Rupiah jatuh lagi. Untuk pertama kalinya sejak Oktober 1998, harga dolar kembali melejit menembus angka Rp 9.500, Kamis siang lalu. Menurut sejumlah dealer pasar uang, jatuhnya rupiah didorong gosip bahwa pengumuman rekapitalisasi bank bakal ditunda lagi. Desas-desus ini memang berawal dari pernyataan sejumlah pejabat keuangan tentang jadwal pengumuman rekapitalisasi yang masih simpang siur.
''Saya tidak yakin," kata Gubernur Bank Indonesia Syahril Sabirin ketika ditanya tentang jadwal itu, ''Bisa besok, Sabtu, atau Minggu." Sementara itu, Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan, dan Industri, Ginandjar Kartasasmita, enggan menjawab pertanyaan yang sama. ''Saya tak mau menjawab," katanya singkat, ''Nanti disalahkan lagi."
Tak pelak, ketidakpastian ini kemudian dimanfaatkan. Menurut yang punya cerita, gosip penundaan pengumuman rekapitalisasi ini kemudian ''dimasak" pemain uang Singapura. Seiring dengan itu, mereka ramai-ramai menjual rupiah untuk membeli dolar. Akibatnya, harga dolar terhadap rupiah melonjak.
Untunglah, tren ini tak terus berlanjut. Kamis siang, ketika harga dolar mendekati Rp 9.600, sejumlah pedagang duit mulai memetik untung. Mereka menjual dolar yang dibeli sejak harga Rp 8.000 bulan Desember lalu. Akibatnya, tekanan terhadap rupiah juga makin kendor. Upaya sejumlah bank pemerintah untuk menggerojok pasar dengan dolar juga ikut membantu sehingga harga dolar tidak makin gila-gilaan.
Sulit dibantah, di tengah lalu lintas ketidakpastian ini, satu gosip kecil saja sudah gampang menggerakkan harga dolar. Penundaan pengumuman likuidasi perbankan akhir Februari lalu, misalnya, dimanfaatkan untuk menggencet nilai tukar rupiah. ''Pasar bereaksi negatif atas penundaan itu," kata seorang treasury satu bank asing di Jakarta.
Lalu, bagaimana situasi pekan depan setelah likuidasi perbankan diumumkan? Menurut analis pasar keuangan dari Inggris, para pemain uang sedang mencoba mengguncang rupiah agar harga dolar bisa menembus batas keramat Rp 10.000 lagi. Bahan dasar untuk mengerek harga dolar, katanya, bisa diperoleh dengan menggodok kerusuhan di Ambon. ''Kalau Anda padukan semua situasi politik dan ekonomi di Indonesia," katanya, ''tak ada alasan untuk tidak beli dolar."
Mestinya, pekan-pekan ini, tekanan untuk menggencet rupiah kurang bertenaga. Soalnya, seperti biasa, akhir bulan Maret bersamaan dengan waktu membayar pajak. Para pemilik uang dan perusahaan mestinya agak banyak membutuhkan rupiah. Tingginya permintaan rupiah ini, di atas kertas, bakal mendesak nilai tukar dolar.
Namun, anehnya, sejak beberapa pekan terakhir, gejala lapar rupiah tak juga tampak. Bahkan, sebaliknya, likuiditas rupiah di Jakarta seperti semakin membanjir. Menurut seorang ekonom bank asing, banjir rupiah itu mengalir gencar dari luar negeri, terutama Singapura. Kabarnya, rupiah impor ini masuk melalui bank asing dan memborong dolar di dalam negeri.
Tampaknya, rupiah yang selama ini diparkir di luar negeri, ditabung di sejumlah bank di Singapura untuk mengail bunga yang tinggi, mulai mengalir pulang. Dana nganggur ini mencoba memanfaatkan ketidakpastian perekonomian Indonesia dengan mencoba-coba main di dolar.
Yang masih sulit diraba, seberapa besar kekuatan dana-dana ini? Tak ada yang punya jawaban pasti. Yang jelas, pemerintah agaknya tidak mau tinggal diam. Tapi sayang, kekuatan intervensi Bank Indonesia belakangan ini agak melemah. Seorang ekonom memperkirakan, jumlah dolar yang dipasok bank sentral cuma sekitar US$ 5 juta setiap harinya.
Apakah jumlah ini cukup untuk membentengi serbuan rupiah itu? Mudah-mudahan saja. Yang pasti, daya ganjal bank sentral dalam menopang rupiah dengan menjual dolar kini makin terbatas. Maklumlah, cadangan devisa makin tipis. Selain itu, pencairan pinjaman dari Dana Moneter Internasional (IMF), yang biasanya selalu ajek diberikan di akhir bulan, kini agak tersendat.
Jadi, ya, berdoa sajalah. Mudah-mudahan saja utang luar negeri lancar cairnya. Mudah-mudahan pula tak muncul letupan kerusuhan baru, tak ada keputusan pemerintah yang mencla-mencle. Pendek kata, tak ada bahan baku yang bisa digoreng para pemain duit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini