Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Gertak makan korban

Sertu dedi burhanuddin anggota mapolres purwakarta mengamuk di rumah keluarga muslihat yang sedang menyelenggarakan acara pertunangan. dedi marah karena lamarannya kepada ida, anak muslihat, ditolak.

25 Juni 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RUMAH keluarga Muslihat di Kamr pung Baru Timur, Cikampek Utara, Karawang, begitu semarak. Lampu-lampu sudah dinyalakan sejak sdre. Muslihat yang sudah berdandan rapi itu mondar-mandir sembari sebentar-sebentar tersenyum sumringah. Hatinya memang sedang berbunga. Ida, anaknya, sebentar lagi dilamar orang. Tamu yang diundang satu per satu berdatangan. Tapi, rombongan pelamar belum juga kelihatan. Yang muncul jutru Sersan Satu Dedi Burhanuddin, polisi dari Mapolres Purwakarta. Malam itu Dedi berpakaian preman. Ia tidak berdinas. Dan ia juga bukan pelamar yang ditunggu-tunggu. Namun, Dedi, 24 tahun, datang menemui Ida mengaku sebagai tunangannya. Dan ia jadi bintang, malam itu. Dedi bercerita begini. Sudah hampir dua tahun ia memacari Ida. Bahkan, dalam waktu dekat ini, ia merencanakan menikahi gadis itu. Nah, siapa yang nggak shock tahu-tahu ada yang mendahului, ibarat mobil yang menyalip tanpa membunyikan klakson? Bila malam itu Dedi datang ke situ, antara lain, ya, untuk membicarakan kelanjutan hubungannya dengan Ida. Sambil mencegah mobil yang mau menyalip itu. Di rumah keluarga Ida, hati polisi itu pun jadi panas. Wajahnya membara. Keluarga Muslihat tak satu pun berani menemui Dedi yang bertubuh tegap itu. Akhirnya, Disin Subandi, paman Ida, coba-coba menjinakkan hati Dedi. "Maaf saja, Pak Sersan. Anda datang terlambat. Malam ini sebenarnya Ida akan dilamar oleh seseorang dari Jakarta ...." Dor . . . dor . . . Belum selesai Subandi bicara, Dedi langsung mencabut pistol dan menembak. Subandi pun roboh. Yazid, adil Ida, yang semula mau menolong pamannya, ikut kesrempet timah panas. Suasana ketika itu benar-benar bak dilanda prahara. Dedi yang sedang kalap bagai Rambo makin menggila. Peluru dia hamburkan ke sanakemari. Ruang tamu berubah jadi ajang pertempuran. Perabot berantakan. Tamu-tamu menyelamatkan diri. Pesta gagal. Kampung Baru Timur gonjang-ganjing. Acara pertunangan dibatalkan. Dedi, yang kehabisan peluru, buru-buru menyelinap dan menghilang di kegelapan malam. Tahu bahwa Rambo kehabisan peluru, hansip dikerahkan untuk mencari polisi yang ngamuk ini. Dua minggu kemudian Dedi menyerahkan dlri - mungkin tahu pollsi juga ikut sibuk mengejarnya. "Saya tidak menyangka pistol saya memakan korban," kata Dedi di tahanan ketika ditemui Hasan Syukur dari TEMPO. Dedi, yang pernah menikah dan punya satu anak itu, mengaku sangat menyesal. "Saya cuma mau menggertak, bukan membunuh," tambahnya. Bahwa "si bongkok" yang digenggamnya mendadak bersuara, itu di luar perhitungannya. Sementara itu, Ida, 19 tahun, mengaku sudah lama putus dengan Dedi. "Ia berkalikali berjanji hendak menikahi saya, tapi tidak pernah ditepati. Ya, hubungan terpaksa putus," katanya. Lalu kisah pun berakhir tragis.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus