Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Para Penjaga Ciliwung

Hari ini, 27 Juli, diperingati sebagai Hari Sungai Nasional. Sungai Ciliwung memiliki banyak komunitas peduli sungai. Butuh gerakan massal dari pemerintah dan masyarakat untuk kembali menyehatkan Ciliwung.
 

27 Juli 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Warga mengikuti ekowisata bersama Yayasan Sahabat Ciliwung di Sungai Ciliwung, Depok, Jawa Barat. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DEPOK – Di tengah masifnya pencemaran, Sungai Ciliwung terhitung beruntung. Masih ada segelintir warga yang menaruh kepedulian besar terhadap sungai yang membelah Jakarta itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di antara kelompok masyarakat peduli sungai itu, terdapat Komunitas Sahabat Ciliwung. Hidayat, pengarah di kelompok tersebut, bersama rekan-rekannya rutin berpatroli di sepanjang Sungai Ciliwung di wilayah Kota Depok. Saban menyusuri kali, biasanya Hidayat menerjunkan dua perahu dengan 12-14 orang. "Seminggu sekali, kadang juga sebulan dua kali," kata Hidayat ketika ditemui, kemarin. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Relawan Yayasan Sahabat Ciliwung membersihkan sampah di tepi Sungai Ciliwung, Depok, Jawa Barat. TEMPO/M. Taufan Rengganis

Hidayat cs tak hanya membersihkan sungai. Sembari berperahu, mereka memberikan edukasi kepada masyarakat sekitar agar tak membuang sampah di kali. Hidayat sering kali mendapati warga tanpa merasa bersalah melemparkan buntelan sampah ke Ciliwung. "Enggak mudah mengubah pola pikir masyarakat," ujarnya. Peringatan Hari Sungai Nasional setiap 27 Juli menjadi ikhtiar untuk membuat masyarakat lebih peduli terhadap kali.
 
Tumpukan sampah mengakibatkan masalah lain bagi Kali Ciliwung, yakni pendangkalan. Urukan tanah dan sampah tertinggal hingga ke dasar sungai dan membuat volume lintasan air Ciliwung berkurang. "Sepanjang 15 meter (dari sungai) tidak boleh ada permukiman. Tapi buktinya sebaliknya," kata dia. 
 
Di tengah kabar buruk soal nasib Ciliwung, terselip berita baik. Menurut pengamatan Komunitas Sahabat Ciliwung, kondisi kali tersebut relatif membaik. Buktinya, muncul kembali sejumlah hewan asli Ciliwung yang sempat dikira punah, seperti ikan baung, keting, palung, senggal, lawak, dan reptil bulus. "Kemarin di Lenteng Agung sama Pejaten (Jakarta Selatan) ditemukan lobster biru dan kepiting,” kata Hidayat. 
 
Kelompok lain pelestari Ciliwung, Warga Peduli Lingkungan, sependapat soal kualitas sungai yang membaik. Namun Ketua Warga Peduli Lingkungan, Solihin, menilai kualitas air Ciliwung masih jauh dari batas kelayakan. Sebab, masih banyak kandungan mikroplastik dan bakteri Escherichia coli. Sumbernya mudah ditebak, sampah plastik dan tinja. "Perlu penanganan bersama komunitas dan pemerintah untuk mengembalikan kelestarian sungai,” kata Solihin.

Ketua Komunitas Peduli Ciliwung (KPC) Bogor, Suparno Jumar, di Situ Duit, Tanah Sareal, Kota Bogor. TEMPO/M.A. Murtadho

Ketua Komunitas Peduli Ciliwung, Suparno, merasa miris melihat perilaku sebagian warga yang masih memperlakukan sungai sebagai tempat sampah. Padahal, saban tahun, mereka diterjang banjir dari sungai tersebut. 
 
Kelakuan tersebut, Suparno melanjutkan, membuat semua kerja anggota komunitas sia-sia. Setelah susah payah mereka bersihkan, sungai kembali kotor dalam hitungan jam. 
 
Kepala Laboratorium Geodesi Institut Teknologi Bandung (ITB), Heri Andreas, mengatakan kinerja komunitas pelestari Ciliwung harus mendapat dukungan dari masyarakat dan pemerintah. Dia mengibaratkan mereka sebagai oase di tengah padang pasir. Titik terang di tengah muramnya nasib Ciliwung.


Namun Heri pesimistis kegiatan komunitas-komunitas tersebut bisa berpengaruh besar terhadap Sungai Ciliwung. Sebab, kegiatan mereka bersifat parsial. Perlu gerakan yang lebih masif dari pemerintah dan masyarakat untuk menyehatkan kembali sungai yang terbentang sepanjang 120 kilometer tersebut. 

Heri menyesalkan keputusan pemerintah DKI Jakarta yang urung memperlebar badan Sungai Ciliwung ke ukuran alamiahnya. Tanpa upaya tersebut, dia khawatir banjir akan terus terulang dan semakin tinggi, terutama di siklus banjir besar.

INDRA WIJAYA | ADE RIDWAN YANDWIPUTRA (DEPOK) | M. SIDIK PERMANA (BOGOR)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Indra Wijaya

Indra Wijaya

Bekarier di Tempo sejak 2011. Alumni Universitas Sebelas Maret, Surakarta, ini menulis isu politik, pertahan dan keamanan, olahraga hingga gaya hidup.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus