Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Gaji Baru, Bukan Pegawai Negeri

Setelah beberapa waktu lalu berbagai perusahaan di ambil alih pemerintah, kini karyawannya digaji seperti pegawai negeri. pola penggajian yang baru ini berlaku pada perusahaan bis unit i s/d viii.(kt)

12 Desember 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEMBENAHAN bis kota seperti tak kunjung berakhir. Setelah beberapa waktu lalu berbagai perusahaan diambil-alih pemerintah, sejak November 1981, para karyawannya diberi jaminan dengan sistem penggajian pegawai negeri. Yaitu, selain gaji, juga mendapat pembagian beras, tunjangan keluarga, pensiun--ditambah tunjangan-tunjangan lain. Sistem penggajian serupa itu sudah lama diterapkan di kalangan para karyawan PPD, sebuah perusahaan angkutan bis kota milik pemerintah. Oleh karena itu, menurut Dirjen Perhubungan Darat, Nazar Noerdin, para karyawan bis kota itu sebenarnya bukanlah pegawai negeri. "Jangan salah sangka, yang sama adalah sistem penggajian, bukan status," jelas Nazar lagi. Sistem atau status, rupanya tak begitu dihiraukan para awak bis kota. Yang pasti, keputusan itu mereka sambut dengan senang hati. Azhar Sam, 32 tahun, sopir bis Unit III misalnya. "Segi keuangan yang ditetima memang kecil, tapi anak istri terjamin kelak," katanya dalam logat Minang yang khas. Gaji "baru"nya itu memang lebih kecil sekitar Rp 10.000 dibandingkan gaji lama. "Rp 48.250 itu yang kuterima bulan kemarin, hanya jtu," tutur Ahar meskipun ia tidak membantah bahwa masih ada uang masuk yang lain. Mengaku bahwa hidup sebagai sopir tidak mudah, apalagi sebagai pegawai swasta. Tidak kerja berarti tidak dapat uang, sedangkan sebagai pegawai negeri menurut tanggapan Azhar, masuk atau tidak pasti dapat gaji. Zainal, kondektur bis Unit III mengeluh karena gaji yang diterimanya hanya separuh dari gaji sebelumnya. "Kemarin itu saya hanya terima Rp 28.450, untuk sebulan, tapi dulu saya terima Rp 1000 sehari," tutur Zainal yang berwajah bersih dan berkulit cerah itu. Diakuinya dulu ada hasil sampingan sekitar Rp 1.500 sehari. Tapi sebagai pegawai negeri, (ia salah sangka juga--seperti yang lain), menurut Zainal, "Enak, masuk tidak masuk gaji tetap." Angkat Tangan Pola penggajian ang baru ini berlaku pada perusahaan bis Unit I sampai dengan VIII yang diambil-alih pemerintah pada 1977. Dasar pengambil-alihan itu adalah: asset perusahaan bis swasta itu kurang memenuhi syarat, lagi pula kredit bis belum juga lunas. Menurut Nazar Noerdin, sesudah Unit I sampai Unit VIII diambil-alih pula Gamadi dan Pelita Mas Jaya. "SMS malahan sudah angkat tangan, tidak dapat mengatasi kesulitannya lagi," sambung Dirjen menyorot keadaan perusahaan bis swasta yang pada umumnya memang runyam itu (libat box). Apakah tidak ada jalan keluar yang lain? "Dengan keadaan seperti sekarang ini kami tak mungkin meneruskan Gamadi," tutur Dir-Ut-nya, Syaiful Widjaja. Alasannya: sejak Juli '77 sampai sekarang tarif bis tetap Rp 50 sedang sejak Kenop '78 semua harga naik--kecuali tarif bis. "Menurut logika saja kami sudah tak tahan," kata Syaiful Widjaja. Dia juga menyesalkan adanya ketentuan karcis pelajar sebesar Rp 30 itu. Pada prakteknya perusahaan bislah yang menanggung subsidi untuk karcis pelajar, padahal tuntutan agar diberi jatah BBM dengan harga lama juga tidak dipenuhi pemerintah. Karena tanpa uluran tangan pemerintah itulah terjadi kanibalisme. Yaitu onderdil bis yang satu dicopot untuk dipasangkan pada bis lainnya. Jumlah armada dengan demikian cepat berkurang dan sekarang cuma 50% yang masih beroperasi. Sebaliknya di Pelita Mas Jaya, "Kanibalisme itu tidak ada," kata Manajer Operasi, Hanafi. Meskipun tersiar kabar bahwa perusahaan bis ini juga bersedia diambil-alih, tapi Hanafi membantahnya secara tak langsung. Bahwa Pelita bisa bertahan menurut dia, "karena kami dapat bantuan dari awak bis." Karena, tambahnya, para awak bis di Pelita Mas Jaya turut memelihara kendaraan. ' Sampai sekarang tak ada bis yang jadi bangkai," katanya pasti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus