Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DUA puluh tahun merantau di Amerika Serikat, satu ciri khas yang tak bisa Arcandra Tahar tinggalkan: peci yang kerap menutupi kepalanya. Di Houston, tempat eks Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral itu bermukim, Arcandra dikenal sebagai guru mengaji. Dia bersama sejumlah warga Indonesia mendirikan Islamic Family Academy pada 2007. "Kami belajar Al-Quran setiap Sabtu," kata Ismail Fahmi, warga Indonesia di Houston, Rabu pekan lalu.
Arcandra hidup bersahaja. Dia tinggal di Crystal Lake Estates, permukiman kelas menengah di Harris County, Houston. Rumahnya bernuansa jingga bata, bertaman rumput hijau, dengan dua pohon di halaman depan. Harga rumah tiga kamar tidur itu sekitar Rp 3,3 miliar. Di bagian depan, ada garasi yang mampu menampung dua mobil. "Satu untuk berangkat kerja, satu untuk antar-jemput anak sekolah," ujar Ismail.
Kehidupannya berubah setelah ditunjuk menjadi menteri oleh Presiden Joko Widodo. Dia menjadi pusaran kontroversi karena diketahui memiliki kewarganegaraan Amerika Serikat. Sebelum merantau ke Texas, Arcandra kuliah teknik mesin di Institut Teknologi Bandung. Dia kemudian melanjutkan pendidikan ke jenjang master dan doktoral di Texas A&M University di bidang ocean engineering.
Pada 27 Desember 2012, Arcandra mendirikan Petroneering LLC dan tercatat di Texas Secretary of State, beberapa bulan setelah berstatus warga negara Amerika. Perusahaan konsultan di bidang perminyakan ini bukan perusahaan besar. Kantornya hanya seluas 100 meter persegi di sebuah kawasan industri Houston. Menurut situs FindtheCompany, total pendapatan tahunan Petroneering sekitar Rp 1,1 miliar.
Menurut Harris County Tax Assessor, aset Petroneering hanya komputer dan furnitur senilai US$ 12.954 atau sekitar Rp 170 juta. Nilai tanah dan bangunannya US$ 288 ribu atau setara dengan Rp 3,7 miliar. Tahun lalu, Petroneering membayar pajak sebesar Rp 104 juta. Arcandra enggan bercerita mengenai perusahaannya. Yang pasti, dia membantah kabar bahwa jumlah karyawannya hanya dua orang.
Kepastian Arcandra sebagai warga negara Amerika terekam dalam daftar pemilih di Harris County, Texas, dengan nomor 1183830189. Dalam laman US Citizenship and Immigration Services, ada sejumlah tahapan untuk menjadi warga negara Amerika. Pendaftar mesti memenuhi sejumlah syarat, misalnya berstatus permanent resident lima tahun lebih, bersedia mendapat tugas militer dan sipil, serta mendukung konstitusi dan mengucap sumpah setia kepada Amerika.
Menurut Arcandra, langkahnya mengajukan kewarganegaraan Amerika terkait dengan urusan pendaftaran paten di bidang perminyakan yang masuk kategori teknologi strategis. "Itu wajib karena mesti ada security clearance," katanya.
Di Houston, lelaki kelahiran Padang, 10 Oktober 1970, ini berguru langsung pada Edward Everett Horton III, tokoh pionir teknologi kilang minyak. Arcandra tercatat memiliki delapan paten, individual dan kolektif, termasuk dengan Horton. Di situs US Patent and Trademark Office, paten pertamanya tercatat pada 4 Mei 2006. Salah satu patennya, Multi-Column Tension (McT) Leg Platform, terdaftar pada 8 Mei 2014.
Paten itulah yang membawa Arcandra ke Indonesia. Pada 25 September 2014, PT Pertamina EP mengundang Arcandra membenahi proyek kilang di L-Parigi, Karawang. Arcandra mengatakan Petroneering mengajukan proposal ke Pertamina sejak 2013. Menurut dia, keunggulan teknologi McT adalah lebih ekonomis karena bisa disesuaikan dengan umur lapangan proyek. "Teknologi McT sesuai jika diterapkan di lapangan ini," ujarnya.
Pertamina tak bersedia membeberkan kerja sama dengan Petroneering. Juru bicara Pertamina EP, Muhammad Baron, mengatakan evaluasi kemitraan secara teknis masih belum selesai dibahas. "Kami belum bisa membuka hasilnya," ucapnya.
Tiga tahun ditunggu, Pertamina baru mengiyakan proyek senilai US$ 150 juta itu lima hari sebelum Arcandra ditunjuk sebagai menteri. Namun pria berdarah Minang ini menampik tudingan bahwa proyek itu didapat karena ada mantan petinggi Pertamina di Petroneering. "Tak ada kaitan dengan Pertamina. Silakan lihat sendiri kalau punya akses."
Wayan Agus Purnomo, Robby Irfany
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo