Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Zaman Jahiliah Jual-Beli Posisi

Praktik dagang jabatan di Kementerian Agama ditengarai sudah berlangsung lama. Diduga melibatkan orang-orang Partai Persatuan Pembangunan.

16 Maret 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Muhammad Romahurmuziy mengenakan masker dan topi di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Jumat, 15 Maret 2019./TEMPO/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Abdul Halim Asahan tidak akan melupakan peristiwa yang terjadi pada 21 Desember 2017. Ketika itu, namanya masuk daftar kandidat tiga besar yang akan dipilih Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin sebagai Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Barat. Dua kandidat lain adalah Sarmadan Siregar, Kepala Kantor Kementerian Agama Sibolga, Sumatera Utara, dan Hendri, Kepala Kantor Kementerian Agama Agam, Sumatera Barat.

Dosen Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta itu makin sumringah karena namanya tercatat dengan skor paling tinggi. Abdul Halim bersama puluhan peserta lain mengikuti seleksi ini sejak Juli 2017, dari tes administrasi hingga tahap wawancara. Namun kebahagiaan Abdul hanya bertahan beberapa jam. “Entah kenapa sorenya sudah ada pemberitahuan nama yang terpilih oleh Menteri Agama,” ujarnya pada Sabtu, 16 Maret lalu.

Abdul Halim tak habis pikir karena pemilihan itu begitu cepat, berlangsung hanya beberapa jam dari pengumuman tiga kandidat terakhir. Kandidat yang terpilih itu adalah Hendri. Keesokan harinya, kata dia, Hendri langsung dilantik sebagai Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Sumatera Barat. “Ini tidak masuk akal. Semestinya tiga nama itu diseleksi dulu oleh Menteri Agama. Ini seperti sudah disiapkan sejak awal,” ujarnya, geram.

Salah seorang kerabat Abdul Halim mengatakan, saat seleksi berlangsung, ada sejumlah orang yang mengatasnamakan pengurus Partai Persatuan Pembangunan menawarkan bantuan. Abdul dijanjikan bakal mulus menjadi Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Sumatera Barat asalkan bersedia menyetor Rp 1,5 miliar. Pengurus PPP ini bahkan berjanji mempertemukan dengan Ketua Umum PPP Muhammad Romahurmuziy dengan syarat membayar uang muka Rp 500 juta lebih dulu. Menteri Lukman juga berasal dari PPP. Tapi Abdul menampiknya.

Abdul Halim membenarkan memang pernah dihubungi pengurus PPP saat mengikuti seleksi Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Sumatera Barat, tapi ia menolak menjelaskan lebih jauh. “Intinya, ada yang orang yang mengatasnamakan pengurus PPP menghubungi saya saat itu,” katanya.

Pemilihan ini masuk radar Komisi Pemberantasan Korupsi. Bahkan tim KPK turun ke lapangan pada akhir 2017 karena mengendus ada transaksi suap dalam pemilihan. Tapi tim batal melakukan operasi tangkap tangan karena kehilangan jejak orang yang menjadi sasaran. Ketua KPK Agus Rahardjo tak menyangkal soal ini. “Kami sudah lama memantau praktik ini,” ujarnya.

Pada Jumat, 15 Maret lalu, tim KPK menggulung Ketua Umum PPP yang juga anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 2014-2019, Muhammad -Romahurmuziy, dan lima orang lain. Dua di antaranya Haris Hasanuddin, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur, dan Muhammad Muafaq Wirahadi, Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gresik, Jawa -Timur.


Menurut salah seorang pengurus PPP, praktik jual-beli jabatan di Kementerian Agama juga diduga terjadi di Sumatera Utara. Posisi yang diperdagangkan saat itu adalah eselon III dan eselon II. Untuk pejabat eselon III di tingkat kabupaten/kota, kata dia, tarifnya Rp 500-700 juta. Sedangkan tarif jabatan eselon II di tingkat wilayah/provinsi sebesar Rp 2,5­-4 miliar.


Mereka terjaring operasi tangkap tangan karena baru saja melakukan transaksi suap jual-beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama. Total uang suap yang disita Rp 156 juta. Keesokan harinya, Komisi menetapkan Romy—sapaan Romahurmuziy—sebagai tersangka penerima suap serta Haris dan Muafaq sebagai tersangka pemberi suap. Ketiganya langsung dikalungi rompi tahanan oleh komisi antikorupsi.

Menurut salah seorang pengurus PPP, praktik jual-beli jabatan di Kementerian Agama juga diduga terjadi di Sumatera Utara. Posisi yang diperdagangkan saat itu adalah eselon III dan eselon II. Untuk pejabat eselon III di tingkat kabupaten/kota, kata dia, tarifnya Rp 500-700 juta. Sedangkan tarif jabatan eselon II di tingkat wilayah/provinsi sebesar Rp 2,5--4 miliar.

Dalam perdagangan jabatan ini, menurut sumber tersebut, diduga ada keterlibatan orang-orang PPP pusat dan wilayah Sumatera Utara. Mereka bisa memanggil para kandidat untuk mengisi kantor wilayah dan menawarkan tarif. Tiap kandidat, kata sumber ini, bisa dikenai tarif Rp 2,5 miliar. Ada juga syarat lain, yakni mereka meminta bisa mengatur proyek dan mutasi pegawai di wilayah tersebut.

Posisi pejabat tinggi Kementerian Agama di tingkat provinsi ataupun kabupaten/kota memang menggiurkan. Kepala kantor wilayah dan kepala kantor di tingkat kota/kabupaten mempunyai kewenangan dalam membawahkan lembaga pendidikan dan satuan tugas. Dalam pembagian anggaran di Kementerian Agama, alokasi terbesarnya untuk Direktorat Jenderal Pendidikan Islam.

Dana ini kemudian didistribusikan ke lembaga pendidikan Islam negeri dan swasta yang mayoritas di bawah kewenangan kantor wilayah dan kantor setingkat kabupaten/kota tersebut. Misalnya, Kementerian Agama mendapat anggaran Rp 60 triliun, Rp 50 triliun di antaranya dialokasikan untuk lembaga pendidikan tersebut.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat PPP Koordinator Wilayah Sumatera Utara-Aceh Hasan Husairi Lubis membantah ada pengurus partainya yang melakukan praktik jual-beli jabatan di Kementerian Agama. Dia mengatakan promosi dan mutasi di Kementerian Agama ada mekanismenya melalui penilaian berjenjang. “Itu fitnah,” ucapnya.

Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Sumatera Utara Iwan Zulhami juga membantah ada tawaran jual-beli jabatan seharga Rp 2,5 miliar itu. “Allahu Akbar, itu tidak benar. Lillahi ta’ala, sumpah,” ujar Iwan.

Kementerian Agama memang menerapkan assessment dalam setiap proses promosi jabatan. Namun sistem ini kadang digunakan sebagai kamuflase seakan-akan manajemen sumber daya manusia di sana bagus, tapi sudah ditentukan sebelumnya mengenai siapa saja yang bakal dipromosikan atau mengisi posisi tertentu. “Faktanya harus melalui persetujuan yang berkuasa,” kata -Mochammad Jasin, mantan Inspektur Jenderal Kementerian Agama.

Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi ini dilantik sebagai Inspektur Jenderal Kementerian Agama pada Agustus 2012 atau pada era Menteri Suryadharma Ali. Ia kemudian pensiun dari kementerian tersebut pada pertengahan Januari 2017. Setelah pensiun, Jasin masih berhubungan dengan sejumlah anak buahnya di Inspektorat Jenderal Kementerian Agama. Termasuk setelah penangkapan Romy.

Sejumlah pesan WhatsApp dari pegawai Kementerian Agama, misalnya, masuk ke telepon seluler Mochammad Jasin pada Jumat pagi, 15 Maret lalu. Isinya merespons operasi tangkap tangan Romy. Pegawai itu menyebutkan, setelah Jasin pensiun sebagai Inspektur Jenderal Kementerian Agama pada Januari 2017, kementerian tersebut malah mengalami kemunduran. “Kondisi Kementerian Agama jadi berubah seperti pasar bebas yang penuh transaksi,” ucap Jasin menirukan isi pesan dari pegawai itu pada Jumat, 15 Maret lalu.

Pegawai Kementerian Agama itu miris terhadap kondisi lembaganya. Jual-beli jabatan diduga terjadi di tingkat kabupaten/kota, provinsi, hingga pusat. Bahkan terang-benderang ada orang yang bermasalah tapi justru dipromosikan menempati posisi strategis. Menurut pegawai tadi, inspektur jenderal menjadi kunci penting dalam menjaga integritas kementerian. “Kondisi Kementerian Agama kembali ke zaman jahiliah,” ujar pegawai tersebut kepada Jasin.

LINDA TRIANITA, MUSTAFA SILALAHI, ANDRI EL FARUQI (PADANG)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Linda Trianita

Linda Trianita

Berkarier di Tempo sejak 2013, alumni Universitas Brawijaya ini meliput isu korupsi dan kriminal. Kini redaktur di Desk Hukum majalah Tempo. Fellow program Investigasi Bersama Tempo, program kerja sama Tempo, Tempo Institute, dan Free Press Unlimited dari Belanda, dengan liputan mengenai penggunaan kawasan hutan untuk perkebunan sawit yang melibatkan perusahaan multinasional. Mengikuti Oslo Tropical Forest Forum 2018 di Norwegia.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus