat.

7 April 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAYANGAN berita di sejumlah stasiun televisi belakangan ini membuat Joko Widodo perlu menemui Surya Paloh. Pertemuan digelar di rumah pemilik stasiun televisi Metro TV itu di bilangan Permata Hijau, Jakarta Selatan, pada Jumat tiga pekan lalu. Jokowi datang tanpa ditemani petinggi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, yang menyokongnya sebagai calon presiden.

Pembicaraan diawali hal-hal umum, seperti kampanye pemilihan legislatif, sebelum Jokowi beranjak ke topik utama: mengutarakan unek-unek. Berita mengenai PDIP dan Gubernur DKI Jakarta lenyap dari sejumlah stasiun televisi. Kalaupun ada, cuma ala kadarnya. Seperti Metro TV, beberapa stasiun televisi dimiliki politikus partai peserta pemilihan umum. Mereka pesaing Jokowi dan partai Banteng, yang elektabilitasnya sedang melesat. Seorang politikus yang mengetahui anjangsana ini menuturkan suasana pertemuan kepada Tempo.

Jokowi khawatir elektabilitasnya makin tergerus bila kabar tentang dia terus-terusan hilang dari layar kaca. Apalagi waktu itu iklan kampanye PDIP di televisi tak menampilkan dirinya, melainkan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Ketua Badan Pemenangan Pemilu PDIP Puan Maharani, putri Megawati. Ia lalu meminta bantuan Surya-yang juga Ketua Umum Partai NasDem-agar menginstruksikan Metro TV tak mengembargo berita mengenai dia dan PDIP.

Sekretaris Jenderal Partai NasDem Patrice Rio Capella membenarkan adanya pertemuan Jokowi dan Surya. "Saya dengar mereka bertemu. Tapi saya tak tahu apa yang dibicarakan," kata Patrice pada Jumat pekan lalu. Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo mesam-mesem tatkala ditanyai soal ini: "Khusus yang itu, saya tidak tahu," ujarnya.

Ini bukan pertemuan pertama Jokowi dengan Surya. Sebelumnya, mereka terlihat akrab pada saat peluncuran buku biografi Surya Paloh, Sang Ideolog, di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, 11 Maret lalu. Jokowi bahkan diminta memberi sambutan dalam acara ini. Tiga hari kemudian, Jokowi diumumkan sebagai calon presiden dari PDIP.

Jokowi mendapat tugas tambahan setelah pencalonannya. Megawati, ketua umum partai yang menyokongnya, meminta dia menemui tokoh-tokoh partai dan organisasi kemasyarakatan, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Pendekatan ke petinggi partai sebetulnya lebih banyak dilakukan Tjahjo Kumolo dan Puan Maharani. "Tokoh yang ditemui murni inisiatif Pak Jokowi," kata Andi Widjajanto, anggota tim sukses calon presiden partai Banteng itu.

Kadung dekat, Jokowi pula yang kemudian menemui Surya. Kedekatan Banteng dan NasDem tecermin pula dari serangkaian pertemuan Megawati dengan Surya. Pada Senin tiga pekan lalu-empat hari sebelum menerima Jokowi di rumahnya-Surya dan Megawati bersua di Bandar Udara Juanda, Surabaya.

Menurut Tjahjo, yang juga hadir di Juanda, perjumpaan terjadi tak sengaja. Megawati baru tiba dari Jakarta untuk berkampanye di Surabaya. Surya, yang baru datang dari Palembang, berniat ke Jombang untuk berziarah ke makam mantan presiden Abdurrahman Wahid. "Saya cuma say hello, 'Mbak Mega makin cantik nampaknya'," ujar Surya dua hari kemudian tentang pertemuan itu. Surya mengatakan dia dan Mega sahabat lama.

Jauh sebelum itu, keduanya pernah bertemu secara formal. Surya bertamu ke markas PDIP di Lenteng Agung, Jakarta Selatan, pada akhir November tahun lalu. Waktu itu, Surya mengatakan pertemuannya dengan Mega membahas sejumlah isu nasional, termasuk pemilihan umum. Di akhir pertemuan, kedua partai bersepakat, antara lain, meminta pemerintah tak melibatkan Lembaga Sandi Negara dalam mengelola data Komisi Pemilihan Umum.

Patrice Rio Capella mengatakan kedekatan Surya dengan Jokowi dan Megawati melapangkan jalan koalisi. "Kalau nanti ada apa-apa, gampang komunikasinya," ujarnya. Menurut dia, peluang NasDem berkoalisi dengan PDIP lebih besar ketimbang dengan partai lain. Belum ada pembicaraan lebih jauh mengenai format koalisi. "Menunggu hasil pemilu legislatif," Patrice menambahkan.

n n n

KEPERKASAAN PDI Perjuangan dalam pelbagai survei memikat banyak partai. Perolehan suara Banteng ditaksir menembus 20 persen. Sigi lembaga survei Indikator Politik yang dilakukan setelah deklarasi Jokowi, misalnya, memperlihatkan elektabilitas PDIP mencapai 24,5 persen. Angka ini jauh di atas pesaing terdekatnya, Partai Golkar, yang meraih dukungan 14,9 persen. Suara si Banteng berpotensi terkerek lagi seiring dengan melejitnya elektabilitas Jokowi. Setelah deklarasi, sokongan terhadap Jokowi melambung dari 30 persen menjadi 43 persen.

Di antara semuanya, NasDem memang partai yang paling serius menjalin hubungan dengan PDIP. Partai lain bukannya tak mencoba merapat. Tjahjo mengatakan partainya telah berkomunikasi dengan semua peserta pemilihan umum, minus Partai Gerindra-yang belakangan gencar menyerang PDIP dan Jokowi. Partai Demokrat, yang selama ini dianggap berseberangan dengan PDIP, justru serius melakukan pendekatan.

Pada Maret lalu, Tjahjo disebut-sebut bertemu dengan Ketua Harian Partai Demokrat Syariefuddin Hasan di sebuah restoran di kawasan Semanggi, Jakarta. Menteri Koperasi dan Usaha Kecil-Menengah itu meminta Tjahjo membuka jalan bagi Pramono Edhie Wibowo, mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat, untuk bertemu dengan Megawati. Syarief, menurut seorang politikus PDIP, ingin menjodohkan adik ipar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu dengan calon presiden dari Banteng.

Pramono pernah dekat dengan Megawati. Ia ajudan Megawati semasa menjabat presiden pada 2001-2004. Apa daya, jalan menuju koalisi langsung terhalang tembok karena Megawati enggan menemui Syarief dan Pramono. Menurut sumber tadi, Megawati masygul karena Pramono tak pernah beranjangsana ke rumahnya selepas tak lagi menjadi ajudan. Ini berbeda dengan mantan ajudan Mega lainnya, yang masih kerap mampir ke Teuku Umar-kediaman Megawati. Pramono pun tak melayat ketika Taufiq Kiemas, suami Megawati, wafat.

Tjahjo mengakui pertemuannya dengan Syarief, tapi ia enggan memaparkan isi pembicaraan. Syarief hanya tersenyum ketika dimintai konfirmasi soal ini. "Nanti saja, pemilihan legislatif saja belum," ujarnya kepada Wayan Agus Purnomo dari Tempo. Menurut Syarief, ia bahkan sudah bertemu dengan Ketua Fraksi PDIP Puan Maharani belum lama ini. Syarief mengatakan pembicaraan itu tak secara khusus membahas rencana koalisi.

Proposal lain datang dari Partai Golkar. Bedanya, Golkar menawarkan koalisi di parlemen dan kabinet selepas bertarung di pemilihan presiden. Seperti PDIP, Beringin berencana mengusung calon presiden sendiri.

Pembicaraan soal ini dilakukan pada 23 Januari lalu, pada hari ulang tahun Megawati. Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie berkunjung ke rumah Megawati di Jalan Teuku Umar, Jakarta. Menurut seorang politikus Golkar, Aburizal mengatakan PDIP dan Golkar mesti berkoalisi di parlemen. Tujuannya untuk memperkuat sistem presidensial. Bila PDIP menjadi pemenang pemilihan umum, Golkar meminta posisi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat dan sejumlah kursi di kabinet.

Aburizal, menurut politikus tadi, sempat bertanya kepada Megawati bagaimana bila kelak koalisi mengajak Partai Demokrat yang dipimpin Yudhoyono. Megawati menjawab tak mau berkoalisi bila ada Demokrat.

Adanya pertemuan itu dibenarkan oleh Tjahjo dan Sekretaris Jenderal Golkar Idrus Marham. Tapi keduanya mengatakan tak tahu isi pembicaraan ketua umum mereka. Aburizal sendiri pernah mengatakan, selain mengucapkan selamat ulang tahun, kedatangannya ke rumah Megawati waktu itu untuk "membicarakan masalah bangsa". Soal koalisi, dia menyebutkan akan dibahas pada pertemuan selanjutnya.

Kepada wartawan di Makassar pada Selasa pekan lalu, Aburizal mengatakan belakangan justru ia lebih sering berjumpa dengan Yudhoyono ketimbang Megawati. "Dengan Megawati jarang bertemu," ujarnya ketika ditanyai soal kemungkinan berkoalisi dengan PDIP.

n n n

Selain menjajaki partai nasionalis, PDI Perjuangan mencoba merangkul partai Islam. Yang sudah mulai merapat adalah Partai Kebangkitan Bangsa. Rombongan PKB bahkan sudah berjumpa dengan Megawati dan elite PDIP pada Selasa dan Jumat pekan lalu secara "tak sengaja". Mereka bertemu di Bandar Udara Halim Perdanakusuma sebelum bertolak ke tujuan masing-masing untuk berkampanye.

Ketua Fraksi PKB Marwan Ja'far mengatakan tak ada percakapan yang menjurus koalisi dalam dua persamuhan itu. Dia menambahkan, gambaran koalisi kedua partai sebenarnya sudah ada di kepala masing-masing. "Hanya, belum terkatakan," ujarnya. Menurut Marwan, perjodohan partainya dengan PDIP bisa berbentuk koalisi "capres-cawapres" atau kabinet. Dua calon wakil presiden terkuat untuk Jokowi dalam sejumlah survei, Jusuf Kalla dan Mahfud Md., diusung PKB.

Melalui ketua umumnya, Hatta Rajasa, Partai Amanat Nasional sudah bertamu ke Lenteng Agung. Kunjungan itu terjadi sebelum Jokowi dimajukan sebagai calon presiden. Hatta tak bertemu dengan Megawati, tapi dengan elite PDIP yang lain. Sewaktu berkunjung ke kantor Tempo pada awal Maret lalu, Hatta membenarkan kabar bahwa ia telah menjalin komunikasi dengan PDIP.

Seorang politikus PDIP bercerita, PKB dan PAN disukai karena kedua partai memiliki "rekam jejak yang baik". Keduanya dinilai loyal selama berkoalisi dengan Partai Demokrat dalam dua periode pemerintahan Presiden Yudhoyono. Apa yang menjadi keputusan pemerintah selalu mereka sokong di parlemen. Dua partai tersebut juga dianggap sebagai saluran politik dua organisasi kemasyarakatan Islam besar, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.

Megawati, kata politikus Banteng, telah merancang format kerja sama partai yang disebut "koalisi kebangsaan dan Islam moderat". Itu sebabnya PDIP-untuk sementara-condong ke NasDem, PKB, dan PAN. Jokowi sendiri mengatakan, bila PDIP memenangi pemilihan umum, ia membayangkan koalisi maksimal hanya beranggotakan tujuh partai. Koalisi terbatas ini pun bukan berarti bagi-bagi kursi di kabinet. Di Malang, pada Senin pekan lalu, Jokowi menegaskan hal ini. Katanya, "Sorry, tak ada nego-nego menteri."

Anton Septian, Widiarsi Agustina, Apriliani Gita Fitria, Ananda Teresia, Sundari

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus