Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Berita Tempo Plus

Harga Sebuah Pernyataan

13 Oktober 2002 | 00.00 WIB

Harga Sebuah Pernyataan
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
KEJUJURAN memang mahal harganya. Dan Jaksa Agung M.A. Rachman tampaknya mesti membayar itu, setidaknya dengan jabatannya. Dipergoki telah secara sengaja tak melaporkan hartanya—sebidang rumah mewah di Cinere—ke Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara, Rachman, salah satu pejabat tertinggi di lembaga penegak hukum negeri ini, tengah keras dituntut mundur oleh banyak kalangan. Rachman ibarat terperosok ke "lubang" yang digalinya sendiri. Ketika melaporkan kekayaannya ke Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara, 10 Juli tahun lalu, ia meneken sebuah pernyataan di atas meterai. Bunyinya: kesediaan diberhentikan jika di belakang hari laporannya terbukti tak benar. Karena itulah, menurut Lili Asjudiredja, anggota Komisi Pemeriksa, Rachman tak punya pilihan selain segera mundur dari jabatannya. Soalnya, masih kata Lili, selain karena pernyataan yang ditekennya sendiri, Rachman juga didesak amanat Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat No. VIII/1999, yang terang-terang menyatakan pejabat negara yang diduga terlibat praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme mesti mengundurkan diri. Pendapat senada diutarakan Staf Ahli Menteri Kehakiman, Oka Mahendra. Jalan yang harus diambil, kata Oka, adalah seperti yang dikenakan terhadap tiga hakim Manulife yang diduga terlibat tindak pidana suap. Sambil menunggu pemeriksaan dewan kehormatan hakim, mereka mengundurkan diri, meski dalam kasus ini sifatnya sementara. "Sehingga, ketika maju ke pengadilan, statusnya sudah tidak aktif lagi," katanya. Yang jadi soal, menurut ahli hukum tata negara dari Universitas Indonesia, Satya Arinanto, ketentuan yang menjadi landasan hukum buat pemeriksaan kekayaan pejabat, Undang-Undang No. 28/1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, tak tegas menetapkan sanksi. Pasal 20, misalnya, cuma menyatakan penyimpangan laporan model Rachman "dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku". Padahal buat Koordinator Indonesia Corruption Watch, Teten Masduki, persoalan ini lebih besar dari sekadar urusan silap mata tak melaporkan sebidang rumah. Ia menuntut supaya dugaan adanya suap juga serius ditelisik. Misalnya, kata Teten lagi, penyelidikan tentang asal-muasal tiga cek yang dibayarkan Rachman ke PT Megapolitan, pengembang rumah Cinere. "Jika itu pemberian dari pihak lain dan berkaitan dengan kasus yang ditangani Kejaksaan Agung, artinya jelas ada indikasi suap," ujarnya. Ketua Sub-Komisi Legislatif Komisi Pemeriksa, Abdullah Hehamahua, lebih tegas lagi. Ia menggarisbawahi pengakuan Rachman bahwa sebagian hartanya diperoleh dari pemberian sejumlah pengusaha yang pernah ditolongnya. "Pemberian satu rupiah pun kepada pejabat publik berarti suap," ia menegaskan. Karena itulah, kata Abdullah lagi, perlu disusun aturan yang secara tegas melarang pemberian dalam bentuk apa pun dan jumlah berapa pun kepada setiap pejabat publik. Petrus Selestinus, anggota Komisi yang lain, memastikan pihaknya akan melimpahkan data temuan lembaganya kepada aparat hukum. Tujuannya, itu tadi, menyelidiki kemungkinan adanya dugaan korupsi. Supaya tak ada konflik kepentingan, berkas akan dilimpahkan ke kepolisian. Dan ini bisa jadi malapetaka buat Rachman. Jika setelah ditelusuri ternyata di balik gemerlap hartanya itu ditemukan unsur korupsi dan tindak pidana lainnya, perkara bisa kian gawat. Merujuk ke Undang-Undang No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, ancaman hukuman yang lebih berat sudah menunggu. Kalau memang terbukti menerima suap, sekadar pengunduran diri tak akan lagi memadai. Rachman, Jaksa Agung republik ini, bahkan bisa dibui seumur hidup. Ahmad Taufik, Edy Budiyarso

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus