KAKEK Sumarto, 72 tahun, belakangan ini sering mengigau. Ini soal sepele, bukan jadi berita besar. Tapi isi igauannya itu yang tak sepele dan jadi masalah teramat besar buat Mbok Marsinh, 67 tahun, istrinya. "Soalnya, kalau sedang mengigau ia menyebut-nyebut nama seorang perempuan," tutur nenek bercucu 14 ini. Dan yang disebut-sebut itu tak asing bagi telinga Mbok Marsinah. "Namanya Wartiyem. Wanita itu dulu pernah mau dijodohkan dengan suami saya," tambahnya dengan nada gusar. "Masa, sudah setua itu masih mengimpikan bekas pacarnya." Nenek penasaran betul. Bahasa orang kotanya: cemburu nih, ye? Akhir Mei lalu Nek Sinah, ya, panggilan pop Si Mbok itu, menemui seorang dukun yang juga tinggal di desanya, Desa Bringkeng, Kawunganten, Cilacap, Jawa Tengah. Dukun bilang, suami Nek Sinah itu berpenyakitan. Obatnya, sebutir kelapa. Bukan untuk diminum atau dimakan. Pokoknya, ya, nanti tahu sendiri. Anjuran dukun itu dituruti Nek Sinah. Pulanglah perempuan itu dengan sukacita. Bila keesokan harinya desa itu mendadak gempar, itulah akibat sebutir kelapa. Pagi itu Kakek Sumarto menjerit-jerit di rumahnya, sembari memegangi "anu"-nya. Sementara itu, Nek Sinah raib. Penduduk yang datang berbondong-bondong bukannya menolong si kakek. Mareka cuma bengong sambil cekikik kegelian. Ibu-ibu yang telanjur ikut ke situ buru-buru menutup matanya. Saru, ah. Memangnya ada apa? Ini kelanjutan kisah sebutir kelapa Pak Dukun. Begini Nek Sinah menjelaskan duduk perkara. Ketika suaminya tidur nyenyak, sekitar pukul 03.00 dinihari, "burung" Kakek diikat dengan tali yang ujungnya dibanduli buah kelapa. Setelah itu dengan tenang Nek Sinah kabur ke rumah salah seorang anaknya didesa sebelah. Rupanya, Sumarto tak menyadari ada sesuatu di "burung"-nya. Begitu bangun, ia kaget melihat ada kelapa di sebelahnya. Lalu ia lempakan kelapa itu. Keruan saja "senjata pamungkas" Si Kakek bagai dibetot tenaga gaib. Ia tersentak dan berteriak keras-keras. Sakit memang. "Itu pelajaran yang berharga," kata Nenek Marsinah. "Kalau cuma mengigau sekali-sekali, tidak apa-apa. Tapi, karena hampir setiap malam saya 'kan kesal," ujarnya enteng. Yang aneh, selama hidup seatap, suammya tak pernah mengigau. Tapi, sejak bertemu dengan Wartiyem baru-baru ini di pasar, Sumarto mendadak kerap ngomong selagi tidur. Dia jadi keki. "Saya merasa tidak salah," kata Sumarto kepada Slamet Subagyo dari TEMPO. Sebulan sebelumnya ia memang bertemu dengan Wartiyem. "Sebagai teman lama kami ngobrol ke sana-kemari," tutur ayah enam anak ini melanjutkan sambil menyedot rokoknya. "Kalau pada akhirnya saya sering mengigau dia, itu di luar kesadaran saya. Yang jelas, saya tidak 'yang-yangan' dengan Wartiyem meski dulu pernah mau dijodohkan. Dan lagi saya tidak bernafsu. Saya 'kan sudah tua," kata kakek yang suka melucu ini. Kejadian di bulan April itu toh ada hikmahnya. Kakek dan Nenek kini tampak lebih akrab. "Sekarang dia tak pernah mengigau lagi," ucap Nek Sinah sambil menatap mesra suaminya. "Ah, masa. Mungkin kamu yang tidak dengar karena kebetulan kamu pas tidur nyenyak," Sumarto menimpali sambil menghindari cubitan istrinya. Itulah cinta, hm!
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini