SESAMA hakim dilarang bertinju. Pengumuman seperti ini tampaknya perlu ada pula di Pengadilan Negeri Kualasimpang, Aceh Timur, selain pengumuman yang melarang orang sembarangan masuk ke sana. Ceritanya begini. Suatu siang awal November lalu, seorang wanita penjaja kemeja, celana, handuk, dan sebagainya masuk ke gedung tersebut untuk menemui Arfani Mansyur, salah seorang hakim di situ. Ia dihadang petugas piket. Si petugas menunjuk pengumuman di dinding: pedagang atau peminta sumbangan tidak dibenarkan masuk. Namun, si penjaja mendesak. Ia biasa keluar-masuk di kantor itu. ''Arfani sudah lama pesan handuk, tolonglah saya sekali ini,'' katanya. Lalu petugas mengantarnya ke ruang kerja sang hakim. Ketika handuk itu akan diserahkan ke Arfani, Arifin lewat. ''Ada larangan, kok, kamu berani jualan di sini?'' hardik Arifin, yang ketua pengadilan itu. Mendengar ribut ini, hakim lainnya, jaksa, dan pengunjung lalu berkerumun. Arfani menyabarkan atasannya. Tapi Arifin menggerutu terus seraya mengusir si pedagang. Merasa dialog tak jalan, Arfani pun melayangkan tinju ke muka bosnya. Hakim yang lain berhamburan melerai. Arifin lalu bergegas ke telepon, mengadu ke atasannya Muhammad Nur, Ketua Pengadilan Tinggi Aceh di Banda Aceh. Mereka lalu dipanggil dan didamaikan. ''Arfani minta maaf,'' kata Darwin, Ketua Panitera Pengadilan Tinggi Aceh. ''Ini risiko pimpinan, mau berbuat baik saja salah,'' kata Arifin kepada Affan Bey Hutasuhut dari TEMPO. Tiga tahun dinas di Kualasimpang, ia merasa tindakannya wajar. ''Masa, ada hakim bersidang, di luar orang mondar-mandir berjualan. Kayak pasar saja,'' katanya. Dan sejak kejadian itu, kantor pengadilan tampak tertib, tidak ada lagi orang lalu-lalang berjualan. Akan halnya Arfani Mansyur, yang baru setahun di situ, hanya menyebut persoalan suntuk itu sudah didamaikan pengadilan tinggi. Tapi, menurut Darwin, masalah ini juga dilaporkan ke Mahkamah Agung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini