Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Karena Begin Bersikeras

Perdamaian Mesir-Israel tak selesai, karena pendirian Israel dalam hal pemukiman tepi barat sungai Yordan tak dapat di kompromikan. Sadat menawarkan janji, tapi begin belum menentukan jawabannya. (ln)

18 Maret 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MASALAH perdamaian Mesir-lsrael dewasa ini tak menentu antara maju denKan mundur. Ini sebagian disebabkan pendirian Israel dalam hal pemukiman tepi barat Sungai Yordan yang tak mau dikompromikan. Ada lagi alasan lain, yaitu perpecahan dalam kabinet Israel sendiri dalam masalah pemukiman tersebut. Berita vang diterima dari Tel Aviv baru-baru ini mengungkapkan bahwa Menteri Pertahanan Ezer Weizman telah mengancam untuk meletakkan jabatan. Ancaman ini disampaikan karena perintahnya untuk membekukan usaha-usaha pemukiman Yahudi atas wilayah-wilayah yang direbut dari Arab sejak perang tahun 1974 telah ditorpedo oleh orang-orangnya sendiri. Bahkan pelanggaran atas perintah tersebut, kabarnya direstui oleh panglima angkatan bersenjata Israel sendiri. Berita lain mengatakan bahwa Menteri Keuangan Simcha Erich pun mengancam pula untuk mengundurkan diri Sf bagai protes. Bahkan perkembangan terakhir dari negeri bangsa Yahudi itu menunjukkan pula akan adanya lima menteri lain dalam kabinet Menahem Begin mengancam untuk meletakkan jabatan atas dasar alasan yang sama. Begin Menolak Resolusi Amerika pun, sebagai pihak luar yang paling ambisius bagi terciptanya perdamalan dan mencoba membawa Mesir serta Israel kembali ke meja perundingan, sedang dilanda keraguan pula. Alasan utamanya tak lain dari sikap Begin -- tadinya tidak terang-terangan tapi akhir-akhir ini dikatakan secara terbuka -- perihal wilayah-wilayah yang direbut dati orang-orang Arab tersebut. Begin berpendapat bahwa resolusi PBB yang menyerukan penarikan mundur pasukan Israel dari wilayah-wilayah yang direbutnya tidak berlaku secara menyeluruh atas wilayah Tepi Barat. Resolusi 242 yang disetujui secara bulat oleh Dewan Keamanan PBB pada tanggal 22 Nopember 1967 menyebutkan tentang dua prinsip. Pertama, "penarikan mundur seluruh tentara Israel dari wilayah-wilayah yang diduduki" dalam Perang Enam Hari di tahun 1967. Kedua, penghentian suasana permusuhan dan pengakuan bahwa setiap negara di Timur Tengah punya "hak untuk hidup dengan damai di wilayah-wilayah yang aman dan dalam perbatasan yang diakui oleh semua pihak." Karena resolusi itu mencakup kedua pengertian itu dan bukan cuma penarikan mundur pasukan Israel semata-mata, maka itu dianggap sebagai suatu kemenangan besar buat Israel. Pengakuan atas kedua prinsip itu sejak saat itu telah jadi prasyarat bagi pencarian jalan keluar dari kemelut Timur Tengah. Sudah barang tentu ada macam-macam argumentasi dalam menterjemahkan kata "penarikan mundur" ke dalam praktek. Pihak Arab mengartikan itu sebagai pengunduran total seperti keadaan dalam bulan Juni 1967. Amerika berpendirian bahwa tentu saja akan ada penyesuaian yang didasarkan atas situasi dan kondisi medan. Namun, akhir-akhir ini baru Begin seoranglah yang mengatakan bahwa Resolusi 242 cukup dipenuhi dengan pengunduran diri di satu front saja. Misalnya cuma di Sinai saja. Ini benar-benar membuat orang melongo. Sejak Resolusi 242 diterima, tak ada satu pihak pun, termasuk Amerika, yang mempunyai tafsiran seperti Begin. Perisai Sadat Ada hal lain yang membuat orang terpaku. Dulu, pagi-pagi sekali Begin sendiri sudah menyatakan bahwa Resolusi 242 menuntut agar setidak-tidaknya ada pengunduran diri Israel di kawasan Tepi Barat. Namun kemudian ia berkeberatan justru dalam masalah ini, ketika Israel menerima Resolusi 242 sebagai kerangka untuk perundingan seperti yang diusulkan pemerintah Nixon pada tahun 1970. Begin yang tadinya jadi anggota kabinet koalisi meletakkan jabatan karena Israel bersedia mundur dari "Judea dan Samaria." Apabila Begin masih saja bcrpegang pada penafsiran dan syarat ini, maka hari depan perdamaian di Timur Tengah bisa dikatakan suram. Karena Israel telah membatasi kemungkinan perdamaian secara terpisah dengan Mesir dengan mengecualikan masalah lain. Di samping itu tak ada tanda-tanda bahwa Sadat akan mau atau setuju atau mau mengambil risiko untuk mengadakan penyelesaian dengan Tel Aviv secara bilateral. Sejak kunjungannya ke Yerussalem Sadat mengatakan bahwa persetujuan apa saja yang dicapai Mesir-lsrael, itu harus merupakan patokan untuk memungkinkan kompromi antara Israel dengan tetangga-tetangganya yang Arab. Secara gamblang Sadat mengatakan bahwa itu diperlukannya sebagai perisai yang paling tidak bisa melindunœi kritik dunia Arab terhadap kebijaksanaannya. Dan perhatian utama Sadat justru tertuju pada masalah Tepi Barat itu. Di pihak lain Israel berpendapat bahwa ia tak dapat membicarakan masalah Tepi Barat itu dengan Sadat. Israel mau agar Hussein dari Yordania dan wakilwakil orang Palestina di Tepi Barat harus duduk dalam perundingan. Namun, baik Hussein mau pun orang-orang Palestina tak mau ikut berembuk kalau itu diadakan di luar kerangka Resolusi 242. Semua inilah yang menyebabkan mengapa Asisten Menteri Luar Negeri Amerika L. Atherton Jr. tak berhasil dalam kegiatan diplomasinya, walaupun ia harus mundar-mandir Tel Aviv-Kairo-Washington. Dan sampai saat ini ia belum berhasil membawa Israel dan Mesir ke meja perundingan. Penghalang utamanya adalah penolakan Israel untuk menterapkan asas-asas Resolusi 242 atas wilayah Tepi Barat. Begin mengatakan bahwa ia telah diminta untuk menerima suatu "prasyarat" bagi suatu perundingan. Sebenarnya Resolusi 242 hanya merupakan suatu "kerangka kerja" bagi adanya kesepakatan di antara pihak-pihak yang bersengketa di Timur Tengah. Itu pun diperlukan agar suatu jalan keluar yang kelak dihasilkan akan memperoleh dukungan internasional. Padahal sejak awal Presiden Carter sudah memperingatkan bahwa meninggalkan "kerangka kerja" tersebut berarti menyia-nyiakan harapan bagi terciptanya perdamaian. Akibatnya, menurut Carter akan terasa dan berlangsung sampai berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Sayang Penafsiran Begin atas Resolusi 242 mau tak mau telah membawa orang untuk bercuriga bahwa ini merupakan usaha Begin untuk memperluas wilayah Israel tatkala usaha-usaha damai sedang dijalankan. Ini pasti membuat orang tak percaya bahwa Israel benar-benar serius buat mencapai perdamaian di Timur Tengah. Di seberang lain Sadat telah menawarkan kepada Israel hal-hal yang selama 30 tahun cuma berupa impian di tengah hari bolong. Yaitu hubungan diplomatik secara penuh, keuntungan dari hubungan dagang dan sekuriti. Dan yang lebih utama lagi Israel mendapat peluang baik untuk membentuk suatu entelte dengan kekuatan-kekuatan moderat di dunia Arab yaitu Arab Saudi, Yordania dan Mesir. Ketiga negara itu cukup punya pengaruh di Timur Tengah. Hal-hal seperti tersebut di atas bukan saja telah lama dirindukan oleh Israel sendiri, tetapi juga oleh negara-negara Barat yang bersimpati dan jadi penyokong negara Yahudi itu. Sayang kalau Begin sampai menyia-nyiakan peluang ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus