Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satu kamar di lantai dua rumah di Jalan Aceh Nomor 97, Bandung, itu sarat benda-benda berciri budaya pop Jepang. Di rak, berjejer puluhan action figure Gundam. Sedangkan kaset game Nintendo, cakram padat PlayStation, dan console game dalam kotak kardus mengisi penuh lebih dari lima lemari kecil dan besar. Sebagian lagi ditumpuk di atas lemari hingga menyentuh plafon.
Di dekat jendela, tampak sebuah televisi layar datar Sony ukuran 40-an inci diapit sound system bermerek sama. Suaranya menggelegar saat pemilik kamar, Gde Adithya Mahendra Rai, 33 tahun, menjajal bergantian sejumlah console game dan online game. Terlebih saat ia memainkan game Guitar Heroes dan mengikuti permainan gitaris Metallica, Kirk Hammet, yang sedang berkonser.
Bekas model, Jajaka Bandung, serta atlet kendo dan senam artistik itu menjadikan kamarnya sebagai ruang kerja sekaligus tempat main game. Adithya memperkirakan koleksi game-nya lebih dari 500 permainan, termasuk sejumlah game bajakan yang dibeli saat SMA namun kini sudah dibuang. "Game zaman dulu sudah enggak bisa dipakai di komputer sekarang," katanya.
Adithya memang penggila game. Dia satu di antara jutaan orang yang menjadikan permainan elektronik itu sebagai napas hidupnya. Ia bukan seperti para pemain game di warnet. Kegilaannya benar-benar meliputi seluruh kehidupannya. Jika tak sedang di kamar, dia tetap bisa memainkan game lewat PlayStation portabel yang dimilikinya.
Game elektronik mulai mewabah pada 1980-an ketika dua perusahaan console Jepang, Nintendo dan Sega, mulai merilis video game. Permainannya kala itu masih sederhana, grafisnya kotak-kotak. Jauh dari game tiga dimensi seperti sekarang ini. Meski demikian, dengan segala kesederhanaannya, sejak saat itu game elektronik mulai mendunia. Dan sejak itu pula, sejumlah orang mulai fanatik dengan game.
Adithya mulai gila bermain game saat duduk di sekolah dasar. Koleksi pertamanya hadiah dari orang tua berupa console game merek Philips, yang disimpannya di lemari. Game pertamanya: Packman. Menginjak usia SMP dan SMA, koleksi game-nya bertambah, seperti game watch, Atari, Nintendo, PlayStation, dan X Box. Total kini ada 40 console game yang hampir semuanya telah tamat dimainkan. Tiap console punya puluhan game.
Saat masih bersekolah, kegilaannya main game membikin marah orang tuanya. Mereka mengancam akan membuang semua game di kamar Adithya kalau tak naik kelas. Walau akhirnya tak pernah tinggal kelas, tiap kali menjelang pembagian rapor ia selalu siap-siap. "Saya sembunyikan semua game di tempat lain," kata konsultan entertainer Jepang itu.
Kini ia hanya main game setiap hari di luar jam kerja. Minimal satu jam, biasanya mulai pukul 6 petang. Kalau keasyikan, sering kali sampai begadang hingga baru tidur pukul 2 atau 3 dinihari dan bangun agak siang. "Istri saya sudah maklum," katanya.
Biasanya, para penggila game ini punya ketertarikan pada genre tertentu. Adithya, misalnya, fokus pada game buatan Jepang. "Pembuatnya masih memikirkan cerita, dan game play-nya juga bagus," ujar lulusan Desain Komunikasi Visual ITB pada 2002 itu.
Adithya tak suka game buatan Amerika dan Eropa, yang hanya mengutamakan grafis atau tampilan visual. Adapun game buatan Indonesia dinilainya belum punya cerita yang kuat dan masih banyak tampil sebagai aplikasi mobile game.
Seminggu sekali, beberapa kawannya di komunitas penggemar budaya pop Jepang di Bandung kumpul di kamarnya untuk bermain game bersama. Game yang dimainkan biasanya jenis console dan online.
Kegilaan terhadap console game juga menghinggapi Wisnu Wardhana. Vice president pada Financial Institution Bank Danamon Indonesia ini memiliki ruang khusus berukuran 7,5 x 5 meter di lantai dua rumahnya di daerah Rawamangun, Jakarta Timur. Dengan layar lebar 110 inci pemberian kakak iparnya, ruang kedap suara itu menjadi surga bagi Wisnu.
Saat siang, ruang nge-game ini terkadang berubah menjadi bioskop pribadi sang istri, Kunti Ramelan Wardhana. "Kalau weekend, kadang dipakai anak dan ponakan main. Mereka sukanya main Halo 3," katanya, menunjuk Mika Wardhana, 5 tahun, dan Angga, 7 tahun, keponakan yang tinggal bersamanya.
Terkadang teman dan kerabatnya juga datang ke rumah khusus bertanding nge-game di situ. "Saya bekerja keras, kenapa saya enggak catch-up? Prinsip saya kan work hard, play hard," ujarnya.
Wisnu lebih suka memakai permainan orisinal. Permainannya kebanyakan tentang sepak bola dan perang, antara lain Winning Eleven dari 2009 sampai 2013, Call of Duty, NBA 2013, Halo 3, dan Games of Tom Clency. "Biasanya, permainannya belum di-launching, saya sudah pesan duluan," katanya sambil menunjukkan Winning Eleven 2013 yang didapatkan sebelum peluncuran.
Agar tidak ketinggalan permainan baru, Wisnu kerap mencari tahu di situs Konami, Electronic Art, dan World Gaming Magazine. Dia juga aktif menengok lini masa pada akun Twitter, @gamespot. "Kadang di situ ada resensi game terbaru," kata pria yang mulai gila game sejak 1997 ini.
Nge-game juga menjadi bagian dari denyut kehidupan Bagus Wirahadi Sutana. Begitu ke selasar lantai dua di rumahnya di Jalan Cisebe 14, Bandung, pria 27 tahun itu langsung menyalakan televisi LG 43 inci, lalu console dan cakram padat siap dimainkan. Ada lebih dari 200 game, seperti untuk Nintendo Wii dan Play Station 2 sampai 3. Ada juga gadget console berupa drum, gitar, dan keyboard ukuran kecil seperti mainan dekat jendela.
Staf Bulog Bandung yang masih lajang itu menempatkan koleksi game-nya di tiga tempat dengan apik. Sekitar 60 game asli, termasuk edisi terbatas, dipajang di rak kaca, seperti seri game Final Fantasy kesukaannya. Adapun rak kayu seukuran layar televisinya khusus diisi game-game bajakan seharga Rp 5.000-10.000 per keping. "Bajakan itu yang suka dipakai main. Kalau yang original, untuk koleksi pajangan," kata lulusan D-3 Teknik Informatika Universitas Padjadjaran itu. Ruang bermain game itu makin semarak oleh puluhan action figure Final Fantasy dan Disney yang berderet di lemari kaca.
Suka main game sejak di sekolah dasar, Bagus awalnya sering menumpang main ke rumah teman dan tetangga. Karena sering berjam-jam tak pulang lantaran keasyikan, orang tuanya membelikan dia game Nintendo ketika kelas IV SD pada 1994. Sejak itu, anak sulung dari empat bersaudara tersebut suka main game Mario Bross dan Don King Kong, sepulang sekolah hingga sore.
Ketika SMA, ia berkenalan dengan game Final Fantasy. Saat itu seri IX yang pertama dimainkannya, hasil pinjaman dari paman. Dia makin suka karena cerita dan game play Final Fantasy yang kini telah mencapai seri XIII itu dinilainya keren. Untungnya, nilai sekolahnya selalu masuk peringkat 10 besar sehingga hobinya tak dipermasalahkan orang tuanya.
Saat kuliah, keranjingannya bermain game makin gila. Tak puas main di rumah, ia dan kawan kuliahnya sering datang ke warung Internet untuk main online game Ragnarok. "Beberapa kali sampai menginap semalaman di warnet," katanya.
Hobinya itu baru berhenti setelah pemberlakuan voucher untuk main online game itu, yang pada awalnya gratis. Misalnya, harus beli voucher Rp 20 ribu untuk bisa main 8 jam. Ditambah biaya sewa Internet di warnet yang dipaketkan, sekali main ia harus siapkan Rp 30 ribu. Karena berat di saku mahasiswa, Bagus memilih kembali nge-game di rumah. "Seminggu sekali di akhir pekan, suka main game bareng teman-teman di rumah," ujarnya.
Menjadi penggila game memang butuh modal yang tak sedikit. Biaya terbesar biasanya dikeluarkan untuk membeli perangkat keras. Para penggila game tidak puas hanya memakai komputer atau televisi sekenanya. Mereka menambahnya dengan berbagai aksesori untuk meningkatkan kemampuan komputer, atau menggabungkan console dengan home theater sehingga atmosfer dalam permainan benar-benar terasa.
Wisnu Wardhana membangun tempat khusus untuk nge-game yang megah di rumahnya. Di dalam ruangan 7,5 x 5 meter yang kedap suara dan berpenyejuk udara, kenyamanan bermain game terasa dengan empat kursi empuk untuk bersantai. Selain layar lebar 110 inci, ada lima sound system. Tiga di depan, dua di belakang, plus 1 subwoofer atau 5 point 1. "Kalau buat nge-game, 5.1 sudah bisa. Tapi kalau untuk film, sebaiknya 7.1. Jadi, kalau kita main perang-perangan, di samping kiri-kanan kita terasa benar-benar di medan peperangan," katanya.
Harga perangkat sound system itu bisa bikin merinding. Untuk sepasang speaker di kanan-kiri bagian depan, Wisnu berani merogoh sekitar Rp 27 juta. Itu belum termasuk tiga speaker lain dan satu subwoofer yang harganya mencapai Rp 12 juta.
Di kamar khusus itu, ada dua proyektor yang terdiri atas proyektor 3 dimensi serta proyektor biasa dengan harga Rp 19 juta dan Rp 11 juta. Wisnu biasa memainkan XBox console game dan PlayStation3 yang masing-masing senilai Rp 3 juta. "Dulu ada Wii, tapi jarang dipakai, sudah saya hibahkan ke keponakan," ujarnya. "Paling yang main Wii saya," Kunti menimpali.
Ia menambahkan receiver, yang berfungsi sebagai prosesor game, senilai Rp 11 juta. Jika ditotal, nilai perangkat permainannya itu lebih dari Rp 100 juta!
Wisnu biasanya berburu perangkat permainan melalui eBay, Kaskus, atau membeli langsung di Amerika Serikat. Receiver adalah contoh perangkat yang ia beli melalui eBay. Semua permainannya sudah wireless (tanpa kabel). "Lebih aman."
Selain soal perangkat keras, ada pengeluaran rutin untuk membeli game yang tak habis-habisnya muncul. Adithya Mahendra, misalnya. Setiap bulan selalu ada game pilihan yang menambah koleksinya. Semuanya harus game asli, buatan Jepang, bisa baru atau bekas. Pembelian biasanya lewat belanja online. Anggarannya per bulan Rp 3 juta. Belum termasuk biaya sambungan Internet kencang per bulan Rp 1,2 juta.
Anggaran itu bisa bertambah jika ada console game baru yang keluar 4-5 tahun sekali. Selain menunggu kiriman, ia kerap terbang ke Jepang untuk mendapatkan idamannya. Misalnya, saat peluncuran Play Station-3 pada 2005, Adithya rela antre dan camping di depan toko game di Distrik Akihabara, Tokyo, dari pukul enam sore hingga toko buka pukul sembilan pagi.
Kebiasaan lain dalam perburuan di Jepang adalah mencari game-game bekas pakai namun kondisinya masih baik. Menurut Adithya, orang Jepang, sehabis game-nya tamat, sering menjual game miliknya. "Mereka tak bisa koleksi seperti saya karena rumahnya kecil-kecil," katanya.
Adithya memang suka membantu kenalannya yang ingin mencari game bekas seperti itu. Tapi dia sendiri pantang menjual koleksinya. "Saya mau mendirikan museum di rumah saya sendiri nanti," ujarnya.
Adapun Bagus Wirahadi maksimal menghabiskan Rp 1 juta untuk memburu game-game incaran. Biasanya, ia suka berbelanja game bekas tapi masih bagus, yang ditandai dengan banyak bintang dari e-Bay. Barang buruannya game-game edisi terbatas bergenre action dan RPG (role playing game), seperti Kingdom Hearts dan Dissidia Final Fantasy. "Beli second karena susah dapat yang baru dan lebih murah," katanya.
Harga game bekas edisi terbatas itu berkisar Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta. Adapun game asli bekas yang biasa, bukan edisi terbatas, sekitar Rp 100-300 ribu. Harga itu lebih miring separuhnya dari harga di mal elektronik.
Agar sakunya tak tekor, Bagus biasanya menjual koleksi game asli satu per satu seharga Rp 250 ribu per buah. Penjualannya di Kaskus atau ke temannya langsung yang berminat. Hasilnya dipakai untuk menambah pembelian game bekas edisi terbatas yang berharga di kisaran Rp 400 ribu sampai Rp 500 ribu.
Koleksi mainan Wisnu yang mantan atlet renang nasional ini ada ratusan. Tapi belakangan sebagian koleksinya dihibahkan ke keponakan dan temannya. Yang tersisa hanya puluhan yang masih setia dimainkannya. "Biarpun permainan selalu berkembang, yang usianya dua tahunan masih suka saya mainin lagi," ia menjelaskan.
Yang jelas, tutur Wisnu, kegilaannya pada permainan saat ini adalah untuk membayar masa kecil hingga remajanya yang terampas lantaran harus berlatih renang. "Dulu saya selalu berpikir, coba punya game boy," katanya.ANWAR SISWADI | ISTIQOMATUL HAYATI | NATALIA SANTI
Game Terlaris Sedunia
Dalam rentang sepekan (14-20 Oktober 2012), game Pokemon Black/White Version 2 untuk console Nintendo DS meraih total penjualan sebanyak 504.920 kopi. Ini menjadikannya game paling laris sedunia versi VGChartz (www.vgchartz.com), firma riset dan business intelligent spesialis industri game yang berpusat di Bromsgrove, West Midlands, Inggris. Game yang pertama kali diluncurkan di Jepang pada 23 Juni 2012 ini mengalahkan FIFA 13 untuk console PlayStation 3 (terbit pertama 25 September 2012), yang dalam sepekan itu terjual 233.222 kopi di seluruh dunia. Sedangkan Dishonored untuk Xbox 360, yang baru diluncurkan 9 Oktober lalu, bertengger di posisi tiga besar, terjual 152.780 kopi.
10 Terlaris Sepekan Ini:
No | Console | Nama game | Penjualan sepekan (kopi) | Total penjualan sejak diluncurkan (kopi) |
1 | DS | Pokemon Black/White Version 2 | 504.920 | 4.721.091 |
2 | PS3 | FIFA 13 | 233.222 | 3.800.390 |
3 | X360 | Dishonored | 152.780 | 628.389) |
4 | X360 | FIFA 13 | 145.320 | 2.853.379) |
5 | Wii | Just Dance 4 | 135.986 | 344.851 |
PS3 | Dishonored | 113.228 | 444.835 | |
7 | PS3 | Resident Evil 6 | 112.357 | 1.809.287 |
8 | 3DS | New Super Mario Bros. 2 | 95.962 | 2.787.096 |
X360 | Doom 3 BFG Edition | 84.544 | 84.544 | |
10 | PSP | Little Battlers eXperience W | 80.132 | 80.132 |
Terlaris 5 Tahun Terakhir
Tahun | Judul | Total penjualan |
2012 | Pokemon Black/White Version 2 (DS) | 4.721.091 (sampai 20 Oktober) |
2011 | Call of Duty: Modern Warfare 3 (X360) | 12.572.486 |
2010 | Wii Sports (Wii) | 15.218.276 |
2009 | Wii Sports (Wii) | 18.788.738 |
2008 | Wii Sports (Wii) | 21.842.013 |
2007 | Wii Sports (Wii) | 14.794.664 |
Terlaris Berdasarkan Peranti
Game Wii Sports, yang dikembangkan oleh Nintendo EAD untuk console Nintendo Wii, menjadi game paling laris sepanjang masa. Terjual 76 juta kopi dan dapat bertahan selama lima tahun di puncak daftar VGChartz. Game ini juga meraih banyak penghargaan. Hanya Tetris, permainan yang populer pada era 1980-an untuk telepon seluler, yang bisa mengalahkan Wii Sports. Tetris yang berbayar diperkirakan terjual 100 juta kopi. Dan yang fenomenal adalah Angry Birds versi yang diunduh gratis. Diperkirakan ada satu miliar unduhan.
Peranti | Judul (tahun terbit pertama) | Total terjual |
Xbox | Halo 2 (2004) | 8 juta kopi |
Xbox 360 | Kinect Adventures (2010) | 18 juta |
Nintendo | Super Mario Bros (1985) | 40,24 juta |
Super Nintendo | Super Mario World (1990) | 20,6 juta |
Nintendo 64 | Super Mario 64 (1996) | 11,62 juta |
Nintendo GameCube | Super Smash Bros. Melee (2001) | 7,09 juta |
WiiWii | Sports (2006) | 79,6 juta |
Nintendo DSNew | Super Mario Bros. (2006) | 20,09 juta |
Nintendo 3DS | Super Mario 3D Land (2011) | 5,84 juta |
PlayStation | Gran Turismo (1997) | 10,85 juta |
PlayStation 2 | Grand Theft Auto: San Andreas (2004) | 17,33 juta |
PlayStation 3 | Gran Turismo 5 (2010) | 7,43 juta |
PlayStation Portable | Monster Hunter Portable 3rd (2010) | 4,12 juta |
Komputer pribadi | The Sims 2 (2004) | 20 juta |
Telepon seluler berbayar | Tetris (1984) | 100 juta |
Ponsel gratis | Angry Birds series (2009) | 1 miliar |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo