HARAP-HARAP cemas sedang menghantui para pemegang formulir
perumahan Perumnas di Klender Jakarta Timur, hari-hari
belakangan ini. Setelah selama 15 hari sejak 1 Pebruari untuk
mendapatkannya dengan menyerbu loket-loket yang tersedia di
sana. Dan meski dikatakan drs. Syaifullah, kepala urusan
Pengelolaan Proyek Perunahan Perumnas, "pengeluaran formuir tak
dibatasi, tapi yang dibatasi hanya waktu pengambilan (mulai jam
9 samai dengan jam 3 sore)," toh akhirnya 5.127 formulir
berhasil diperebutkan para peminat rumah murah Klender tersebut.
Jubir Perumnas Pusat drs. Irans Khuana jauh-jauh hari sudah
memperingatkan, "biar pun formulir sudah didapat, tak otomatis
rumah bisa didapat." Tentu saja. Apalagi di luar dugaan warga
kota, ternyata yang diperebutkan pun bukan 7.700 rumah murah
yakni jumlah seluruhnya yang akan dibangun Perumnas di Klender.
Melainkan hanya sekitar 3000 unit. Yakni terdiri dari 683 rumah
sederhana (rumah yang termasuk komplit dan permanen) dan sisanya
rumah inti (masih harus dikembangkan penghuni sendiri). Sisa
dari 7.700 tadi masih harus menunggu tahap pembangunan
berikutnya.
Peminat memang amat besar. Jauh lebih besar dari kemampuan
Perumnas sendiri. Dan seperti dikatakan ir. Radinal Mochtar,
Dirut Perumnas, "sejak awal 1975 sampai dengan anggaran belanja
1978/1979 ini pemerintah sudah menanamkan dana Rp 81 milyar
untuk proyek rumah murah." Toh kebutuhan warga kota akan
perumahan belum bisa dipenuhi.
Perbaikan Kampung
Radinal mengingatkan pembangunan rumah murah yang dilaksanakan
Perumnas adalah dalam rangka program pemerintah di bidang
perumahan secara keseluruhan. Artinya sebagian dari program yang
meliputi pembangunan perumahan atau lingkungan tempat tinggal di
kampung-kampung yang telah ada yang dikenal sebagai "perbaikan
kampung." Ini misalnya dilakukan DKI Jakarta yang kini meluas ke
Surabaya, Cirebon, Bogor dan kota-kota lainnya. Lalu program
penyediaan tanah matang dan rumah inti (sites and services).
Yakni pembangunan rumah-rumah berdasarkan pola terencana dalam
suatu lingkungan yang ada, tapi masyarakat boleh mengembangkan
sendiri rumah-rumah itu. Selanjutnya program rumah sederhana.
Kedua tugas terakhir itu dibebankan kepada Perumnas. Namun
meskipun 73.000 rumah murah (53 ribu berupa rumah inti)
diprogramkan Perumnas di berbagai kota, jumlah itu belum bisa
menutup kebutuhan.
Bagi DKI Jakara yang berpcnduduk lebih S juta dan dengan
sendirinya kebutuhan akan rumah murah besar ketimbang kota-kota
lainnya, mendapat bagian separuh dari 53.000 itu. Ini dikaitkan
dengan pengembangan Jabotabek. Hingga lokasinya akan disebar di
Tanggerang (175 ha), Bekasi (100 ha), Bogor (115 ha) dan
Serpong. Kesemuanya masih dalam proses kata ir. Radinal. Setelah
Depok Baru (112 ha) yang sudah selesai dan dihuni sebanyak 5000
unit, April mendatang akan menyusul di Depok 11 sebanyak 10.000
unit di tanah seluas 270 ha. Selanjutnya di Depok Utara 1300
unit (35 ha).
Cara Memergoki
Radinal merasa tak perlu menyebutkan angka-angka kebutuhan warga
kota akan rumah. Yang terang kebutuhan lebih besar dari
kemampuan Perumnas, katanya. Karena itu agar yang memperoleh
rumah Perumnas benar-benar yang butuh. Radinal mengancam akan
mengeluarkan para penghuni Depok Baru bila ternyata bukan
pemohon sendiri yang mendiaminya. Untuk Klender Radinal telah
memerintahkan Syaifullah agar melakukan 5 tahap penelitian untuk
menghindarkan dari ketentuan yang berlaku. Menurut Syaifullah,
"akan dilakukan satu cara untuk memergoki, apakah seseorang
memang benar-benar belum punya dan butuh rumah."
Sementara itu dari Balaikota DKI muncul kabar baru. Yakni Pemda
DKI sedang menyiapkan suatu proyek pembangunan dalam suatu
kesempatan rumah murah sendiri di luar Perumnas. Itu diungkapkan
Gubernur DKI Tjokropranolo kepada DS Karma dari TEMPO. "Saya
sudah membicarakannya dengan Dirjen Cipta Karya dan beliau
setuju," kata Tjokro. Menurut Gubernur, lokasinya sekitar Muara
Karang, di tepi laut. "Sudah saya bicarakan dengan Menpan
Sumarlin. Sedang dalam penelitian," ujar Gubernur Tjokropranolo
awal Maret lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini