Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Akhir Karier Si Pembawa Tas

Merebut jabatan Ketua Umum PPP dari Suryadharma Ali, yang tersandung korupsi, Romahurmuziy terancam kehilangan posisi di partainya setelah terjerat suap. Disebut-sebut dalam sejumlah kasus.

16 Maret 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Muhammad Romahurmuziy saat pembukaan Rapat Pimpinan Nasional IV dan Workshop Nasional Partai Persatuan Pembangunan di Jakarta, 26 Februari 2019.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dengan gebyok jati di pagar depan hingga pintu utama, rumah Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Muhammad Romahurmuziy di Jalan Batu Ampar III, Kramat Jati, Jakarta Timur, kentara menganut gaya Jawa. Di ruang depan, tempat Romahurmuziy biasa menerima tamu, berderet sofa berkelir cokelat di kedua sisi ruangan. Di salah satu sisi dinding ruangan berukuran 10 x 3 meter itu tergantung potret diri Romahurmuziy. Di pojok kanan, ada lemari jam dari jati dengan tatahan ukiran.

Di bagian tengah rumah dua lantai itu terdapat sebuah kolam ikan koi yang dikelilingi taman kecil. Di rumah itu juga ada tempat parkir bawah tanah dengan tangga langsung ke lantai dua. Di sudut lain, ada pintu yang terhubung ke rumah sebelahnya. Menurut mantan politikus Partai Persatuan Pembangunan, Abraham Lunggana, rumah di sebelah itu telah dibeli Romahurmuziy. “Padahal dulu dia tinggal di gang,” ujar Lunggana, yang biasa dipanggil Lulung, Jumat, 15 Maret lalu.

Lulung adalah Ketua Dewan Pimpinan Wilayah PPP DKI Jakarta di zaman Suryadharma Ali menjabat ketua umum sekaligus loyalis mantan Menteri Agama itu. Dulu ia cukup akrab dengan Romahurmuziy, yang karier politiknya melejit pada era Suryadharma. Pada 2018, Lulung hengkang dari partai Ka’bah dan berlabuh ke Partai Amanat Nasional lantaran ogah mendukung pasangan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017. Pada putaran kedua pemilihan, PPP mendukung Basuki-Djarot, bukan Anies Baswedan-Sandiaga Uno.

Menurut Lulung, Romahurmuziy menapak karier dari bawah meskipun dia cicit salah seorang pendiri Nahdlatul Ulama, Kiai Abdul Wahab Hasbullah, yang juga pencipta mars Nahdlatul Ulama, Ya Lal Wathon. Di dunia politik, mula-mula Romahurmuziy menjadi tenaga ahli Suryadharma Ali, yang menjabat anggota Dewan Perwakilan Rakyat pada 1999-2004. “Dia tukang bawa tasnya Suryadharma,” kata Lulung.

Romahurmuziy mengenal Suryadharma melalui orang tuanya. Ibunya, Umroh Machfudzoh, pernah menjadi Ketua Dewan Pimpinan Wilayah PPP Yogyakarta dan anggota DPR. Ayahnya, Tolchah Mansoer, adalah pendiri Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama dan mantan anggota DPR dari Partai NU.

Saat Suryadharma Ali diangkat menjadi Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil pada 2004 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Romahurmuziy turut diboyong. Pria kelahiran 1974 itu dipercaya oleh Suryadharma menjadi anggota staf ahlinya. Pada 2009, ia tak lagi mendampingi Suryadharma. Lulusan Institut Teknologi Bandung itu melaju ke Senayan dari daerah pemilihan Jawa Tengah VII sebagai anggota DPR dari PPP. Pada tahun yang sama, Suryadharma dilantik sebagai Menteri Agama di Kabinet Indonesia Bersatu jilid II.

Lolos ke Senayan, karier politik Romahurmuziy terus melejit. Ia pernah menjadi Sekretaris Fraksi PPP serta Ketua Komisi IV DPR yang membidangi pertanian, kehutanan, pangan, dan kelautan. Ia pun pernah duduk sebagai anggota Badan Anggaran DPR. Pada 2014, untuk kedua kalinya Romahurmuziy melaju ke DPR.

Melalui Muktamar PPP VII di Bandung yang diadakan pada 2011, Romahurmuziy terpilih sebagai Sekretaris Jenderal PPP dalam kepengurusan Suryadharma Ali. Tapi kongsi mereka pecah setelah pemilihan presiden 2014. Romahurmuziy mengkudeta Suryadharma dengan menggelar musyawarah nasional di Surabaya yang memilihnya sebagai ketua umum. Sedangkan kubu Suryadharma menggelar munas tandingan di Jakarta dan memilih Djan Faridz sebagai ketua umum.

Menurut Lulung, sebelum tersandung dugaan suap jual-beli jabatan di Kementerian Agama dan ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, Romahurmuziy dilaporkan ke penegak hukum dalam kasus lain. Pada 2014, misalnya, ia diadukan ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta dengan tuduhan terlibat kasus pengadaan 7.000 lampu perangkap hama di Kementerian Pertanian.

Kelompok massa yang menamakan diri Jaringan Masyarakat Peduli Petani pernah mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi dengan membawa spanduk bertulisan “KPK Tangkap dan Penjarakan Romy”. Waktu itu, kepada sejumlah wartawan, Romahurmuziy membantah terlibat. Yang terbaru, nama Romahurmuziy disebut dalam dakwaan bekas pejabat Kementerian Keuangan, Yaya Purnomo, dalam suap pengurusan Dana Alokasi Khusus. Yaya adalah karib Romahurmuziy sejak zaman kuliah.

KPK memeriksa Romahurmuziy pada 23 Agustus 2018. Ia dimintai keterangan terkait dengan penyitaan duit Rp 1,4 miliar di rumah Wakil Bendahara Umum PPP Puji Suhartono. Setelah diperiksa, Romahurmuziy mengatakan tidak tahu asal-usul uang tersebut. “Saya tidak tahu karena yang bersangkutan menjalankan bisnis di luar urusan partai,” ucapnya.

Dalam pertemuan terakhir dengan Tempo pada Kamis, 28 Februari lalu, di Hotel Mercure, Kemayoran, Jakarta, Romahurmuziy mengatakan kerap membantu Presiden Joko Widodo dalam menyelesaikan persoalan yang terkait dengan Islam. Misalnya, ia mengaku kerap menyambangi kiai di berbagai daerah untuk menangkis fitnah terhadap Jokowi. Dalam kesempatan yang lain, Romahurmuziy mengklaim sebagai orang yang pertama-tama mewacanakan Ma’ruf Amin, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia, sebagai calon wakil Jokowi.

Dekat dengan kekuasaan dan menjadi ketua umum partai pada usia sekitar 40 tahun pada 2014, Romahurmuziy pernah mengatakan bahwa karier politiknya masih panjang. Ia berharap perjalanannya di dunia politik mulus tanpa rintangan. “Saya enggak mau karier saya mati muda,” ujar Romahurmuziy.

Tampaknya, harapan tersebut menjauh. Setelah Romahurmuziy ditangkap KPK, posisinya di partai pun terancam. Anggota Majelis Tinggi PPP, Hasrul Azwar, mengatakan sejumlah politikus senior PPP sedang membicarakan rencana pergantian ketua umum hingga Jumat Malam, 15 Maret lalu. Pada Sabtu sore, PPP mengumumkan Suharso Monoarfa sebagai pelaksana tugas ketua umum. “Kami sedang membahas siapa kira-kira penggantinya,” kata Hasrul.

DEVY ERNIS, RAYMUNDUS RIKANG

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Devy Ernis

Devy Ernis

Bergabung dengan Tempo sejak April 2014, kini staf redaksi di Desk Nasional majalah Tempo. Memimpin proyek edisi khusus perempuan berjudul "Momen Eureka! Perempuan Penemu" yang meraih penghargaan Piala Presiden 2019 dan bagian dari tim penulis artikel "Hanya Api Semata Api" yang memenangi Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2020. Alumni Sastra Indonesia Universitas Padjajaran.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus