Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Minus Basaria Panjaitan yang absen karena sakit, pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi menyepakati penetapan tiga tersangka suap jabatan di Kementerian Agama dalam gelar perkara di ruang rapat pleno lantai 15 Gedung Merah Putih KPK, Jumat malam, 15 Maret lalu. Dalam ekspose, pimpinan dan peserta gelar perkara lain menganggap tindak pidana yang dilakukan anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Muhammad Romahurmuziy, bersama dua pejabat Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur termasuk kategori sempurna.
Menurut Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif, Romy—panggilan Romahurmuziy—menjadi tersangka sebagai penerima suap. Sedangkan tersangka pemberi suap adalah Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur Haris Hasanuddin dan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gresik, Jawa Timur, Muhammad Muafaq Wirahadi. “RMY (Romy) diduga menerima suap untuk mempengaruhi seleksi jabatan di Kementerian Agama,” ujar Syarif, Sabtu, 16 Maret lalu.
KPK menjerat Romy dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Haris dan Muafaq dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam gelar perkara yang berlangsung tiga jam itu, penyidik juga mengurai kronologi pemantauan terhadap Romy yang dilakukan sejak akhir 2017. Saat itu, Komisi mendapat informasi ada transaksi suap dalam pergantian jabatan di Kantor Kementerian Agama Provinsi Sumatera Barat pada akhir 2017, yang akhirnya berujung ke Romy. Tim bahkan sudah turun ke lapangan, tapi mereka kehilangan sasaran.
Dua orang turut diperiksa bersama Muhammad Romahurmuziy setelah terjaring operasi tangkap tangan di Surabaya./TEMPO/Imam Sukamto
Baru kemudian, pada Januari 2019, tim KPK mendapat informasi akan ada transaksi suap yang melibatkan orang Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur dan Romahurmuziy. Pimpinan lantas meneken surat penyelidikan pada Februari 2019. Hingga akhirnya berujung pada operasi tangkap tangan Romy beserta lima orang lain di Surabaya pada Jumat, 15 Maret lalu. Bukti suap dalam operasi ini sebesar Rp 156 juta.
Menurut Ketua KPK Agus Rahardjo, lembaganya memang sudah lama mengintai Romy karena mendapat laporan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan itu melakukan praktik dagang jabatan di Kementerian Agama. Bahkan, menurut Agus, anggota Komisi Keuangan DPR itu ditengarai sudah menerima beberapa kali suap untuk jual-beli jabatan di Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur. Pemberian di Surabaya yang kesekian kalinya. ”Ini bukan pemberian pertama karena ada pemberian sebelumnya juga,” ucap Agus.
Tanpa perdebatan, gelar perkara bulat memutuskan hanya ada tiga tersangka. Tiga orang lainnya yang turut ditangkap akhirnya dilepaskan karena tak terkait langsung dengan perbuatan pidananya. Mereka adalah Amin Nuryadin, asisten Romy; Abdul Wahab, calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Gresik dari Partai Persatuan Pembangunan; dan sopir Muhammad Muafaq Wirahadi.
Adapun untuk tiga tersangka, penyidik memeriksa mereka secara maraton hingga Sabtu pagi, 16 Maret lalu. Mereka tiba di kantor KPK pada Jumat malam, satu jam sebelum gelar perkara digelar. Pada Sabtu pagi harinya, pimpinan meneken surat penyidikan tiga tersangka. Setelah menjalani pemeriksaan, ketiganya langsung dikalungi rompi oranye tahanan komisi antikorupsi.
Tak hanya memutuskan penetapan tersangka, gelar perkara juga menetapkan pengusutan dugaan keterlibatan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dalam kasus ini. Paralel dengan operasi penangkapan Romy, pada Jumat, 15 Maret lalu, tim KPK di Jakarta menyegel ruangan Lukman dan Sekretaris Jenderal Kementerian Agama Muhammad Nur Kholis Setiawan. Menteri Lukman berasal dari partai berlambang Ka’bah yang dipimpin Romy.
Menurut Laode Muhammad Syarif, tim penyidik memang sedang memperkaya informasi dugaan orang-orang yang memberi wewenang dalam urusan promosi jabatan di Kementerian Agama, termasuk menteri. “Karena kita tahu RMY (Romy) tak memiliki kewenangan berhubungan dengan jabatan-jabatan tertentu di Kementerian Agama,” ujar Syarif.
Menurut mantan Inspektur Jenderal Kementerian Agama, Mochammad Jasin, semua surat keputusan pengangkatan jabatan dari eselon II hingga di atasnya menjadi kewenangan menteri. Menurut Jasin, Romy lebih berkuasa dibanding Lukman di Kementerian Agama. “Apa pun yang diputuskan Romahurmuziy, menterinya tanda tangan. Ibarat makan nangka, dia (menteri) bisa ikut kena pulut atau getahnya,” kata Jasin.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengimbau jajarannya mendukung penuh KPK dengan memberikan data, informasi, atau apa pun yang bisa mengungkap kasus ini secara tuntas dan cepat. “Kami menghargai dan menghormati proses hukum yang sedang dilakukan KPK,” ujar Lukman. Dia juga akan melakukan investigasi internal guna memperbaiki sistem rotasi, mutasi, dan promosi kepegawaian.
Lukman menyatakan segera memecat pejabat Kementerian Agama yang terkena operasi tangkap tangan itu. Ihwal keterlibatan Romy dalam penempatan jabatan di kementeriannya, Lukman enggan berkomentar.
Hotel Bumi Surabaya./Google Maps
Adapun Nur Kholis, beberapa jam setelah ruangannya disegel, mendatangi kantor KPK untuk memberikan klarifikasi. Saat keluar dari kantor KPK, ia tak berkomentar apa pun kepada wartawan.
BELASAN penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi sudah beredar di Hotel Bumi Surabaya, Jumat pagi, 15 Maret lalu. Mereka sebagian menyebar di tempat parkir hotel, sebagian lagi ada yang masuk ke lobi. Pagi itu mereka mendapat informasi akan ada transaksi suap di sekitar hotel yang melibatkan sejumlah penyelenggara negara.
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif mengatakan tim KPK menerima informasi Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur Haris Hasanuddin dan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gresik, Jawa Timur, Muhammad Muafaq Wirahadi, akan menyerahkan sejumlah uang kepada Muhammad Romahurmuziy. Mereka menginap di Hotel Bumi Surabaya di kamar berbeda. Haris lebih dulu menyerahkan uang sebesar Rp 50 juta kepada Amin Nuryadin, untuk diserahkan kepada Romy. Uang itu dibungkus dan dimasukkan ke tas kertas berlogo bank negara. “Dia menyerahkannya Jumat pagi,” ujar Syarif, Sabtu, 16 Maret lalu.
Haris kembali ke kamar dan Amin menunggu Romy di pelataran parkir. Tim KPK menangkap Amin dan menyita uang Rp 50 juta itu. Penyidik turut menyita uang lain senilai Rp 70,2 yang juta dipegang Amin. Tim lain bergerak ke kamar Muafaq dan sopirnya. Mereka menangkap Muafaq dan S serta menyita uang Rp 17,7 juta yang tersimpan di dalam amplop putih. “Uang-uang itu diduga bagian dari uang suap,” kata Syarif.
Romahurmuziy tengah bersafari ke sejumlah daerah di Jawa Timur untuk bertemu dengan ulama dan konstituen PPP beberapa hari belakangan. Mereka diduga sudah merencanakan menginap di hotel yang sama. Pada pagi itu, Romy tak menyadari tim KPK sudah menangkap Muafaq dan Amin, sang ajudan. Pria 44 tahun itu keluar dari kamar dan menikmati sarapan di restoran hotel.
Menurut Syarif, tim KPK memutuskan menunggu Romy di luar hotel. Mereka tak ingin menangkap Romy di dalam restoran karena khawatir menyebabkan keributan dan mengganggu tamu hotel lain. “Tim sudah sangat berhati-hati agar tak ricuh,” ujarnya.
Karena menunggu terlalu lama, mereka memerintahkan Amin menjemput Romy. Amin diminta tak menceritakan kepada Romy bahwa ada tim KPK yang sudah menunggu. Sang ajudan malah membocorkan ada operasi penangkapan oleh tim KPK. Saat itu, diam-diam Romy menuju pintu belakang, lalu kabur ke luar hotel. Setelah nyaris kehilangan, tim KPK akhirnya berhasil mengejar dan menangkap Romy di pinggir jalan. Aksi kejar-kejaran itu menjadi tontonan masyarakat yang sedang melintas di sekitar hotel.
Setelah menangkap Romy, tim KPK menangkap Haris di dalam kamar hotel dan menyita uang Rp 18,85 juta. Mereka membawa keenam orang itu ke markas Kepolisian Daerah Jawa Timur, yang berjarak sekitar 6 kilometer dari hotel. Selama hampir enam jam, penyidik KPK melakukan pemeriksaan awal di salah satu ruangan markas. Keenam orang itu diterbangkan ke Jakarta dengan pesawat Batik Air pada sore hari dan tiba di Gedung Merah Putih KPK sekitar pukul 20.12.
Laode Muhammad Syarif mengatakan, dari pemeriksaan awal mereka, terungkap bahwa suap ini berkaitan dengan jual-beli jabatan di Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur. Syahdan, Kementerian Agama membuka seleksi sejumlah pejabat tinggi di Kantor Wilayah Kementerian Agama di Jawa Timur, akhir tahun lalu. Haris mendaftar sebagai calon Kepala Kantor Wilayah Provinsi Jawa Timur, sementara Muafaq ingin berkompetisi menjadi Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gresik. “Ada komunikasi antara ketiganya dan pihak lain dalam pencalonan itu,” katanya.
Haris dan Muafaq menghubungi Romy diduga untuk memenangkan proses seleksi itu. Komunikasi itu berlanjut. Pada 6 Februari 2019, Haris berkunjung ke rumah Romy. Antara Haris dan Romy sudah terikat komitmen untuk meloloskan Haris sebagai Kepala Kantor Wilayah di Jawa Timur. Di sana, Haris menyerahkan uang Rp 250 juta. “Ini diduga suap pertama,” ucap Syarif.
Komitmen itu nyaris buyar. Pada pertengahan Februari 2019, panitia seleksi mengumumkan tiga calon Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur. Nama Haris tidak ada. Haris diperkirakan tak lolos karena tercatat pernah mendapat hukuman disiplin. Lewat lobi-lobi berikutnya, Romy diduga menyulap nama ketiga kandidat.
Nama Haris akhirnya lolos sebagai kandidat Kepala Kantor Wilayah. Proses selanjutnya berjalan lancar dan Menteri Lukman melantik Haris sebagai Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur pada 5 Maret 2019, atau sepuluh hari sebelum operasi tangkap tangan KPK.
Romy diam seribu bahasa saat menghadapi wartawan di Surabaya dan saat tiba di gedung KPK pada Jumat malam, 15 Maret lalu. Ia mulai buka suara pada Sabtu siang, 16 Maret lalu. “Saya merasa dijebak,” katanya kepada wartawan saat keluar dari gedung KPK dengan mengenakan rompi tahanan KPK berwarna oranye.
Ia juga membagikan fotokopi dua lembar surat kepada wartawan saat itu. Surat yang ditulis tangan itu menyebutkan Romy mendapatkan informasi dari penyelidik bahwa KPK sudah membuntutinya selama beberapa bulan belakangan. Ia sangat meyakini penangkapan itu adalah jebakan. Pertemuan di Hotel Bumi Surabaya, menurut dia, adalah atas dasar permohonan silaturahmi yang terbuka. “Niat baik ini menjadi petaka,” ia menuliskan di surat itu.
Laode Muhammad Syarif menyebutkan penangkapan Romy bukan jebakan. Tim KPK, kata dia, tidak ada yang berpura-pura menjadi tamu Romy. “Pertemuan itu dihadiri orang-orang mereka sendiri,” ujarnya.
Di dalam surat itu, Romy berjanji menjalani proses pemeriksaan KPK dengan sebaik-baiknya. Ia juga menyampaikan permohonan maaf kepada semua kader dan pengurus PPP, termasuk kepada Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Romy adalah bagian dari tim kampanye itu. Penangkapan ini, kata dia, adalah risiko sebagai public figure yang menjadi tumpuan aspirasi tokoh agama dan tokoh-tokoh di daerah.
MUSTAFA SILALAHI, LINDA Trianita, ANTON APRIANTO, DEWI NURITA, ANDITA RAHMA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo