Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Halte Bus Transpakuan Bogor Mangkrak

BUMD mengeluhkan tak ada anggaran sehingga hanya beberapa unit yang beroperasi.

28 Desember 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BOGOR – Penataan sektor transportasi di Kota Bogor belum berjalan mulus. Berbagai program telah dicanangkan, seperti mengeluarkan angkutan kota modern dengan berbagai fasilitas canggih hingga konversi tiga angkot menjadi satu sejak Bima Arya Sugiarto menjabat Wali Kota. Namun, kebijakan selama lima tahun tersebut tak kunjung mengubah wajah transportasi Kota Hujan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Shelter atau halte bus Transpakuan (TPK) yang berjejer di sisi kanan dan kiri sepanjang Jalan Raya Tajur mangkrak alias tak dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Bahkan proyek perbaikan atau revitalisasi pernah dilakukan pada 2017 dengan anggaran sekitar Rp 802 juta, tapi hal itu tak membuat halte-halte tersebut dimanfaatkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tempo menelusuri sepanjang Jalan Raya Tajur. Di sana terdapat 13 halte bus Transpakuan. Lantaran tak ada bus yang mampir, masyarakat, terutama para pengemudi ojek online, memanfaatkannya sebagai tempat beristirahat sambil menunggu order penumpang.

Kepala Bidang Angkutan Dinas Perhubungan Kota Bogor, Jimmy Ventius Parluhutan, tidak menampik bahwa terjadi salah paham tentang pemanfaatan halte bus Transpakuan tersebut. Jimmy mengatakan shelter tersebut sudah ada sebelum dia menjabat di Dinas Perhubungan. Menurut dia, halte sempat digunakan tapi terhenti dan kondisinya memprihatinkan.

"Makanya kami revitalisasi pada 2017," ujar Jimmy pada saat ditemui Tempo, kemarin.

Dia menerangkan bahwa proyek revitalisasi halte itu adalah program Wali Bima Arya untuk mengubah wajah transportasi Kota Bogor. Kala itu, Bima Arya menginginkan angkutan kota menjadi bus rapid transit (BRT) dan menambah rute bus Transpakuan yang sudah ada dari dua trayek menjadi tujuh trayek. Namun dalam pelaksanaannya, perusahaan-perusahaan pemilik angkot tidak menjalankannya. "Sehingga halte yang direncanakan digunakan pada 2018 itu tidak jadi dipakai," kata Jimmy.

Jimmy membenarkan bahwa Pemerintah Kota Bogor telah memiliki badan usaha milik daerah (BUMD) sektor angkutan massal, yakni Perusahaan Daerah Jasa Transportasi (PDJT). Namun PDJT juga tak mampu memenuhi kebutuhan, lalu trayek-trayek angkot dibagikan kepada perusahaan-perusahaan angkot swasta. Sedangkan PDJT hanya melayani dua trayek, yakni TPK 1 rute Cidangiang-Bubulak dan TPK 7 rute Cidangiang-Sentul. "Sisanya dioperasikan oleh badan hukum."

Menurut Jimmy, halte-halte yang mangkrak di Jalan Raya Tajur akan dimanfaatkan oleh TPK koridor 2, 3, dan 4 yang dioperasikan oleh perusahaan swasta. Rute-rute tersebut akan melintasi Terminal Ciawi menuju sekitaran Kota Bogor.

Dia berharap sektor transportasi publik di Kota Bogor bisa lebih baik. Tapi, dia mengeluhkan usulan dana subsidi yang selalu ditampik oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bogor. "Kami sadar, untuk menuju ke sana tidak gampang," ucapnya

Pelaksana tugas Direktur PDJT Kota Bogor, Endang Suherman, mengatakan tidak memiliki anggaran cukup untuk menjalankan sektor transportasi. Kini PDJT mengoperasikan empat bus di TPK 7 dan dua bus wisata. Sebanyak 29 bus PDJT yang rusak akan diperbaiki menggunakan dana pinjaman. Tapi perbaikan harus bertahap lantaran dana pinjaman belum mencukupi. Itu sebabnya halte yang tersedia tak maksimal dimanfaatkan.

"Tidak ada anggaran pemerintah kota kepada kami," ucap Endang, kemarin.

Dia memastikan pada 2019 tak ada anggaran pengadaan bus. Endang pun menyatakan tak tahu kapan anggaran pengadaan bus disetujui DPRD. Di sisi lain, Surat Keputusan Wali Kota Tahun 2017 tentang pengoperasian TPK dan program konversi angkutan dengan skema 3:1 membuat PDJT harus berjibaku memperbaiki bus-bus lama keluaran 2006. "Bus yang ada di kami tidak layak pakai."

Sebaliknya, Wakil Ketua DPRD Jajat Sudrajat mengatakan PDJT tak mengajukan anggaran sehingga tak ada alokasi dalam APBD 2019 Kota Bogor. Terakhir, Dewan menolak usulan anggaran sebesar Rp 5 miliar pada 2016.

Jajat menuturkan revisi peraturan daerah tentang angkutan umum tengah dibahas DPRD bersama pemerintah yang antara lain soal status badan usaha PDJT. Status terebut sangat penting agar PDJT bisa mendapatkan alokasi anggaran penyertaan modal daerah. "Status ini yang belum disepakati," ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera itu. ADE RIDWAN YANDWIPUTRA | JOBPIE SUGIHARTO


Perjalanan Lambat Transportasi Bogor

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus