Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Kebosanan berdiam di rumah membuat sebagian orang mencari kesibukan dengan mempelajari hobi baru.
Aktivitas yang banyak diminati adalah membuat kerajinan tangan, seperti membuat gerabah dan merajut.
Kegiatan berkarya bermanfaat menjaga kesehatan jiwa selama masa pandemi.
Sexy. Kata itulah yang ada di benak Mike Widi setiap kali melihat tayangan yang menggambarkan aktivitas pembuatan gerabah. Entah kenapa, kata Mike, kegiatan membentuk tanah liat menjadi aneka benda menggunakan pelarik selalu terlihat menarik dan membangkitkan rasa penasarannya. Bisa jadi, imaji Mike itu terbentuk gara-gara adegan ikonik yang dilakukan aktris Demi Moore dan Patrick Swayze dalam film Ghost yang diliris pada 1990.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rasa penasaran inilah yang membuat Mike, kini berusia 34 tahun, selalu ingin mencoba belajar berkreasi dengan tanah liat. “Tapi enggak pernah ada kesempatan,” ujarnya kepada Tempo, Jumat lalu. Perempuan yang bekerja di salah satu universitas di Depok ini kerap disibukkan pekerjaan dan kegiatan mengurus suami dan seorang putranya. “Kesempatan itu baru datang pada Juni lalu.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketika itu Mike melihat Ayu Larasati, salah satu seniman gerabah asal Jakarta membuka kelas pelatihan. Meski biaya pendaftarannya mencapai Rp 2 juta, Mike melihat ini menjadi kesempatan untuk menuntaskan rasa penasarannya. “Apalagi saat itu aku lagi bosen-bosennya di rumah, enggak bisa ke mana-mana gara-gara pandemi. Pekerjaan juga dilakukan dari rumah.”
Jadilah Mike mendaftar. Kelas itu diadakan di studio sang seniman di pinggiran Jakarta. Ia bersama dua orang lainnya mengikuti pelatihan mulai dari pengenalan alat dan teknik-teknik dasar membentuk tanah liat. “Kelasnya diadakan dalam tiga kali pertemuan, seminggu sekali.” Di kelas itu, bayangan Mike terbukti. “Aku beneran merasa seksi saat menyentuh dan membentuk tanah liat, ha-ha-ha.”
Kesenangan Mike bertambah karena, selain diajarkan cara membentuk tanah liat, ia dilatih membuat benda-benda gerabah. Selama di kelas itu, Mike membuat sejumlah benda, seperti mug, mangkuk, dan gelas minum teh. Ia juga merasa puas karena hasil karyanya dipuji oleh sang seniman. “Meski aku merasa karyaku bentuknya meleyot enggak keruan, tapi menurut pengajarku, memang inilah esensi seni gerabah. Hasilnya sesuai dengan karakter pembuatnya, ada yang rapi dan berbentuk tegas, tapi ada juga yang abstrak tapi tetap berestetika.”
Hal lain yang dirasakan Mike saat belajar membuat gerabah adalah hilangnya kepenatan yang ia rasakan. Selain menjadi sebuah hal baru yang ia pelajari, aktivitas ini seolah menghilangkan rasa stresnya sekaligus memberikan ketenangan bagi dirinya. “Aku juga jadi semangat untuk mengikuti kelas-kelas berikutnya.”
Mike sempat terpikir untuk meneruskan keterampilan barunya ini di rumah. Tapi rupanya harga peralatan dan kebutuhan untuk menekuni kerajinan ini cukup mahal. “Meja putar (pelarik)-nya saja bisa sampai Rp 15 juta, belum tungku untuk memanggang tanah liatnya, bisa lebih dari Rp 20 juta.” Meski begitu, Mike sudah cukup puas bisa menuntaskan rasa penasarannya berkreasi dengan tanah liat.
Sementara ia tak bisa menekuni hobi membuat gerabah di rumahnya, Mike punya cara lain untuk mengatasi stres. Masih berkaitan dengan seni dan keterampilan, Mike mengisi waktu luangnya dengan belajar melukis dan mewarnai.
“Sekarang banyak toko alat seni yang menjual paket perlengkapan melukis. Ada juga yang menjual kanvas yang sudah tertera sketsa, jadi tinggal diwarnai. Bagi pemula atau yang baru belajar, ini sangat bermanfaat.” Kegiatan yang mengasah keterampilan ini, bagi Mike, membantunya lebih berfokus dan melupakan rasa penatnya. “Jadi ada kesenangan lain di rumah.”
Gerabah buatan Mike Widi. Dok. Pribadi
Menekuni hobi atau menjajal kegemaran baru menjadi tren yang banyak dilakukan orang belakangan ini. Seperti Mike, aktivitas yang serba terbatas membuat orang harus mencari cara lain untuk mengusir kejenuhan. Secara ilmiah, kegiatan menekuni hobi juga diklaim bermanfaat bagi kesehatan mental.
Menurut sebuah hasil penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Psychotherapy and Psychosomatics pada 2020, melakukan hobi disebut dapat menurunkan gejala depresi sebesar 30 persen, terutama di kalangan orang dewasa dan usia lanjut. Hasil penelitian itu juga menyatakan bahwa melibatkan pasien depresi ringan dalam kegiatan hobi, seperti berkarya melalui musik, membuat kerajinan tangan, mengoleksi benda, atau merakit miniatur, menjadi salah satu cara efektif untuk pemulihan kesehatan mental.
Psikolog klinis Sustriana Saragih menjelaskan, pada dasarnya hobi adalah aktivitas yang bisa mendatangkan kesenangan, sesuai dengan bakat dan minat setiap individu. “Kalau aktivitasnya tidak menyenangkan dan membuat kita malah terkungkung atau tidak nyaman, ya, buat apa,” kata Sustri lewat sambungan telepon, Jumat lalu.
Dalam ilmu psikologi, kata dia, melakukan hobi biasa disarankan psikolog kepada para klien yang sedang mengalami gangguan kesehatan jiwa, seperti depresi ringan. “Hal ini salah satu behavior activation therapy. Secara klinis, terapi ini sudah terbukti bisa mengobati depresi.”
Salah satu gejala depresi ialah anhedonia. Ini merupakan kondisi di mana seseorang kehilangan minat dan gairah untuk melakukan hal-hal yang biasanya disukai. Kondisi ini, kata Sustri, terjadi ketika isi pikiran seseorang dipenuhi masalah. Sehingga membuat tubuh menjadi terasa lemas, kurang bergairah, dan tak berenergi.
Nah, bagi penderita depresi ringan yang kehilangan motivasi semacam ini, terapi dengan mendorong agar mereka kembali aktif berkegiatan menjadi salah satu cara pengobatan. Caranya, pasien diminta untuk berkegiatan, apa pun aktivitasnya. “Meski lemas atau malas, lakukan saja. Sebab, ketika kita sudah mulai melakukan aktivitas, tubuh akan bergerak, pikiran pun terangsang menjadi lebih aktif.”
Hobi merajut. Pexels/ Eva Elijas
Aneka aktivitas ini bisa merangsang produksi sejumlah hormon, seperti endorfin dan dopamin. Kedua hormon ini bermanfaat untuk membuat tubuh menjadi lebih relaks, mood menjadi lebih baik, dan mengurangi rasa sakit. Hasilnya, Sustriana menambahkan, orang yang sedang mengalami depresi pun akan merasakan manfaat dan perubahan dalam tubuhnya setelah ia melakukan aktivitas. “Tentunya harus ada dukungan dari orang sekitar agar penderita depresi mau lebih aktif bergerak.”
Sebetulnya, apa pun kegiatan atau jenis hobi bisa dipilih untuk terapi ini. Namun, Sustriana memaparkan, ada empat kriteria kegiatan yang harus dipertimbangkan. Pertama, aktivitas yang membuat tubuh aktif bergerak seperti olahraga. “Lebih bagus dilakukan di luar ruangan dan pada pagi hari karena tubuh akan terpapar sinar matahari.” Olahraga, kata dia, akan meningkatkan produksi hormon endorfin yang membuat tubuh serta pikiran menjadi relaks dan perasaan menjadi lebih bahagia.
Kriteria kedua, hobi yang mendorong kreativitas, seperti kesenian atau membuat kerajinan. Contohnya bermusik, membuat prakarya, fotografi, atau sekadar menghias rumah. “Aktivitas ini merangsang koneksi neuron pada otak dan merangsang hormon dopamin. Manfaatnya, perasaan menjadi lebih bahagia.”
Kriteria ketiga, aktivitas yang melibatkan orang lain dan berkontribusi pada kesenangan diri sendiri. “Misalnya kita punya hobi menulis, dan ternyata tulisan kita bisa menghibur orang lain.” Aktivitas ini bisa mendorong produksi hormon oksitosin atau hormon cinta. Faedahnya, kita bisa merasa bermanfaat, memiliki sarana untuk aktualisasi diri, dan memiliki perasaan atas sebuah pencapaian.
Nah, kriteria keempat yang bisa dipilih adalah aktivitas bersifat sosial. Contohnya dengan menjadi relawan sosial atau melakukan kegiatan yang bisa membuat lingkungan menjadi lebih baik. “Hal semacam ini bisa menghadirkan kesadaran akan tujuan hidup, sehingga kita merasa berharga karena hidup kita bermanfaat untuk orang lain atau lingkungan.”
Pemilik makrame D’KagaLupe, Dewi Kartini . Instagram/ @macrame.dkagalupe
Manfaat melakukan kegiatan kreatif untuk kesehatan mental diakui sejumlah pegiat kerajinan tangan. Dewi Kartini, pemilik usaha kerajinan Macrame D’KagaLupe misalnya. Ia mengaku menemukan banyak kebahagiaan lewat aktivitas membuat kerajinan jalinan tali dan benang (makrame), serta menenun. “Karena gue senang mengerjakannya, jadi setiap kali melakukan aktivitas ini selalu gue anggap kegiatan untuk refreshing.”
Dewi juga menilai aktivitas menyusun benang untuk membentuk pola membantunya mempertajam daya ingat dan meningkatkan fokus. “Menenun atau menjalin benang itu kan memakai pola repetitif. Ingatan harus kuat agar saat pengerjaannya kita enggak repot.” Bagi perempuan berusia 50 tahun ini, saat sedang berfokus dengan kreasinya, ia juga merasa seperti sedang melakukan meditasi. “Karena kita fokus dan tak memikirkan hal-hal buruk.”
Pegiat kriya rajutan dan crochet, Rizki Puspita Sari, juga mengakui hal yang sama. Perempuan berusia 33 tahun yang membuka banyak kelas workshop merajut secara daring ini bercerita bahwa banyak peserta kelasnya yang belajar menenun dengan tujuan terapi. “Meski saya tidak punya basic ilmu art therapy, sejumlah peserta bilang kalau belajar menenun membantu mereka merasa lebih waras selama pandemi ini.”
Hal lain yang dirasakan para peserta, kata Kiki—panggilan Rizki—adalah adanya kegiatan untuk mengisi waktu senggang. Sehingga para peserta terhindar dari pikiran dan perilaku negatif. “Seperti julid ke orang lain di media sosial.” Proses merajut juga menjadi sumber motivasi dan kebahagiaan, terutama jika peserta berhasil menyelesaikan karyanya.
Pemilik Sherly's Project, Sherly Puspita mengenakan topi rajut buatannya. Instagram/Sherly Puspita
Adapun penggemar merajut lainnya, Sherly Puspita, memanfaatkan hobinya setiap kali ia mulai penat dengan pekerjaan. Perempuan berusia 28 tahun yang bekerja sebagai jurnalis ini bahkan selalu menyempatkan waktu untuk merajut di sela-sela kesibukan hariannya. “Berguna banget untuk menghilangkan penat,” tuturnya.
Tantangan pekerjaan Sherly pada masa pandemi adalah hilangnya kebiasaan bertemu dengan orang banyak. Ia menjadi lebih sering bekerja di rumah dan meliput berita menggunakan telepon atau aplikasi telekonferensi. “Dalam sehari bisa berkali-kali mengikuti meeting online.” Biasanya, ia bercerita, sembari mengikuti acara daring, Sherly tetap menyibukkan tangannya dengan merajut benang. “Ini membantu menjaga mood dan semangat menjalani aktivitas.”
Sherly juga kerap bereksperimen dengan pola rajutannya. Salah satu pola rajutan yang ia gemari adalah membuat tas atau dompet dengan karakter kartun atau animasi. Nah, biasanya menjelang tidur, Sherly akan mengkhayal pola-pola rajutan yang ingin ia buat. “Khayalan itu lalu aku gambar untuk desain rajutan. Cara ini membantu aku jadi lebih mudah tidur ketika malam, jadi enggak begadang.”
PRAGA UTAMA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo