SEMUA kendaraan bermotor akan dilarang melewati Malioboro, jalan
terpenting di Kota Yogya. Di sana hanya akan terlihat becak,
andong, sepeda dan pejalan kaki. Para pejalan kaki ini kelak
akan dipayungi pohon-pohon yang merindangi sepanjang jalan itu.
Tapi semua itu baru terdapat dalam gagasan Kelompok Padi yang
memenangkan sayembara Disain Tata Ruang Malioboro. Sayembara
yang hasilnya diumumkan 2 Desember lalu, bermaksud mencari upaya
pembenahan kawasan jalan kebanggaan warga Yogya itu dan
sekaligus mendekatkannya pada bentuknya yang semula. Kawasan
Malioboro adalah mulai dari Tugu di utara sampai Kraton Yogya di
selatan.
Untuk itu, menurut konsep Kelompok Padi dari Fak. Teknik
Arsitektur UGM, kawasan Malioboro hendaklah dibedah 4: wilayah
Alun-alun, Kraton dan sekitarnya, wilayah untuk hiburan
tradisional, daerah pertokoan dan daerah hiburan nontradisional
dari Jalan P.L Mangkubumi sampai Tugu.
Di wilayah pertama, bangunan-bangunan antik berarsitektur Jawa
tetap dipertahankan. Di wilayah hiburan tradisional (sepanjang
Jalan A. Yani) yang sudah terdapat bekas benteng Vredenburg
tetap bergaya kolonial. Untuk wilayah pertokoan (Malioboro
sekarang) bangunan bergaya ina seperti umumnya sekarang
terlihat di sana, dibiarkan. Sedang pada wilayah hiburan
nontradisional (seperti bioskop) diizinkan bagi
bangunan-bangunan bergaya modern.
Bila gagasan itu dilaksanakan, berarti pelebaran jalan dan
penggusuran penduduk tak dapat dihindari. Sebab untuk kendaraan
bermotor harus dibuat jalan lingkar sekaligus tempat parkir di
belakang kompleks pertokoan. Tapi tak kalah penting dari itu,
beberapa bangunan yang ada sekarang tapi tak sesuai dengan
konsep itu, harus dibongkar untuk diganti dengan bangunan yang
sesuai dengan wilayahnya. Maka, misalnya, Kantor Kodim 096,
kantor Kanwil Depsos, kantor Kanwil Pertanian, Laboratorium
Penyakit Paru-paru yang ada di wilayah pertokoan (Malioboro
sekarang) harus angkat kaki.
Tinggal Rencana?
Para pedagang kaki lima yang sekarang berjejal di sepanjang
trotoar akan dipindahkan ke sepanjang jalan antara lapangan
parkir dan muara Malioboro. Dengan begitu hamparan mereka tak
akan menggoda kesibukan di Jalan Malioboro itu sendiri.
Tapi pembenahan jantung Kota Gudeg itu akan berarti pula
tertelannya biaya yang tak sedikit. "Jika konsep Kelompok Padi
diterapkan, perlu biaya Rp 2 milyar, di luar ganti rugi bagi
penduduk," kata Hari Dendi selaku koordinator Kelompok Padi.
Tapi perkiraan biaya itu sudah mencakup pembuatan tempat-tempat
duduk sebagai tempat istirahat para pejalan kaki di sepanjang
jalan itu.
Walikota Yogya, Sugiarto, memang tak hendak menerapkan konsep
pemenang sayembara itu secara utuh. "Nanti akan dirumuskan lagi,
konsep mereka yang tak menang juga akan dipakai," kata Sugiarto.
Sayembara yang diadakan Pemda DIY bersama Ditjen Cipta Karya PU
itu dimulai pertengahan Oktober 1981, diikuti 14 kelompok
peserta, semua dari Yogya. Pemenang kedua adalah Kelompok Deru
dari Fak Teknik UII Yogya dan pemenang ketiga Kelompok
Sanggareng dari Fak. Teknik Sipil UGM. Karena semua kelompok
peserta berada di Yogya, konsep mereka tak jauh berbeda. Para
pemenang umumnya mempunyai kelebihan variasi dalam konsep-itu
pun dengan berbagai alternatif untuk dipilih si pemesan
sayembara. Dengan kata lain, pembenahan kawasan Malioboro
memerlukan jalan panjang.
Tapi mungkin tak sepanjang gagasan pembuatan jalan lingkar dan
pembangunan rel di bawah tanah yang sudah direncanakan sejak
belasan tahun lalu-dan belum terlaksana hingga sekarang.
Karena khawatir konsep pembenahan Malioboro akan mengalami nasib
seperti kedua proyek itu, 2 Desember lalu Sultan Hamengkubuwono
IX sampai berkata agak pedas. "Saya sudah memberi persetujuan,
tetapi rencana itu tetap rencana," kata Sultan. Barangkali
karena itu, Walikota Yogya, Sugiarto, cepat-cepat berkata kepada
TEMPO, "pembenahan Malioboro akan dimulai triwulan pertama
1982."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini