JALAN menuju disiplin ternyata licin. Syarifah terpeleset. Guru di kelas III sebuah SD Negeri di Asahan Mati, Tanjungbalai, Sumatera Utara, itu ingin mendisiplinkan muridnya. Ketika pelajaran mencatat, banyak murid yang ribut. Ibu Guru seakan tak acuh. Seusai itu 10 murid nakal tadi dipanggilnya. "Kalian harus didenda Rp 100, karena ribut di kelas. Siapa yang tidak bayar tidak naik kelas," katanya pada kejadian akhir Desember itu. Para murid pun patuh. Terkumpul Rp 950. Jumlahnya ganjil karena ada murid hanya punya duit Rp 50. Tapi urusan tak selesai sebatas empat dinding kelas. Seorang murid yang biasa jajan -- tapi kali ini tersita denda -- lalu bergegas pulang. Namanya Agus Salim. Di rumah ia merengek minta uang lagi. Ibunya melotot heran. "Untuk membayar guru, karena tadi aku nakal di sekolah," kata Agus. Ayahnya, Syahman, naik suga alias marah. Sewotnya sang nelayan sampai terdengar oleh tetangga. Ini bersambung terus, sampai juga ke telinga Guru Syarifah. Hari berikutnya ia menyemprot para murid. "Siapa yang memberi tahu orang tuanya denda ribut itu tidak naik kelas," ujarnya. Agus mengadu lagi di rumah. Syahman, 51 tahun, lalu mengadu kepada kepala sekolah. Juga ke Kepala Seksi P dan K kecamatan, camat, dan lain-lain. Keesokannya, Syarifah, 31 tahun, tampak mendatangi orang tua murid yang didendanya, dan pesan agar tidak menuntutnya. "Denda itu upaya menegakkan disiplin di kelas," katanya. Kepada Syahman yang tak sempat jumpa, ia menulis surat. "Tak benar ada keharusan denda kalau ribut. Itu hanya ancaman saya saja," tulisnya. Soal uang, nanti dikembalikan. Cuma Agus Salim jangan tahu. "Nanti belajarnya tak menentu," tulis Syarifah. Eh, surat itu malah diperagakan Syahman ke mana-mana, termasuk kepada anaknya. Ketika kasus ini dibuka bermuka-muka di Cabang Dinas P & K Asahan, menurut cerita Agus, Ibu Guru Syarifah membelalak pada tiap murid yang ditanyai pemeriksa. Tiap kali akan menjawab mereka memandang gurunya, sehingga ditegur pemeriksa supaya jangan melihat terus kepada gurunya itu. Bu Guru Syarifah Yusri sendiri belum bisa ditemui karena sedang berkabung kematian ibu kandungnya, awal Januari lalu. Tapi menurut Kepala SD Negeri tersebut, Zainab Panjaitan, kejadian yang cuma sekali itu menimbulkan salah pengertian. "Denda itu ecek-ecek saja," katanya kepada Mukhlizardy Mukhtar dari TEMPO. "Cuma kolega kami itu terlalu maju," ujarnya. Terlalu maju, maksudnya, ya, karena sampai menerima uang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini