Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Belum hilang kantuk Aep Permana, 37 tahun, saat belasan tetangga menyerbu rumahnya. Warga Perumahan Tegal Besar Permai II Kecamatan Kaliwates, Jember, Jawa Timur ini dikagetkan berita di halaman muka Harian Kriminal Rek Ayo Rek, pertengahan bulan lalu: ”Suami membunuh istri hanya karena tidak mendapat jatah biologis.”
Korban disebutkan bernama Ny Rita dan sang suami berinisial Per. Pembunuhan itu terjadi di rumah Blok L No. 15, yang tak lain rumah Aep. Istri Aep memang bernama Rita, dan inisial Per siapa lagi kalau bukan Aep Permana. Berita itu dilengkapi foto perempuan tergeletak bersimbah darah. Lebih parah lagi, kode penulis berita dan foto tertulis (AEP). Lengkap sudah tudingan ke arah Aep. Tetangga menggugat kebenaran berita itu.
Mendengar ribut-ribut di halaman, istri Aep keluar. Setelah membaca berita yang menggegerkan itu, meledaklah tangis Rita. ”Tega kamu menulis berita begini!” protes Rita di sela tangisnya. Para tetangga menuding Aep mencari sensasi. ”Sampeyan itu kurang kerjaan! Bojone dhewe ditulis mati, sing genah wae ( Istrinya sendiri ditulis mati, yang benar saja)!” protes para tetangga.
Tinggal Aep yang kebingungan. Dia merasa tak pernah menulis berita itu. Dia langsung menghubungi redakturnya di Surabaya. Sang redaktur menjawab enteng, ”Beritanya bagus, lengkap dengan fotonya, ya, kita muat saja.” Berita itu diterima melalui surat elektronik dengan alamat yang biasa dipakai Aep.
Aep makin kesal. Bak detektif, dia mencoba mengingat-ingat siapa saja yang mengetahui kata sandi atau password untuk membuka emailnya. Aep berhasil menemukan sang pelaku, Senin dua pekan lalu. Pengirim berita itu ternyata temannya, wartawan sebuah tabloid di Surabaya. ”Sudah saya selesaikan secara adat dan kekeluargaan,” kata Aep kesal, namun menolak membongkar identitas sang penulis sejati.
Agung Rulianto, Mahbub Djunaedy (Jember)
Gara-gara Undangan Palsu
Penipuan lewat undian berhadiah itu biasa. Yang baru, modus penipuan dengan undangan berhadiah. Seperti yang dialami awak bus Jaya Baru di Tulungagung, Jawa Timur, Ahad tiga pekan lalu. Sepucuk undangan dengan cap Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan (DLLAJ) Provinsi Jawa Timur mengundang mereka ikut kirab pariwisata di Surabaya. Panitia menjanjikan hadiah bagi peserta yang tampil paling atraktif.
Syaratnya, peserta harus membuat kelompok yang terdiri dari sepuluh orang. Mereka harus bertelanjang (hanya boleh memakai celana dalam) dengan tubuh dilumuri cat hitam. ”Rp 1,5 juta bagi kelompok yang menang,” begitu tulis Drs Sudirman Hambali, yang mengaku sebagai ketua panitia. Selain itu, setiap peserta mendapat ganti uang lelah Rp 200 ribu, plus Rp 750 ribu bagi peserta yang berdandan paling heboh.
Awak bus Jaya Baru langsung tertarik. Lumayan, hadiahnya bisa dipakai berlebaran. Saking bersemangatnya, Basuki, seorang sopir, hanya memakai selembar cawat, dan menggunduli kepalanya. Sesuai dengan petunjuk panitia, peserta kirab berjoget saat menuju lokasi start di Taman Bungkul, Surabaya. Sesampainya di lokasi, mereka tak menemukan panitia atau kelompok peserta lain. Bahkan, setelah beberapa jam, mereka hanya menjadi tontonan masyarakat.
Merasa ada yang salah dan khawatir memacetkan jalan, polisi mengamankan mereka. Usut punya usut, pihak DLLAJ Jawa Timur membantah punya acara kirab. Polisi menduga bahwa pelaku penipuan itu mempunyai kelainan jiwa suka melihat pria bercawat. Kok tahu?
Ternyata penipuan serupa terjadi pada hari kemerdekaan lalu. Saat itu dua sopir angkutan desa di Jombang diundang ikut karnaval dengan bertelanjang badan dan iming-iming uang. Karena polisi tak bisa menemukan pengirim undangan itu, korban hanya bisa bersumpah serapah. ”Saya berdoa dia (penipu) mendapat hukuman berat di akhirat,” kata Basuki sambil menggaruk kepala pelontosnya.
Agung Rulianto, Zed Abidien (Surabaya) Agung Rulianto, Dwijo U. Maksum (Tulungagung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo