Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di kota kelahirannya sendiri, Hattem, jejak Daendels tak banyak ditemukan. Tempo menyusuri kota kecil itu. Jejak jenderal bertangan besi ini hanya terdapat di Museum Voerman, museum sejarah Kota Hattem.
Informasi mengenai Daendels hanya sebagian kecil dari apa yang disajikan di museum tersebut. Koleksi tentang Daendels menempati sebuah ruangan yang dinamai "Daendels Zaal". Di ruangan itu terdapat lukisan Daendels saat memimpin kelompok patriot dan lukisan foto Daendels sebagai gubernur jenderal. Baju kebesaran militer Daendels lengkap dengan pedang dan kalungnya juga dipajang. Informasi tentang Daendels dapat dilihat melalui sebuah televisi plasma yang berada di pojok ruangan serta sebuah buku.
Menurut salah seorang petugas museum, rata-rata pengunjung yang datang ke museum tidak secara khusus ingin melihat koleksi Daendels. Pengunjung umumnya tertarik mencari informasi mengenai sejarah dibangunnya Kota Hattem pada 1299. Juga kebanyakan pengunjung ingin melihat karya berbagai pelukis yang berasal dari Hattem.
"Nah, saat memasuki museum itulah mereka jadi tahu bahwa ada seorang pemimpin kelompok patriot bernama Daendels yang berasal dari Kota Hattem. Jadi Daendels bukanlah tokoh favorit warga Belanda," ujar petugas itu.
Sepak terjang Daendels sebagai orang Belanda yang membela kepentingan Prancis memang selama ini dinilai kontroversial. Dia dicap pengkhianat bagi Belanda dan dianggap pahlawan bagi Prancis. Tapi, menurut Peter Ramsay Carey, sejarawan asal Inggris, Daendels tidak bisa dikatakan sebagai pengkhianat. Sebab, posisi Prancis saat itu sama dengan Jepang pada Perang Dunia II di Jawa.
"Mereka datang sebagai pembebas dari penindasan Stadhouder (kepala negara Belanda) Pangeran William Oranye V dan memperkenalkan sistem kekuasaan republik," kata Carey. "Daendels adalah pendukung dan menjadi anggota Unitarian Party yang menginginkan Belanda bersatu dengan Prancis. Dan saat itu banyak orang yang berpikiran sama dengan dia."
Carey menambahkan, Prancis saat itu benar-benar dilihat Daendels sebagai sekutu dalam melawan feodalisme. Carey mengingatkan, Daendels memimpin revolusi patriot melawan Stadhouder pada 1786, sebelum melarikan diri ke Prancis. "Jadi, ketimbang Daendels, bisa dibilang Stadhouder Pangeran William Oranye-lah, yang membawa pedagang asing untuk menopang singgasananya, yang merupakan the real pengkhianat," ujar sejarawan yang pernah meneliti Daendels ini.
Tapi di Belanda sendiri tak banyak orang tahu tentang Daendels. Apalagi generasi sekarang. Itu diakui Koos van Brakel, Kepala Pengelolaan Koleksi Museum Nasional Budaya Dunia, Belanda. "Hanya para akademikus dan peneliti yang tahu Daendels," katanya. "Maka benda yang dipamerkan di Tropenmuseum yang berkaitan dengan Daendels hanya satu obyek, yakni lukisan tentang grote post."
Menurut Gerrit Kouwenhoven, Kepala Kantor Arsip Wilayah Hattem, rumah tempat Daendels lahir dan menghabiskan masa kecil hingga remajanya di Jalan Kerkstraat Nomor 38, yang berjarak sekitar 150 meter dari museum, juga tak begitu dikenal. Di rumah bercat abu-abu dan putih itu, lantai pertamanya kini menjadi toko pakaian Mode Janse dan lantai keduanya apartemen. Begitu pula keberadaan rumah tinggal Daendels yang merupakan warisan dari mertuanya di nomor 9 pada jalan yang sama. Ketika Tempo bertanya kepada enam orang di sana, hanya satu yang bisa menunjukkan letak rumah yang kosong sejak istri Daendels wafat pada 1848 yang di depannya terdapat plang bertulisan "Daendels Huis" itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo