Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Hak Angket Berlanjut

Hasil survei menyatakan hal itu tak didukung warga Ibu Kota.

23 Maret 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Hak Angket Berlanjut

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama diam-diam menemui Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Jumat malam lalu. "Saya langsung minta waktu ke beliau untuk melapor," kata Ahok di Balai Kota Jakarta, kemarin.

Saat itu, Ahok melaporkan pembahasan evaluasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2015 antara pemerintah DKI dan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang hasilnya menolak Rancangan APBD 2015 dan memutuskan APBD DKI 2015 ditetapkan lewat peraturan gubernur. Artinya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan menggunakan APBD 2015 berplafon pagu anggaran 2014 dengan perubahan.

Kepada Presiden, Ahok mengatakan, dirinya sudah melihat gelagat bahwa kemungkinan Dewan menyepakati penggunaan APBD 2015 kecil. "Sebab, DPRD telanjur menggunakan hak angket yang bertujuan menelusuri proses penyusunan APBD itu."

Ahok menuding tiga pemimpin Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yakni Muhammad Taufik, Abraham Lunggana alias Haji Lulung, dan Ferrial Sofyan, memang berusaha menggagalkan terbitnya Peraturan Daerah tentang APBD 2015. "Taufik, Lulung, Pak Ferrial, mungkin bertiga, ya, itu niatnya supaya tidak ada Perda," kata Ahok di Pintu Air Karet, Pejompongan, Jakarta Pusat, Sabtu lalu.

Menurut Ahok, jika ketiga pimpinan itu menyetujui Perda, akan berdampak terhadap hak angket yang tengah bergulir. "Kalau ada Perda, hak angketnya jadi enggak ada gunanya. Makanya, karena gengsi, mereka bikin jadi Pergub."

Sebaliknya, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Muhammad Taufik mengatakan tak perlu membahas lagi soal Perda atau Pergub yang menjadi landasan aturan penggunaan anggaran DKI saat ini. "Coba cek lagi saja di media-media online sejak awal Maret, yang ngomong mau pakai anggaran 2014 siapa? Dia (Ahok), kan?" ujar Taufik, saat dihubungi kemarin.

Adapun survei yang digelar Populi Center menyatakan hak angket yang diajukan DPRD DKI Jakarta terhadap Ahok ternyata tidak didukung oleh warga Jakarta. Hak yang diajukan untuk menyelidiki penyusunan APBD 2015 itu cuma didukung oleh 1,6 persen warga Ibu Kota. "Ini menarik karena artinya hak angket tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat seperti yang diklaim anggota Dewan," ujar Ketua Populi, Nico Harjanto, Kamis lalu.

Hasil survei di enam wilayah Ibu Kota, termasuk Kepulauan Seribu. menyebutkan 60 persen warga Jakarta mengikuti terus perkembangan isu anggaran Ibu Kota. Hal itu, kata Nico, menunjukkan tingginya ketertarikan publik terhadap masalah yang ada dianggap penting bagi warga. Riset Populi Center digelar pada 11-14 Maret 2015 yang melibatkan 1.000 responden dengan margin of error 3,09 persen. LINDA HAIRANI| ERWAN HERMAWAN | AISHA SHAIDRA | DIMAS SIREGAR|


Pingpong Kasus UPS

Kepolisian Daerah Metro Jaya menyatakan sudah melimpahkan kasus dugaan korupsi pengadaan uninterruptable power supply (UPS) ke Badan Reserse Kriminal Mabes Polri. "Jadi, kasus UPS dilimpahkan ke Mabes Polri," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Martinus Sitompul, Jumat lalu.

Dia mengatakan ada pertimbangan yang membuat ini harus diserahkan ke Mabes Polri. Martinus mengatakan pelimpahan ini perlu guna tetap menjaga keharmonisan antara Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (FKPD) yang terdapat unsur pemerintah daerah hingga kepolisian. "Karena kasus ini melibatkan staf Pemerintahan Provinsi DKI dan legislatif," ujarnya.

Namun Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Komisaris Besar Rikwanto mengatakan kasus korupsi pengadaan UPS masih ditangani oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya. "Mabes Polri, dalam hal ini Bareskrim, sifatnya masih supervisi," kata Rikwanto saat mendatangi gedung Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kamis lalu.

Kasus UPS ini mulai diselidiki Polda Metro Jaya sejak 28 Januari 2015. Berikut ini perkembangan terakhir kasus ini.
-Pengadaan UPS yang harganya sekitar Rp 100-200 juta diduga digelembungkan menjadi Rp 5,8 miliar.
-Belum ada penetapan tersangka, tapi minimal ada dua tersangka dalam kasus korupsi UPS ini, satu dari swasta, satu lagi dari pegawai negeri.
-Polisi telah memeriksa 130 orang saksi, termasuk 73 saksi dari pemerintah DKI, sekolah penerima, dan perusahaan pemenang tender.
-Kerugian negara akibat kasus korupsi ini dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja DKI 2014 diperkirakan mencapai lebih dari Rp 50 miliar. AFRILIA SURYANIS | NINIS CHAIRUNNISA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus