Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Momen

19 September 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Polemik Proyek Pulau Buatan

KELANJUTAN proyek reklamasi Teluk Jakarta menimbulkan polemik di kalangan pemerintah. Masalah muncul setelah Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan proyek reklamasi Pulau G, yang dihentikan, bisa dilanjutkan kembali. Sikap ini berbeda dengan keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, yang menyebutkan proyek itu belum memenuhi sejumlah aturan lingkungan.

Presiden Joko Widodo, melalui Sekretaris Kabinet Pramono Anung, menegaskan bahwa nasib proyek reklamasi Teluk Jakarta harus merujuk pada desain utama. Begitu pula kelanjutan reklamasi Pulau G. "Semua peraturan perundangan, tahapan, dan prosesnya harus dipenuhi," katanya Kamis pekan lalu.

Pulau G merupakan satu dari 17 pulau baru hasil reklamasi di Teluk Jakarta. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sempat menghentikan proyek pulau yang digarap oleh PT Muara Wisesa Samudra, anak perusahaan PT Agung Podomoro Land, itu. Penghentian ini berbarengan dengan moratorium proyek 16 pulau lain yang dikeluarkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli saat masih menjabat pada Juli lalu.

Namun, Jumat dua pekan lalu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman yang baru, Luhut Pandjaitan, memutuskan pencabutan moratorium proyek Pulau G. Dia menilai reklamasi tak perlu menunggu kajian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional tentang proyek National Capital Integrated Coastal Development (NCICD). NCICD merupakan rencana induk yang meliputi rencana proyek tanggul raksasa di utara Ibu Kota.

Pada Kamis pekan lalu, Luhut meralat pernyataan sebelumnya. Dia menyatakan sepakat menunggu kajian NCICD, yang akan selesai pada Oktober mendatang. "Dalam dua-tiga minggu ke depan sudah selesai," ujarnya.

Rekayasa Sana-Sini

Kementerian Koordinator Kemaritiman menawarkan rekayasa teknis atas reklamasi Pulau G.

Fasilitas PLN
- Mendesain ulang alur keluar air pendingin Pembangkit Listrik Tenaga Uap Muara Karang.
- Menyusun simulasi hidrodinamika berdasarkan konfigurasi usul pengembang.
- Membangun tanggul masif di Pulau G untuk mengatur sirkulasi air pendingin.
- Membangun sodetan di Pulau G berupa dua pipa yang berfungsi sebagai pembuangan air pendingin untuk mendukung program penambahan kapasitas PLTU Muara Karang pada 2019 sebanyak 500 megawatt dari kapasitas semula 1.200 megawatt.
- Memotong sebagian kecil bagian selatan Pulau G untuk jalur keluar air pendingin PLTU.

Jalur Pelayaran
- Membuat perlintasan nelayan dari dan ke Pelabuhan Muara Angke berupa kanal vertikal dengan lebar sekitar 300 meter.

Nasib Pipa Pertamina
- Membuat jarak ujung terluar kaki tanggul reklamasi dengan pipa bawah laut sejauh 75 meter.
- Merancang desain tanggul masif agar tak mengganggu pipa bawah tanah milik PT Pertamina Hulu Energi.


Penerus Santoso Ditangkap

POLISI menangkap Basri alias Bagong di Poso, Sulawesi Tengah, pada Kamis pekan lalu. Penangkapan pengganti Santoso ini oleh tim Operasi Tinombala diperkirakan membuat kelompok teroris semakin lemah. Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian menuturkan, Bagong orang penting Mujahidin Indonesia Timur setelah Santoso, yang tewas pada Juli lalu. "Pemimpinnya kini dipegang Ali Kalora," kata Tito.

Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah Brigadir Jenderal Rudy Sufahriadi mengungkapkan, sebelum bergabung dengan kelompok Santoso, Basri ditangkap dan didakwa sebagai pembunuh tiga siswi sekolah menengah atas di Poso pada 29 Oktober 2005. "Dia kabur dari Lembaga Pemasyarakatan Ampana pada 2007," tutur Rudy. Selain menangkap Basri, tim Operasi Tinombala menembak mati Andhika Eka Putra alias Andika alias Hilal, anggota jaringan Santoso yang lain.

Peraturan KPU Bakal Dihadang

ANGGOTA Komisi Pemerintahan Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi PDI Perjuangan, Arteria Dahlan, mengancam bakal menggugat revisi Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 5 Tahun 2016 tentang Pencalonan Kepala Daerah. Dia mempersoalkan dibolehkannya terpidana dengan hukuman percobaan maju sebagai calon kepala atau wakil kepala daerah. "Kalau peraturan itu terbit, akan kami ajukan judicial review," katanya Selasa pekan lalu.

Keikutsertaan terpidana dengan hukuman percobaan dalam pemilihan kepala daerah merupakan usul DPR. Ahad dua pekan lalu, rapat konsultasi Komisi Pemerintahan DPR dengan pemerintah, Badan Pengawas Pemilihan Umum, dan KPU menyepakati usul itu. Rapat menyatakan keikutsertaan terpidana merujuk pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang mencantumkan hukuman percobaan tidak dikategorikan hukuman.

Anggota KPU, Arief Budiman, mengatakan lembaganya tetap akan mengubah peraturan KPU itu sebagaimana hasil rapat konsultasi di DPR. Menurut dia, Pasal 9 huruf a Undang-Undang KPU mewajibkan hasil konsultasi dalam pembuatan peraturan KPU. "Ini termasuk hasil rapat di DPR, karena bersifat mengikat," ujar Arief.

Uang Narkotik Mengalir ke Polisi

TIM pencari fakta bentukan Markas Besar Kepolisian RI untuk kasus dugaan suap oleh Freddy Budiman menyatakan tidak menemukan bukti aliran duit Rp 90 miliar dari Freddy ke polisi. Meski begitu, tim menemukan aliran dana dari Chandra Halim alias Akiong, rekan bisnis narkotik Freddy, kepada perwira menengah polisi berinisial KPS. "Kami temukan aliran dana dari Akiong," kata anggota tim, Effendi Gazali, Kamis pekan lalu.

KPS, yang merupakan salah satu penyelidik kasus narkotik yang menangani perkara Akiong pada 2011, diduga menerima uang Rp 688 juta. Lalu, bersama Freddy, Akiong menjadi otak penyelundupan 1,4 juta ekstasi dari Cina pada 2012. Akibat perbuatannya, bandar narkotik asal Pontianak itu dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan.

Menjelang eksekusi Freddy itu, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar membuka catatan tentang pengakuan Freddy yang menyatakan telah menyuap Rp 90 miliar kepada pejabat polisi dan Rp 450 miliar kepada pejabat Badan Narkotika Nasional. Satrio Wirataru dari Staf Divisi Pembelaan Sipil dan Politik Kontras menyatakan tidak puas atas hasil temuan TPF Polri. Alasannya, metode yang digunakan TPF normatif. "Aliran dana bandar narkotik tak sepolos itu, tapi banyak lapis antara pengirim dan penerima," ujarnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus