Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pulang dari kunjungan kerja ke Jawa Timur, Kamis siang pekan lalu, Presiden Joko Widodo memanggil Budi Arie Setiadi, Ketua Umum Projo. Ia mengajak pemimpin kelompok relawan pendukungnya itu mendiskusikan peta terakhir pemilihan Gubernur DKI Jakarta.
Bukan rahasia, Jokowi menginginkan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama melanjutkan kepemimpinannya di Ibu Kota. Namun, dalam pertemuan di Istana Merdeka itu, menurut sejumlah sumber, Budi justru membeberkan tingkat elektabilitas sang inkumben yang terus menurun. "Basuki disebutkan bisa saja kalah," kata narasumber yang mengetahui isi pertemuan itu.
Melihat kecenderungan itu, Jokowi dan Budi membahas skenario jika Basuki benar-benar kalah dalam pemilihan. Mereka sepakat, pemenang yang mengalahkan Basuki "harus berkualifikasi baik". Jokowi, menurut seorang sumber, mengingatkan agar Jakarta "tidak jatuh ke poros seberang".
Mereka mendiskusikan dua kekuatan yang mungkin muncul, yakni Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera serta Partai Demokrat, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Amanat Nasional. Keduanya juga membahas kemungkinan mengajukan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini melalui PDI Perjuangan. "Kalau Basuki kalah, pemenangnya kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan," ujar seorang sumber di lingkaran Jokowi.
Jokowi dan Budi Arie berhitung, secara politik, lebih aman Basuki kalah oleh Risma daripada takluk oleh kandidat lain, seperti Sandiaga Uno, Yusril Ihza Mahendra, atau Anies Baswedan. Sandiaga diusung Partai Gerindra dan PKS. Anies dan Yusril ada kemungkinan diajukan Partai Demokrat, PPP, PKB, dan PAN. Pencalonan Risma yang sempat tertutup karena PDIP dikabarkan setuju mendukung Basuki pun terbuka kembali.
Keduanya juga membicarakan calon wakil gubernur. Projo, kelompok relawan pendukung Jokowi dalam pemilihan presiden 2014, mengusulkan Bupati Batang Yoyok Riyo Sudibyo sebagai wakil gubernur pendamping Risma. Pilihan lain adalah wakil gubernur saat ini, Djarot Saiful Hidayat. Sandiaga, yang telah dideklarasikan dua partai sebagai calon gubernur, juga dimasukkan ke daftar calon wakil Risma.
Budi Arie tak menyangkal informasi bahwa Jokowi memanggilnya. Tapi ia membantah membicarakan pencalonan Risma. Menurut Budi, Jokowi hanya berpesan agar pembangunan Jakarta berkesinambungan. "Jakarta harus di tangan orang yang tepat," kata Budi. Juru bicara Presiden, Johan Budi Sapto Pribowo, menyatakan tak mengetahui pertemuan Jokowi dengan Budi Arie. "Saya tidak tahu," ujar Johan.
Setelah bertemu dengan Budi Arie, Jokowi memanggil pemimpin lembaga survei Charta Politika, Yunarto Wijaya, yang biasa memberikan masukan politik kepadanya. Menurut sejumlah sumber, pengamat ini sering berhubungan dengan Jokowi dan Ahok membahas isu politik. Dalam pertemuan, ia disebutkan memaparkan kepada Jokowi soal perhitungan dukungan buat Basuki-Djarot. Jokowi mengatakan mengusung Risma lebih aman secara politik dan berpeluang besar menang.
Sebaliknya, sang penasihat menyatakan, dari hasil survei dan kalkulasi politik, Basuki tetap berpeluang besar mengalahkan Sandiaga atau Anies Baswedan. Penasihat politik ini menganggap peluang Basuki menang menghadapi para penantang tetap besar, termasuk jika pemilihan berlangsung dua putaran.
Mendapat penjelasan dan argumentasi bahwa mengusung Basuki tetap berpeluang menang, Jokowi kembali goyah. Kepada tamunya, ia kembali menyatakan Basuki tetap calon gubernur prioritas.
Yunarto mengakui bertemu dengan Jokowi pada Kamis pekan lalu. Namun, menurut dia, "Pertemuan hanya membahas kondisi politik terakhir." Basuki enggan mengomentari informasi yang menyebutkan sikap Jokowi sempat berubah. "Tanya saja sama mereka," ujarnya.
Pendaftaran pasangan calon gubernur dan wakil gubernur mulai dibuka Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta pada Rabu-Jumat pekan ini. Sebelumnya, Istana mengisyaratkan mendukung Basuki menjadi calon yang diusung PDIP. Sejumlah pertemuan juga telah digelar Jokowi dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri untuk memuluskan rencana tersebut.
Hingga Jumat pekan lalu, partai berlambang banteng itu masih mantap mengusung pasangan Ahok-Djarot. Wakil Sekretaris Jenderal PDIP Eriko Sotarduga menegaskan pasangan itu tetap menjadi pilihan utama. "Gubernur inkumben masih dalam daftar skenario prioritas yang kami usung," kata Eriko.
Menurut Eriko, semula Basuki memang masuk pilihan terakhir calon gubernur. Posisi berubah setelah Ahok dan Djarot bertandang ke Kantor Dewan Pengurus Pusat PDIP di Jalan Diponegoro, Jakarta, pada 17 Agustus lalu. Ketika itu, mereka bertemu dengan Megawati dan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto.
Dalam pertemuan itu, Basuki menyatakan bersedia mendaftar melalui PDIP. Pengurus teras PDIP menilai kinerja Basuki memuaskan masyarakat. Selain itu, berdasarkan survei internal partai, keterpilihan Basuki masih paling tinggi dibandingkan dengan sejumlah nama lain. Alasan lainnya, Risma masih berat meninggalkan Surabaya. Eriko juga mengatakan partainya tidak mungkin mengorbankan Surabaya dan Jawa Timur demi DKI Jakarta.
Eriko menyatakan peluang mengusung nama lain memang belum tertutup. Menurut dia, bukan tidak mungkin Megawati mengubah keputusan. Eriko berkaca pada pengalaman pemilihan gubernur 2012, ketika Megawati memutuskan pencalonan Jokowi-Ahok menjelang penutupan masa pendaftaran calon. "Jadi masih ada peluang berubah pada menit-menit akhir," ujar Eriko.
Risma enggan berkomentar banyak soal elektabilitasnya yang tinggi. "Aku tidak minta disurvei," katanya. Soal peluangnya menjadi calon Gubernur DKI Jakarta yang akan diusung PDIP, Risma menyatakan menunggu dinamika yang berkembang. "Bersedia atau tidak, tergantung nanti," ujarnya. "Aku jawabnya juga last minute saja."
Ananda Teresia, Mohamad Syaraffah (Surabaya), Friski Riana (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo