Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KOMPLOTAN itu bergerak bagai hantu: melesat, tak tampak, lalu menebar teror dan kematian. Jumat pagi dua pekan lalu, bom di Hotel JW Marriott dan Hotel Ritz-Carlton meluluhlantakkan gedung, menewaskan sembilan orang, dan melukai puluhan lainnya.
Tragedi Jumat berdarah itu dilakukan para durjana dengan modus unik. Dalam teror sebelumnya bom Bali I dan II, Marriott I, dan Kedutaan Australia pengebom menyiapkan bom dari luar dan membawa bahan pembunuh itu ke lokasi ledakan, sedangkan bom Marriott dan Ritz-Carlton dilakukan sebaliknya: bom disiapkan dari dalam (hotel), lalu dibawa ke luar lokasi.
Lebih dari sekadar kategori, modus kedua ini lebih sulit dilakukan. Dibanding cara pertama, volume bom dalam teknik kedua tak besar, mengingat sempitnya ruang gerak persiapan. Bensin dan sabun ba tangan sebagai alat bakar seperti yang dipakai dalam bom Marriott I tak bisa dipakai dalam aksi Jumat berdarah itu. Sebagai gantinya, pengebom menggunakan mur dan baut sebagai ”peluru”. Modus kedua juga membutuhkan keterlibatan orang dalam sesuatu yang tak diperlukan dalam cara pertama.
Tragedi itu datang tanpa isyarat. Sebagian durjana lantak dalam ope rasi itu, sebagian raib entah ke mana.
Arif Zulkifli, Yandi M.R., Amandra Mustika Megarani
1. 15 Juli, pukul 15.01. Pelaku Hasbi check in di Hotel JW Marriott kamar 1808
KAMAR 1808
2. 17 Juli. Kamera keamanan Marriott merekam lelaki berpakaian hitam, menggendong ransel di depan, dan membawa tas menuju JW Lounge.
3. Kamera menangkap lelaki membawa tas bertulisan ”Florist” masuk ke Ritz-Carlton melalui pintu masuk karyawan.
4. Pukul 07.45. Bom meledak di JW Lounge.
5. Pukul 07.47. Bom meledak di Restoran Airlangga, Ritz-Carlton.
6. Pukul 18.00. Polisi menemukan dua kepala sekitar 10 meter dari pusat ledakan.
7. 22 Juli. Polisi mengumumkan sketsa dua wajah yang diduga pelaku.
JW LOUNGE
Castle Group, perusahaan konsultan pimpinan James Castle, mengundang sejumlah eksekutif ke JW Lounge dalam sebuah pertemuan dwimingguan. Rapat ini dilakukan tiap Jumat dan berlangsung pukul 07.00-08.30.
Peserta pertemuan Castle Group
A.James Castle, pendiri Castle Group
B.Noke Kiroyan, bekas Direktur Utama PT Rio Tinto dan Newmont)
C.Andrew Stuart Cobham, Hill & Associates
D.Adrianto Machribie, Komisaris Freeport Indonesia
E.David Potter, Direktur Eksplorasi PT Freeport Indonesia
F.Roy Widosuwito, Direktur Perfetti Van Melle Indonesia, perusahaan permen
G.Scott Merrillees, ahli sejarah ekonomi Orde Baru, pernah mengajar di Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah
H.Timothy David MacKay, Direktur Utama Holcim, meninggal
I.Garth McEvoy, Presiden Direktur Thiess Indonesia, meninggal
J.Craig Senger, Atase Perdagangan Kedutaan Besar Australia, meninggal
K.Nathan Verity, pendiri Verity HR, perusahaan sumber daya manusia, meninggal
Sarapan pagi ini dihadiri pula:
Max Boon (Castle Asia), Gary Ford (Direktur Anadarko Indonesia Company), Peter van Wessel (Presiden Direktur Oil Tanking Ltd.), Simon Lowes (Manajer Komersial Bisnis Hilir Chevron), Edward Thiessen (Alstom Power), Pedro Sole (Alstom Power), Kevin Moore (Presiden Direktur Husky), Mariko Asmarawati Yoshihara (JAC Indonesia)
Karyawan Marriott yang ada di Lounge:Evert Mocodompis (chef banquet, meninggal), Deni Purwanto (waiter), Yoga Purwanto (waiter) , Andri (waiter), Dadang Hidayat (petugas keamanan)
AIRLANGGA
Polisi menduga korban tewas adalah suami-istri dari Belanda, E.J.C. Keaning dan Peter Buererr.
BOM LUAR, BOM DALAM
Bom dari dalam:
Terjadi di JW Marriott dan Ritz-Carlton, Jakarta (2009), rencana pembunuhan Perdana Menteri Inggris Margaret Hilda Thatcher di Brighton, Inggris (12 Oktober 1984), dan rencana pembunuhan Chun Doo-hwan di Rangoon, Burma (9 Oktober 1983).
Bom dari luar:
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo