Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ARCANDRA Tahar menggambarkan dirinya seperti orang lugu yang masuk hutan belantara ketika pulang dari Amerika Serikat dan menduduki kursi menteri. Dia tak tahu di hutan itu banyak binatang buas yang siap memangsa, sehingga tetap masuk. "Saya terlalu naif, tidak mawas diri," kata Arcandra kepada Tempo pada Kamis malam pekan lalu.
Sikap itu pula, menurut Arcandra, yang membuat dia abai terhadap status kewarganegaraannya. Lulusan teknik perminyakan Institut Teknologi Bandung ini mengakui memiliki dua paspor: sebagai warga negara Indonesia dan Amerika Serikat dalam waktu bersamaan. Belakangan, dia baru sadar sikap lalai itu berdampak besar yang membuatnya kehilangan jabatan menteri.
Pria kelahiran Padang 46 tahun lalu ini mengetahui status warga negaranya bermasalah ketika dipanggil Presiden Joko Widodo ke Istana Negara pada Kamis dua pekan lalu. Ketika itu, belum ada perbincangan di masyarakat tentang status warga negara Arcandra. Bersama Arcandra, hadir pula Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, dan Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki. Kepada Arcandra, Tempo menanyakan ihwal rapat tersebut. "Anda lebih tahu informasi ini," katanya sambil tertawa.
Seseorang yang tahu rapat tersebut mengatakan Jokowi membawa setumpuk dokumen tentang status kewarganegaraan Arcandra. Kepada para menterinya, Jokowi menunjukkan salinan paspor Amerika Serikat milik Arcandra dan beberapa dokumen lain. Materi serupa dipegang Menteri Yasonna.
Dalam rapat itu, Jokowi meminta masalah kewarganegaraan Arcandra dicarikan solusi. Pesan Jokowi kepada para pembantunya tidak berubah, yaitu Arcandra harus dipertahankan sebagai menteri. Menteri Hukum diminta segera menyelesaikan syarat administratif Arcandra sebagai warga negara Indonesia.
Menurut seorang pejabat pemerintah yang mengetahui rapat tersebut, Jokowi memberi dua opsi. Pilihan pertama, Arcandra tidak perlu mundur dari jabatan menteri, sembari melengkapi syarat kewarganegaraannya. Opsi kedua, Arcandra mundur dari kabinet, lalu memperbaiki administrasi kewarganegaraannya. Setelah urusan rampung, Arcandra diangkat lagi menjadi menteri.
Dari dua opsi ini, semua peserta rapat memberikan masukan tentang kekurangan dan kelebihannya. Rapat bersama Presiden pada Kamis pagi itu usai tanpa ada keputusan apa pun. "Presiden minta agar masalah Arcandra selesai tanpa ribut-ribut," kata pejabat itu.
Seusai rapat dengan Jokowi, sejumlah menteri tersebut bergeser ke President's Lounge, masih di Istana Kepresidenan. Mereka merumuskan perintah Presiden agar Arcandra tetap menjadi menteri, dan urusan kewarganegaraan beres. Pertimbangan yang muncul antara lain, jika Arcandra mundur lalu diangkat lagi, pemerintah perlu memberikan penjelasan ke publik agar tidak gaduh. Hingga rapat berakhir pada Kamis itu, belum ada keputusan opsi mana yang dipilih.
SENYAP di Istana, kabar masalah kewarganegaraan Arcandra mulai menyebar di publik keesokan harinya. Bermula dari pesan berantai telepon seluler, informasi itu mulai ramai di media sosial pada Jumat pagi dua pekan lalu. Bocornya informasi "genting" ini membuat Istana kembali gaduh. Pada hari itu, Presiden memanggil pejabat terkait dan kembali menggelar rapat mendadak. Namun, menurut pejabat pemerintah tadi, rapat itu tetap tidak menghasilkan keputusan karena Jokowi berkukuh tidak membuka opsi mundur untuk Arcandra.
Besoknya, Sabtu pagi dua pekan lalu, soal Arcandra kembali dirapatkan di Istana dengan peserta sejumlah menteri yang sama, ditambah beberapa pejabat Istana Kepresidenan. Arcandra yang juga hadir ketika itu hanya menjawab singkat pertanyaan wartawan. "Saya pemegang paspor Indonesia," katanya. "Lihat wajah saya, Padang begini."
Dalam rapat itu, Jokowi menegaskan tetap ingin Arcandra jadi menteri. Sedangkan di luar Istana, publik terus berpolemik tentang kabar ini. Hingga Ahad, 14 Agustus, ketika menghadiri hari ulang tahun Pramuka di Bumi Perkemahan Cibubur, Jokowi gamang menjawab pertanyaan wartawan tentang Arcandra. "Mengenai itu, biar Mensesneg yang menyampaikan," kata Jokowi.
Ia kemudian menunjuk Pratikno, yang ada di sebelahnya. Pratikno menyatakan Arcandra berpaspor Republik Indonesia. Ketika pulang ke Indonesia setelah 20 tahun tinggal di Amerika Serikat, Arcandra menggunakan paspor Indonesia, yang masih berlaku hingga 2017. Menurut Pratikno, Jokowi memanggil pulang karena Arcandra memiliki sejumlah hak paten bidang perminyakan dengan kualifikasi internasional
Hingga Senin siang, perdebatan di kalangan pembantu Presiden mengenai status kewarganegaraan Arcandra di Istana Kepresidenan masih berlanjut. Opsi untuk mempertahankan Arcandra masih kuat. Meski begitu, pilihan mundur atau pemberhentian juga tetap muncul. Pada petang Senin itu, Jokowi memanggil khusus sejumlah menteri untuk membahas soal Arcandra. Menteri yang pertama kali dipanggil adalah Retno Marsudi. Lalu Yasonna Laoly menyusul dipanggil oleh Presiden.
Ketika Retno dan Yasonna masih di dalam Istana Merdeka, mobil Arcandra masuk melalui pintu Wisma Negara. Arcandra tiba di Istana sekitar pukul empat petang. Mobilnya baru terlihat keluar dari Istana seusai magrib. Pejabat yang tahu rapat itu mengatakan, dalam rapat, Jokowi kurang sreg dengan opsi pengunduran diri karena berarti inisiatif datang dari Arcandra. Presiden memilih opsi pemberhentian secara terhormat karena menunjukkan dia bersikap atas masalah tersebut.
Senin malam pekan lalu, Pratikno mengumumkan pemberhentian dengan hormat Arcandra di Istana Negara. "Menyikapi pertanyaan publik soal Arcandra, dan setelah memperoleh informasi dari berbagai sumber, Presiden memutuskan memberhentikan dengan hormat Arcandra Tahar dari posisinya sebagai Menteri ESDM," katanya.
MASUKNYA Arcandra Tahar ke kabinet membuat banyak orang terkejut. Menempati posisi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral yang sangat strategis, nama Arcandra ketika itu tak banyak dikenal. Seorang politikus PDI Perjuangan mengatakan, Deputi I Kepala Staf Kepresidenan Darmawan Prasodjo yang mengenalkan Arcandra Tahar kepada Jokowi. Politikus ini mendapat cerita langsung dari Darmawan tentang perkenalan itu. Darmawan masuk Kantor Staf Presiden dibawa oleh Luhut Pandjaitan.
Perkenalan Jokowi dengan Arcandra bermula dari polemik rencana pengelolaan blok minyak dan gas Masela di Maluku. Saat itu sebagian pejabat meminta Blok Masela dikelola melalui skema kilang lepas pantai (offshore). Sudirman Said-yang ketika itu Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral-serta Wakil Presiden Jusuf Kalla memilih skema offshore. Sedangkan Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli ketika itu terus menyuarakan agar pemerintah mengambil skema kilang darat (onshore).
Debat dua skema pengelolaan Blok Masela ini telah panas sejak Desember tahun lalu. Darmawan mempertemukan Arcandra dengan Jokowi di Bandar Udara Halim Perdanakusuma pada Februari lalu, ketika Presiden akan melawat ke Amerika Serikat. Presiden meminta Darmawan membuat kajian mengenai skema onshore. Untuk melengkapi kajiannya, Darmawan menghubungi karibnya ketika kuliah di Texas A&M University di Amerika Serikat.
Darmawan adalah penerima beasiswa Program Habibie pada 1989 untuk kuliah sarjana dan magister ilmu komputer dengan minor teknik industri. Program doktoral diraih pada 2011 di bidang ekonomi sumber daya alam di universitas yang sama. Arcandra kuliah di kampus yang sama. Ia mengambil master di jurusan teknik kelautan, masuk pada 1996 dan lulus 1998. Arcandra melanjutkan kuliah di kampus yang sama hingga meraih gelar doktor teknik kelautan pada 2001. Setelah Jokowi bertemu dengan Arcandra, Darmawan beberapa kali diminta Jokowi melakukan presentasi. "Darmawan beberapa kali menyampaikan perkembangan kajian Blok Masela," kata politikus itu.
Arcandra mengakui pernah melakukan presentasi di depan Jokowi sekitar 20 menit di Bandara Halim Perdanakusuma. Ia menampik kabar bahwa perkenalannya dengan Jokowi karena Darmawan. "Saya dipanggil oleh pihak Istana, bukan oleh Darmawan," kata Arcandra. Tentang perkawanannya dengan Darmawan, Arcandra membenarkan. "Ia benar kawan saya," ujarnya. Darmawan tak menjawab pertanyaan mengenai hal ini. Kepada Tempo, yang menghubunginya berkali-kali pada Senin, Selasa, dan Kamis pekan lalu, dia hanya menjawab ringkas. "Saya di luar kota."
Seseorang yang mengetahui pertemuan di Halim Perdanakusuma mengatakan Jokowi lebih banyak diam mendengarkan presentasi Arcandra. Pada akhir pertemuan, Arcandra menyerahkan materi presentasi kepada Jokowi. Sembari berbasa-basi, Arcandra memperkenalkan diri sebagai teman kuliah Andi Wibowo di ITB. Andi adalah kakak sepupu Jokowi-anak Miyono, paman Jokowi yang mengajarinya berbisnis mebel. Tak lama setelah presentasi di depan Jokowi, Arcandra menelepon Andi Wibowo.
Melalui pertemuan singkat itu, Jokowi terlihat cukup kagum terhadap pengetahuan Arcandra. Seseorang yang dekat dengan Presiden menyatakan Jokowi menyebut Arcandra dapat memberi pemaparan dengan bahasa yang mudah dipahami. Jokowi pun ketika itu menyatakan ingin kembali berdiskusi dengan Arcandra. Jokowi menyampaikan pesan itu kepada Andi Wibowo, yang kemudian meneruskan ke Arcandra.
Pada Maret lalu, Jokowi akhirnya memilih opsi onshore dalam pengelolaan Blok Masela. Pada Lebaran Juni lalu, Arcandra mudik ke Indonesia. Orang dekat Presiden mengatakan Jokowi mengundangnya singgah di Istana Kepresidenan. "Dalam pertemuan itu, Arcandra kembali menjelaskan keuntungan menggunakan sistem onshore dibanding offshore," kata orang dekat Jokowi itu.
Arcandra mengakui berteman dengan Andi Wibowo. "Saya baik sekali dengan Andi. Saya pernah ke rumah Andi di Solo ketika masih kuliah di ITB," ujar Arcandra. Adapun Andi bercerita banyak hal tentang Arcandra, tapi tak mengizinkan Tempo mengutip pernyataannya.
Hingga Kamis malam pekan lalu, Arcandra mengatakan belum memutuskan apa yang akan dikerjakan setelah berhenti menjadi menteri. Dia masih menunggu proses administrasi pemulihan kembali status kewarganegaraan di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. "Saya sudah memutuskan pulang, dan tidak akan pergi lagi," katanya.
Sunudyantoro, Ananda Teresia (Jakarta), Widiarsi Agustina, Ahmad Rafiq (Solo)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo