Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
AKTIVITAS Matthew Helms, 13 tahun, setiap hari dimulai pukul 07.30. Dia siswa sekolah berasrama di Augartenpalais, Wina, Austria. Seperti siswa pada umumnya, Matthew mengikuti kelas akademik yang mengajarkan subyek semacam matematika, bahasa, dan ilmu eksak. Bedanya, dia punya jadwal dua jam setiap hari untuk berlatih menyanyi dan satu jam khusus untuk teori musik. "Kami punya jadwal belajar cukup panjang yang baru berakhir pukul 6 sore," kata Matthew.
Bocah asal Selandia Baru itu adalah anggota Vienna Boys Choir, paduan suara yang telah berusia 600 tahun lebih. Sejak kecil, dia telah bernyanyi untuk komunitas dan gereja di daerah asalnya. Pada suatu pertunjukan, pencari bakat dari Vienna Boys Choir mendatangi Matthew dan mengajaknya bergabung. Matthew terbang belasan jam menuju Wina dan kini menjalani hari-hari sebagai siswa sekolah musik sekaligus anggota paduan suara yang rutin tur keliling dunia. "I really enjoy it," ujarnya.
Matthew kadang merindukan rumah. Untungnya dia tak sendiri. Nathan Helms, adik Matthew, kebetulan juga anggota paduan suara itu. Saat Matthew tampil di Jepang, Nathan datang menonton pertunjukannya. "Di sana aku ditanya oleh choir master apakah mau bergabung juga, aku langsung mengiyakan," ucap Nathan.
Vienna Boys Choir punya tradisi yang panjang dalam menerima murid dari seluruh dunia. Saat ini ada 400 siswa yang belajar di sana dari usia 3 hingga 18 tahun. Mereka berasal dari 30 negara di semua benua. Bahasa pengantar di sekolah ini adalah Jerman. "Anak-anak ini bisa belajar bahasa dengan sangat cepat," kata Manolo Cagnin, konduktor Vienna Boys Choir.
Kurikulum sekolah dirancang untuk mempersiapkan siswa menjadi anggota paduan suara yang akan tur keliling dunia. Vienna Boys Choir memiliki empat kelompok paduan suara, yaitu Brucknerchor, Schubertchor, Mozartchor, dan Haydnchor. Seleksi untuk masuk kelompok tur ini dilakukan saat siswa berumur 10 tahun. Mereka akan menjadi anggota kelompok itu hingga usia 14 tahun.
Terpilih sebagai anggota paduan suara ditandai dengan cap ceremony atau prosesi pemberian seragam. Anggota paduan suara memiliki seragam khusus model pelaut dengan kerah lebar dan topi bertulisan "Wiener Sängerknaben", bahasa Jerman untuk Vienna Boys Choir. Ada dua jenis seragam, biru untuk sehari-hari dan putih untuk konser.
Seragam model pelaut dipilih, selain karena nyaman dan sederhana, menyimbolkan kegiatan kelompok ini yang selalu berkelana mengelilingi dunia seperti pelaut. Sebelumnya, saat Vienna Boys Choir masih di bawah otoritas Kekaisaran Romawi Suci, seragam resmi mereka adalah kostum khas militer kekaisaran lengkap dengan belati.
Menjadi bagian dari kelompok tur juga berarti memiliki jadwal lebih padat dari biasanya. Robert Mulchrone, 12 tahun, bercerita, anggota Vienna Boys Choir biasa membagi waktu akademik setahun menjadi tiga semester. Dua semester untuk kegiatan akademis dan satu semester khusus untuk tur. "Materi pelajaran harus dipadatkan dalam dua semester itu," ujar Robert, yang berasal dari Kanada.
Di sela kesibukan tur, latihan musik, dan belajar, Manolo Cagnin memastikan anak-anak ini tetap diberi porsi untuk kegiatan bersenang-senang. Ada macam-macam kegiatan ekstrakurikuler di sekolah yang tak melulu soal musik, seperti berenang dan gimnastik. "Tidak mungkin mengharapkan anak laki-laki yang penuh energi bisa selalu duduk tenang di kelas setiap saat," katanya.
Lagi pula, menurut Cagnin, tujuan utama Vienna Boys Choir bukanlah menciptakan pemusik profesional yang mampu tampil tanpa cela setiap waktu. Hal pertama yang ditanamkan kepada anak-anak ini adalah untuk mencintai dan menikmati musik. "Menjadi bagian dari Vienna Boys Choir bukanlah hidup yang mudah bagi anak-anak semuda ini. Kami mengajari mereka untuk menikmati itu," kata Cagnin.
Selain menjadi anggota paduan suara, ada banyak pilihan aktivitas lain yang disediakan sekolah musik ini, seperti teater dan opera. Anak-anak terlibat aktif dalam produksi pertunjukan dan telah menampilkan banyak judul opera, seperti The Journey of the Little Prince and The Tablet of Destinies karya Gerald Wirth tentang mitos Anzu di Babilonia dan Moby Dick, yang terinspirasi dari novel Herman Melville. Anak-anak ini juga dikenalkan pada variasi musik dari segala generasi dan berasal dari berbagai budaya di dunia.
Sebagian besar alumnus sekolah kemudian memilih karier di bidang seni dan menjadi musikus profesional, baik sebagai konduktor, penyanyi, maupun pemain alat musik. Antonio Caldara, Michael Haydn, dan Anton Bruckner adalah beberapa nama terkenal lulusan Vienna Boys Choir.
Moyang Kasih Dewimerdeka
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo