Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Hasrat Pecah Kongsi

Kaum perempuan ingin kemesraan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla diteruskan. Kaum laki-laki berharap keduanya pisah.

29 Oktober 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JUSUF Kalla-lah yang mendahului memberi isyarat ”pecah kongsi”. Pada acara berbuka puasa di Hotel Santika, Jakarta, 2 Oktober lalu, wakil presiden itu menggumamkan rencana perpisahannya dengan Susilo Bambang Yudhoyono.

Di depan pengurus Partai Golkar, saat itu ia kembali menyalakan sinyalnya maju ke medan pemilihan presiden pada pemilu mendatang. Keputusan resminya akan diumumkan oleh rapat kerja nasional partai itu, November ini. ”Bagaimana-bagaimananya ditentukan pada awal 2009,” kata Kalla.

Langkah Ketua Umum Partai Golkar itu segendang dengan respons publik yang dihimpun Lembaga Survei Indonesia. Dalam survei disebutkan, responden yang menginginkan Yudhoyono-Kalla ”cerai” pada Pemilu 2009 hampir sama banyaknya dengan mereka yang menginginkan keduanya tetap rukun.

Namun publik kota dan desa yang disurvei tampak mencolok perbedaannya. Orang kota mendorong kedua pemimpin itu sebaiknya maju sendiri-sendiri. Sebaliknya, warga pedesaan berharap Yudhoyono-Kalla tetap bergandengan tangan.

Kalangan berpendidikan perguruan tinggi juga berharap Yudhoyono-Kalla tak lagi berpasangan. Sebaliknya, responden tingkat sekolah dasar—mayoritas pemilih dalam setiap pemilu—menginginkan keduanya tetap rukun. Kelompok ibu-ibu berharap pasangan SBY-JK awet maju. Sebaliknya, kaum Adam ingin keduanya berpisah saja.

Kepastian Kalla meninggalkan Yudhoyono antara lain ditandai rajinnya pengurus Partai Golkar menggalang koalisi dengan partai ”pembenci” Yudhoyono. Salah satunya PDI Perjuangan. Bibit koalisi disemai di sini: elite partai Surya Paloh dari Golkar dan Taufiq Kiemas dari PDI Perjuangan duduk sepanggung dalam rapat akbar di Medan dan Palembang beberapa bulan lalu.

Kalla sendiri gesit bergerilya. Ia mengunjungi sejumlah tokoh, seperti mantan wakil presiden Try Sutrisno, Megawati Soekarnoputri, bahkan sowan ke bekas penguasa Orde Baru, Soeharto. Lawatan itu dibungkus dengan ”brand” merajut kesinambungan kepemimpinan nasional.

Habis acara sowan-sowanan, Kalla berkeliling ke sembilan provinsi di Sulawesi dan Sumatera. Disambut pejabat pemerintah daerah, ia juga menyempatkan diri bertemu dengan kader Golkar dan ormas mahasiswa serta melihat proyek pertanian.

Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Arbi Sanit, menilai Kalla sangat percaya diri dan punya modal berani. Persoalannya, kata Arbi, ia bukan orang Jawa. Kendala inilah yang sedang dicari penangkalnya dengan menggaet calon wakil presiden wong Jowo.

Orang Jawa yang dibidik memang belum tampak. Tapi, menurut Arbi, ”Di Golkar ada Sri Sultan Hamengku Buwono X dan di PDI Perjuangan ada Pramono Anung.”

Dalam survei, sebetulnya publik sudah memilihkan pendamping Kalla, yaitu Megawati Soekarnoputri. Pramono tak masuk lima besar calon wakil saudagar kelahiran Makassar itu.

Namun, di mata Muladi, salah satu Ketua Dewan Pertimbangan Pimpinan Partai Golkar, koalisi Jusuf Kalla-Megawati belum kuat menandingi Susilo Bambang Yudhoyono. Dipasangkan dengan siapa saja, kata Muladi, Kalla masih di bawah Yudhoyono. ”Partai jangan memaksakan JK maju,” kata Muladi, yang juga Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional.

Untuk Yudhoyono, jika kelak berpisah dengan Kalla, publik juga sudah menawarkan sejumlah calon wakil. Wiranto menempati posisi pertama, disusul Megawati, Amien Rais, Hidayat Nur Wahid, dan Akbar Tandjung.

Kecil kemungkinan Megawati dan Wiranto mengambil peluang ini. Sebab, keduanya sudah memiliki tiket menuju RI-1. Megawati kandidat dari PDI Perjuangan, dan Wiranto akan diusung Partai Hati Nurani Rakyat.


Mustahil, Yudhoyono Wakil Kalla

Suara publik bahwa Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla tetap berpasangan atau tidak berpasangan hampir berimbang. Partai Golkar tak sampai hati meminta Yudhoyono jadi wakil presiden (%). Masih berpasangan 41,5% Tidak berpasangan 42,5%

Lima Calon Wakil
SBY JK
19,6Wiranto14,0
17,0Megawati15,3
14,6Amien Rais12,8
8,8Hidayat Nur Wahid5,4
4,4Akbar Tandjung5,2

Demografi
Masih berpasangan  Tidak berpasangan
39,0Laki-laki45,6
44,2Perempuan39,3
44,2Pedesaan38,5
37,2Perkotaan48,9
43,2Sekolah Dasar31,3
35,6Kuliah60,3
Wilayah
30,1DKI61,9
32,9Jawa Barat53,3
5,7Bali35,9
28,3Sumatera Barat64,2
40,5Sulawesi Selatan29,8
12,0Kalimantan Timur85,0
44,5Nusa Tenggara Barat32,3

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus