Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Lemah Bukti di Jerat Korupsi

Pekan ini pengadilan akan menjatuhkan vonis untuk Dhana Widyatmika, pegawai pajak yang didakwa melakukan korupsi. Jaksa berkukuh bukti-bukti yang mereka ajukan kuat.

4 November 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DATANG bersama ibunya, bocah dua tahun itu berlari riang ke arah Dhana Widyatmika. Sore itu, tersangka korupsi ini tengah asyik ngobrol bersama sejumlah pengacaranya di lantai dasar gedung Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Melihat anak laki-lakinya, Dhana langsung berlari menyambutnya. Istri Dhana, Dian Anggraeni, tersenyum menyaksikan ayah-anak itu berpelukan.

Rabu pekan lalu itu, Dhana tengah menanti giliran sidang. Sejak awal Juli lalu, ia menjadi pesakitan di pengadilan korupsi karena terbelit dugaan korupsi dan pencucian uang. Agenda sidang hari itu: mendengar sanggahan jaksa atas pleidoinya. Sejak ditahan di Rumah Tahanan Salemba tujuh bulan lalu, pria 38 tahun itu hanya bisa bertemu dengan anak semata wayangnya setiap kali persidangannya digelar.

Setelah membacakan pleidoi pribadinya Senin pekan lalu, pegawai pajak golongan III-C (nonaktif) pada Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta ini mengaku sedikit lega. Nota pembelaan setebal 30 halaman disusun sendiri oleh Dhana untuk menangkal tuntutan jaksa, yang meminta hakim menghukumnya 12 tahun penjara. "Saya terenyak mendengar tuntutan itu," katanya kepada Tempo.

Kasus yang dituduhkan itu terjadi ketika dia bertugas di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak. Awalnya, sepanjang 2005-2010, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menemukan Rp 19,9 miliar pada 13 rekening Dhana di tujuh bank. Jumlah itu tak masuk akal lantaran gajinya tak sampai Rp 15 juta per bulan.

PPATK sempat terkecoh karena, di semua rekeningnya, Dhana tercatat sebagai pengusaha dealer mobil. Setelah ditelusuri,­ ternyata ia pegawai pajak. Dhana memang membuka bisnis dealer mobil 88 dengan dua showroom di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Ia juga pemegang saham perusahaan ekspedisi PT Mitra Modern Mobilindo.

Karena rekening itu janggal, PPATK melempar temuannya ke Kejaksaan Agung, Februari lalu. Setelah menelisik asal-usul kekayaan Dhana, jaksa menyimpulkan aset Dhana yang nilainya mencapai puluhan miliar rupiah itu bukan dari harta wa­risan atau keuntungan bisnis.

Dua pekan kemudian, Kejaksaan menetapkan Dhana sebagai tersangka. Dia kemudian dijerat dengan berbagai lapis tuduhan. Selain diduga memeras dan melakukan penyuapan, Dhana diduga menerima gratifikasi, menyalahgunakan wewenang, dan melakukan pencucian uang.

Belakangan Kejaksaan menetapkan sejumlah tersangka baru kasus ini. Mereka antara lain Firman, bekas atasan Dhana di KPP Pratama Pancoran, dan bekas sejawat Dhana di KPP Pancoran, Salman Maghfiron. Menurut jaksa, saat bersama-sama bertugas di Pancoran pada 2005, keduanya diduga membantu Dhana memeras PT Kornet Trans Utama.

Kejaksaan juga menetapkan Herly Isdiharsono, bekas rekan Dhana di KPP Kebon Jeruk, sebagai tersangka. Dia juga pemegang saham PT Mitra Modern Mobilindo, perusahaan Dhana. Herly diduga berkomplot dengan Dhana mengurus pajak PT Mutiara Virgo.

Pemilik PT Mutiara Virgo, Johnny Basuki, juga menjadi tersangka dengan tuduhan menyuap Dhana dan Herly. Sama dengan Dhana, perkara empat tersangka itu sudah bergulir ke pengadilan korupsi.

Tapi, saat perkara ini masuk pengadilan, tuduhan terhadap Dhana tak segarang sebelumnya. Misalnya dakwaan jaksa tentang terjadinya pemerasan dibuat samar. Selain bukan tuduhan primer, dalam dakwaan, soal pemerasan ini tidak diurai lengkap. "Kami memang lebih berfokus pada tuduhan penyalahgunaan wewenang Dhana sebagai pegawai negeri sipil," kata Noer Adi, salah satu jaksa penuntut perkara itu.

Awalnya, jaksa menyebutkan Dhana dan Salman Maghfiron mencoba memeras manajemen Kornet pada Desember 2005. Mereka menawarkan bantuan ke Kornet untuk mengurangi pajak kurang bayar perusahaan itu dengan syarat menyediakan Rp 1 miliar. Sebelumnya, tim Dhana menetapkan kurang bayar pajak PT Kornet sebesar Rp 3 miliar. Tapi tawaran itu ditampik manajemen PT Kornet.

Di pengadilan, jaksa mendakwa Dhana dan tim pemeriksanya justru telah menguntungkan PT Kornet karena negara pada akhirnya harus membayar Rp 1,2 miliar ke perusahaan itu. Kerugian ini, menurut jaksa, akibat negara kalah di tingkat banding oleh PT Kornet. Perkara PT Kornet di tingkat banding ditangani Gayus H. Tambunan, petugas pajak yang belakangan juga tersandung kasus korupsi. Banding ini timbul karena perusahaan logistik Korea itu tak terima atas hasil pemeriksaan tim Dhana.

Menurut jaksa, Dhana dan timnya telah salah menghitung pajak PT Kornet sehingga negara harus membayar kompensasi akibat kalah di tingkat banding. Penghitungan yang keliru ini, menurut jaksa, karena Dhana dan timnya memakai data eksternal yang tidak valid.

Berkaitan dengan pemeriksaan pajak PT Mutiara Virgo, di persidangan, Dhana dituduh menerima gratifikasi. Jaksa menyatakan Dhana menerima gratifikasi Rp 2 miliar karena di rekening Bank Mandiri miliknya terlacak duit itu dari orang yang disuruh Herly. Hanya, ini anehnya, jaksa tak menyebutkan motif kenapa Dhana menerima duit. Dalam dakwaan dan tuntutan, jaksa hanya menyatakan uang itu diperoleh Herly dari PT Mutiara Virgo. Menurut jaksa, Dhana seharusnya tidak menerima uang itu karena statusnya pegawai negeri sipil.

Jaksa kemudian menjerat Dhana dengan pasal pencucian uang. Menurut jaksa, pencucian uang yang dilakukan Dhana dengan cara mengalirkan duitnya, antara lain, dalam berbagai investasi.

Setelah memeriksa lebih dari 40 saksi di persidangan, jaksa yakin dakwaan korupsi dan pencucian uang untuk Dhana dapat dibuktikan. "Unsur pencucian uang dan suapnya jelas," kata Kuntadi, jaksa yang juga penuntut perkara ini.

Dhana menilai tuntutan jaksa itu mengada-ada. "Tak sesuai dengan fakta persidangan," ujarnya. Menurut Dhana, sebagian besar saksi di persidangan yang namanya disebut jaksa sebagai pengirim uang ke rekeningnya mengaku tidak mengenal dirinya.

Tuduhan jaksa yang menyebutkan ia menerima gratifikasi dari Mutiara Virgo juga dia katakan asal-asalan. Dhana menegaskan, ia bukan anggota tim pemeriksa pajak perusahaan itu. Dia mengatakan ia hanya korban Herly. Menurut Dhana, dia baru tahu duit yang masuk ke rekeningnya dari Mutiara Virgo setelah diperiksa Kejaksaan. "Itu uang untuk bisnis showroom," katanya.

Tim jaksa menolak jika dakwaan mereka disebut tak memiliki bukti kuat. Mereka juga menampik anggapan bahwa saksi yang mereka hadirkan tak relevan karena tak mengenal Dhana. "Para saksi itu memang orang yang tidak pernah mengenal Dhana karena mereka bagian dari modus operandi Dhana untuk menyamarkan asal-usul duit itu," ujar Noer Adi. Adapun tentang tuduhan pemerasan, dia menegaskan ada dalam dakwaan. "Itu tuduhan alternatif," katanya.

Tapi, di mata pakar hukum pencucian uang, Yenti Garnasih, tuntutan jaksa yang memakai pasal pencucian uang untuk kasus Dhana tetap terkesan dipaksakan. Pengadilan memang mengundang Yenti untuk memberi pendapat dalam perkara ini.

Menurut dia, fakta di persidangan tidak mendukung tuduhan jaksa. Ia mengatakan, misalnya, tuduhan Dhana menerima suap tak bisa dibuktikan motifnya oleh jaksa di persidangan. "Kalau korupsinya tak terbukti, tuduhan pencucian uangnya juga gugur," ujar Yenti.

Kasus Dhana kini tinggal menunggu hari. Pekan ini majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta bakal mengetuk palu: menjatuhkan vonis untuk pria itu. Dhana tetap berkukuh dia hanya korban dan diperalat Herly. Rabu pekan lalu, keduanya sempat bertemu karena sama-sama menanti sidang. Tak ada tegur sapa di antara dua orang yang pernah berteman itu. "Buat apa menegur dia?" kata Herly.

Anton Aprianto, Alfiyah


DHANA WIDYATMIKA:
Itu Dipaksakan Jaksa

TUJUH bulan menjadi tahanan Kejaksaan Agung, berat badan Dhana Widyatmika susut sepuluh kilogram. Kini ia tengah menunggu ujung kasusnya, setelah dua pekan lalu dituntut 12 tahun penjara oleh jaksa. Rabu pekan lalu, beberapa saat sebelum menjalani sidang perkaranya, Dhana bersedia diwawancarai wartawan Tempo Anton Aprianto.

Jaksa menuntut Anda 12 tahun penjara. Tanggapan Anda?

Saya syok membayangkan tuntutan seberat itu. Saya dituduh melakukan perbuatan yang tidak saya lakukan. Fakta persidangan berbicara semua tuduhan jaksa tidak benar.

Maksud Anda, tuntutan itu serampangan?

Tuntutan itu dipaksakan karena banyak fakta persidangan yang diabaikan.

Jaksa menuduh Anda menerima gratifikasi Rp 2 miliar dari Mutiara Virgo?

Duit itu dari Herly sebagai modal kemitraan mendirikan showroom mobil. Saya baru tahu uang itu dari Mutiara Virgo setelah kasus bergulir. Saya ini korban. Tokoh utamanya Herly.

Sebagai pegawai pajak, Anda tahu menerima uang termasuk gratifikasi?

Gratifikasi terkait dengan wewenang. Ketika pajak Mutiara Virgo diperiksa, saya bukan tim pemeriksanya. Mutiara adalah wajib pajak di Kebon Jeruk, saat itu saya pegawai di Kantor Pelayanan Pajak Pancoran. Kan, tidak nyambung?

Jadi, bagaimana Herly bisa mengirim uang itu ke Anda?

Pada akhir 2005, saya bertemu dengan Herly di sebuah acara reuni, saya lupa reuni apa. Dia bertanya bisnis saya apa. Saya jawab showroom, yang saya rintis sejak 2003. Dia berminat menjadi mitra. Dia meminta nomor rekening saya.

Tapi, dari catatan rekening itu, ada uang Rp 3,4 miliar dari Herly?

Pada Januari 2006, saya dihubungi Bank Mandiri, diberi tahu ada Rp 3,4 miliar masuk. Saya lalu ingat Herly. Saya tanyakan ke dia dan dia benarkan itu uangnya. Sebenarnya, komitmen Herly untuk membeli saham showroom hanya Rp 1,75 miliar.

Lalu, buat apa sisanya?

Herly minta saya mentransfer Rp 1,4 miliar ke temannya untuk membeli rumah. Sisanya piutang saya untuk membeli mobil untuk showroom.

Anda punya bukti Rp 2 miliar itu untuk showroom?

Ada catatannya di akta pendirian perusahaan. Pada 26 Januari 2006, saya dan Herly mendirikan showroom itu. Kami berdua masing-masing punya 50 persen.

Anda dituduh juga memperkaya diri sendiri dan orang lain ketika memeriksa pajak PT Kornet Trans Utama?

Kerugian negara yang disebut jaksa itu uang titipan karena Kornet mengajukan permohonan banding. Aturannya, mereka menyetor dulu 50 persen dari kurang bayarnya. Dari pemeriksaan kami, mereka kurang bayar Rp 3 miliar. Ini dikuatkan di tingkat keberatan. Lalu di tingkat banding permohonan mereka dikabulkan sebagian.

Bukankah Anda juga dituduh melakukan percobaan pemerasan Rp 1 miliar ke Kornet jika kurang bayar pajaknya hendak dikurangi?

Kami tidak pernah melakukan percobaan pemerasan. Itu dipaksakan saja oleh jaksa. Ketika dilakukan rekonstruksi soal ini, saya menolak karena saya tidak pernah melakukan itu.

Gayus H. Tambunan pegawai pajak yang menangani banding PT Kornet. Anda dekat dengan dia?

Saya ketemu dia hanya ketika banding PT Kornet. Karena saya pemeriksanya, saya dipanggil ke persidangan. Sebelumnya, saya tak pernah berhubungan dengan dia.

Ada tuduhan Anda dan istri Anda bersekongkol dengan Gayus untuk memenangkan PT Kornet?

Saya tidak kenal Gayus, dan istri saya juga tidak punya hubungan kerja dengan dia kendati satu kantor.

Kalau tidak ada hubungannya, kenapa ruang kerja istri Anda digeledah?

Itu yang membuat saya bingung. Tak ada bukti yang mengaitkan keterlibatan istri.

Menurut jaksa, Anda memiliki banyak rekening untuk menampung uang hasil kejahatan Anda?

Ya, tapi isinya tidak puluhan miliar rupiah seperti yang diberitakan. Banyaknya transaksi itu merupakan kredit di rekening, bukan saldo masuk. Namanya transaksi reksa dana, dalam hitungan hari bisa berpindah-pindah.

Tapi bukankah ada aliran uang dari rekening Anda ke sejumlah orang?

Itu untuk investasi. Ada di bengkel, ­trading karet, properti, dan lain-lain. Sumber uangnya dari orang tua, mertua, keuntungan bisnis, dan titipan teman saya.

Jaksa juga menemukan lalu lintas rekening masuk dari luar negeri?

Itu reksa dana di bank lokal. Seolah-olah duit itu dikirim dari luar negeri. Saya sebut contohnya investasi EGF-First State Singapore and Malaysia Growth Fund.

Dalam semua rekening itu, Anda menulis profesi Anda karyawan swasta, bukan pegawai pajak. Ini untuk menyembunyikan identitas Anda?

Di kartu tanda penduduk, profesi saya memang tertulis karyawan swasta. KTP itu saya buat menggunakan jasa orang lain. Itu bukan upaya untuk menyembunyikan harta.

Anda berbisnis. Bukankah pegawai pajak dilarang melakukan hal demikian?

Menurut peraturan, golongan IV-A yang tidak boleh. Saya III-C, jadi tidak ada larangan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus