BOS selalu benar. Begitu pemeo yang tampaknya diciptakan para karyawan, gara-gara kesal melihat tingkah atasannya. Kebenaran pemeo itu dibuktikan sepasang suami-istri Drs. Hardiansyah, 33 tahun, dan Herlinawati, 31 tahun, yang kena getah gara-gara mengadukan atasannya, Kepala Kantor Wilayah Perhubungan Kalimantan Selatan, Drs. Zainal. Kedua pegawai Perhubungan itu, pertengahan Januari lalu, divonis Pengadilan Negeri Banjarmasin hukuman masing-masing 4 bulan penjara. Mereka dinyatakan bersalah mencemarkan nama baik Zainal karena menuduh atasannya itu telah berkata dan berbuat tak senonoh terhadap Herlinawati, alias Herlina. Bak jatuh ditimpa tangga, sebelumnya, pada Mei lalu, suami-istri itu dipecat Menteri Perhubungan. Kasus mencemarkan nama baik ini bermula dari pergantian pimpinan di situ. Sebagai Kakanwil baru, Drs. Zainal dinilai genit oleh bawahannya, bendaharawan rutin, Nyonya Herlina. "Setiap menghadap, saya selalu digoda Zainal dengan perbuatan dan perkataan yang berkonotasi porno dan cabul," kata Herlina. Bersama suaminya, Herlina mengirim surat ke Menteri Azwar Anas, minta dimutasikan. Alasannya, itu tadi, tak tahan diganggu Drs. Zainal. Surat tertanggal 10 November 1989 itu juga dibarengi sumpah, "Demi Allah dan Quran." Konflik bertambah runyam ketika surat itu beredar di kalangan wartawan, dan harian Banjarmasin Post sempat menyentil lewat "Pojok"-nya. Sejak itu Zainal merasa terpukul. Istrinya, karena malu, tak aktif lagi di Dharma Wanita. Anaknya diolok-olok temannya di sekolah. Zainal pun mengirim surat bantahan ke Menteri Azwar Anas. Selain itu, Zainal mengadukan suami-istri ini ke polisi. Hakim Soemardjono, yang memeriksa kasus itu, menganggap surat yang ditulis kedua terdakwa tidak benar. Misalnya, terdakwa menyebut belasan kali Zainal menggodanya, dan tanggal persisnya disebutkan 6 dan 14 Juni 1989, serta pada 20 September 1989. Ternyata, di persidangan terungkap bahwa pada 6 Juni Zainal sedang tidak di kantor. Pada 14 Juni 1989, Zainal cuti bersama keluarganya ke Surabaya. Buktinya, Zainal menyodorkan surat izin cuti dari Sekjen Perhubungan tertanggal 3 Juni 1989. Sedang pada 20 September ia sedang rapat di Samarinda. Akhirnya mereka divonis 4 bulan penjara. Atas vonis itu, Herlinawati dan Hardiansyah menyatakan banding. Nasib lebih buruk dialami Januar Pansuri, 37 tahun. Ia dipecat dari status pegawai PU gara-gara diduga memfitnah atasannya korupsi. Pekan-pekan ini Januar menggugat atasannya, bekas Kasubdit Perencanaan Teknis Direktorat Irigasi I (yang berkedudukan di Bandung) -- kini sebagai Direktur Irigasi I Ditjen Pengairan PU -- Ir. Soenarno, M.S., sebesar Rp 115 juta di Pengadilan Negeri Bandung. Pada Agustus 1987, sepulang dari Manila, Soenarno melihat bahwa di sudut-sudut tembok kantornya tertempel tulisan: "Ada penyimpangan pembelian barang-barang" tertanda Rumah Tangga. Soenarno menuding itu ulah Kepala Gudang Kantor Subdit Perencanaan Teknis Direktorat Irigasi I di Bandung, Januar Pansuri. Januar pun diberhentikan tanpa surat. Merasa diperlakukan tak adil, Januar mengirim surat pengaduan penyimpangan Ir. Soenarno kepada Dirjen Pengairan dan Kejaksaan Negeri Bandung, Februari 1988. Berkat laporan itu, pihak PU membentuk tim pengumpul data. Namun, hasilnya tak jelas. Sebab itu, Januar kemudian mengirim surat ke berbagai instansi, mulai dari DPR, Kotak Pos 5000, Menteri PU, sampai ke Presiden dan wakilnya. Disebutkan di situ, antara lain, Ir. Soenarno dan beberapa kepala seksi telah mengkorup dengan cara membuat proyek fiktif senilai Rp 225 juta. Misalnya, pembelian peralatan fiktif pada proyek Krueng Aceh dan proyek Upper Komering. Januar tahu persis permainan itu lantaran prosedur pengeluaran dan pembelian alat melaluinya. Laporan Januar ini juga dimuat di beberapa surat kabar. Buntut pengaduan itu, pada Oktober 1989, terjadi perjanjian antara pihak Soenarno dan Januar. Di situ antara lain disepakati bahwa Januar dipekerjakan kembali sebagai pegawai negeri. Selain itu, gaji dan hak-haknya yang disetop selama dinonaktifkan dibayarkan kembali. Namun, perjanjian itu tak pernah terealisasi hingga Januar menggugat Soenarno Rp 115 juta -- ganti rugi materiil selama mengurus kasus ini Rp 15 juta dan imateriil Rp 100 juta. "Saya punya bukti-bukti dan saksi-saksi. Akan saya paparkan masalah lain yang lebih besar," kata Januar, yang bekerja di PU sejak 1973, optimistis. Ir. Soenarno, M. Sc., yang menggugat balik sebesar Rp 1 milyar, kalem saja menanggapi semua itu. "Ini kan masalah anak nakal saja. Dia ingin mencemarkan nama baik saya," kata Soenarno. WY., Almin Hatta, dan Ahmad Taufik
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini