Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LAMA digembar-gemborkan sejak awal tahun, apa yang direncanakan Bank Indonesia akhirnya terwujud juga. Sejak Jumat pekan lalu, Bank Indonesia mulai memberlakukan penggunaan BI 7-Day Repo Rate sebagai suku bunga acuan baru, menggantikan BI Rate. "Persiapan sudah beres semua. Tinggal finalisasi dalam Rapat Dewan Gubernur BI hari ini," kata Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo, Jumat pekan lalu.
Demi merealisasi kebijakan moneter ini, bank sentral gencar menggelar sosialisasi bunga acuan baru tersebut. Sasarannya bukan hanya pelaku industri perbankan, tapi juga pemerintah, otoritas keuangan, parlemen, akademikus, investor, serta media massa dalam dan luar negeri.
Alasan perubahan suku bunga acuan ini, menurut Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara, untuk mengikuti tren pasar. Sebab, industri perbankan lebih banyak melakukan transaksi menggunakan suku bunga di tenor tujuh hari. Sampai Juli tahun ini, misalnya, perputaran uang di suku bunga tenor tujuh hari hingga satu bulan mencapai Rp 110 triliun. Adapun tenor satu bulan hingga satu tahun Rp 98 triliun.
Mirza memastikan perubahan acuan ini tidak bisa diartikan sebagai pelonggaran moneter. Meskipun suku bunga bertenor tujuh hari (5,25 persen) lebih rendah daripada suku bunga BI saat ini (6,5 persen), "Bukan berarti suku bunga (kredit) akan turun," ujarnya saat mensosialisasi suku bunga acuan baru kepada industri perbankan di Hotel Millennium, Jakarta, Senin pekan lalu.
Pejabat di Kementerian Koordinator Perekonomian mengatakan sebenarnya perubahan bunga acuan BI ini merupakan respons atas desakan pemerintah. Berulang kali, di berbagai kesempatan, Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla menyampaikan keluhan terhadap tingginya bunga kredit domestik dibanding negara tetangga.
Puncaknya, pada sidang kabinet Januari lalu, pemerintah menjanjikan insentif bagi perbankan yang bisa menekan efisiensi. "Target yang diharapkan tentu saja bunga kredit murah dan menggairahkan sektor riil," kata pejabat tadi. Selama ini bunga bank di Tanah Air masih dua digit. Sementara itu, Malaysia dan Thailand bisa di bawah 5 persen.
Bank Indonesia saat itu menyanggupi menekan bunga kredit. Syaratnya: pemerintah bisa menjaga inflasi. "Kami akan nyaman kalau inflasi bisa 4 persen tahun ini dan tahun depan," kata Agus Marto.
Syarat yang diminta bank sentral cukup beralasan. Sebelum 2010-2011, BI menerapkan kebijakan moneter ketat untuk mengantisipasi dampak krisis global 2008. Tapi, mulai 2010, triliunan dolar masuk ke emerging markets, termasuk Indonesia. Banjir modal itu semestinya bisa menurunkan suku bunga. Tapi itu tak terjadi karena inflasi tinggi. "Kalau suku bunga lebih rendah dari inflasi, duit kabur lagi," ujar Mirza.
Di situlah mulai terasa suku bunga acuan (BI Rate) tumpul. Bunga acuan, yang merupakan patokan bunga setahun, tidak mencerminkan pergerakan pasar. Sementara itu, pasar uang antarbank lebih banyak mencari sumber pendanaan jangka pendek (tujuh harian).
Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Kartika Wirjoatmodjo mengatakan sistem bunga acuan baru bank sentral tidak akan mengubah cara bisnis perbankan. "Cita-cita penurunan suku bunga kredit tergantung ramai-tidaknya transaksi di tenor tujuh hari sehingga bisa menurunkan suku bunga tenor lainnya," ucap Kartika. Efeknya, kata dia, baru kelihatan tiga bulan ke depan.
Staf Ahli Bidang Ekonomi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Prijambodo mengatakan kebijakan BI ini tak serta-merta menjadi obat mujarab meski terkesan melonggarkan moneter. Suku bunga kredit dua digit diyakininya akan terus terjadi meski ekspektasi inflasi membaik. "Inefisiensi dan mahalnya cost of fund setidaknya menambah 4 persen bunga pinjaman dari suku bunga acuan," ujarnya.
Andi Ibnu, Ghoida Rahmah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo