Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

IM57+ Institute Kritik Sikap KPK Soal Kasus Fasilitas Jet Pribadi untuk Kaesang: Tidak Konsisten dan Preseden Buruk

IM57+ Institute mengkritik Sikap KPK dalam kasus dugaan gratifikasi penggunaan fasilitas jet pribadi untuk Kaesang dan istrinya, apa katanya?

3 November 2024 | 16.33 WIB

Image of Tempo
Perbesar
(Dari kanan) Ketua IM57+ Institute M. Praswad Nugraha dan mantan penyidik KPK Novel Baswedan usai mengajukan uji materiil terhadap UU KPK di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat pada Selasa, 28 Mei 2024. TEMPO/Amelia Rahima Sari

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengungkapkan bahwa Direktorat Gratifikasi KPK telah menyelesaikan analisis terkait dugaan gratifikasi dalam penggunaan jet pribadi oleh Kaesang Pangarep, putra bungsu mantan Presiden Jokowi. Hasil analisis tersebut menyatakan bahwa tidak ditemukan indikasi perbuatan gratifikasi dalam tindakan Kaesang.

Nota dinas dari Deputi Pencegahan menyatakan bahwa laporan ini tidak dapat ditetapkan sebagai gratifikasi atau bukan, menurut penjelasan Ghufron yang disampaikan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat, 1 November 2024.

Direktorat Gratifikasi menyimpulkan bahwa penggunaan jet pribadi oleh Kaesang dan istrinya, Erina Gundono, tidak memenuhi kriteria gratifikasi karena keduanya bukan termasuk penyelenggara negara. Kedeputian Pencegahan menyebutkan bahwa Kaesang telah memiliki kehidupan terpisah dari orang tuanya, sehingga tidak terkait dengan posisi publik ayahnya.

Sebelumnya, pada Selasa, 17 September 2024, Kaesang Pangarep mendatangi gedung lama KPK, yang kini digunakan sebagai kantor Dewan Pengawas KPK. Kedatangan Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) tersebut bertujuan untuk mengklarifikasi perjalanannya bersama Erina ke Amerika Serikat pada 18 Agustus 2024 dengan menggunakan jet pribadi.

IM57+ Institute atau Indoesia Memanggil Lima Tujuh menyampaikan kritik terhadap pernyataan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurul Ghufrono. Melalui ketuanya, M Praswad Nugraha, sikap KPK ini menunjukkan ketidakkonsistenan dan menciptakan preseden buruk dalam penanganan kasus gratifikasi yang melibatkan keluarga pejabat negara.

Praswad mempertanyakan mengapa Ghufron, yang memiliki sejumlah catatan pelanggaran kode etik selama menjabat di KPK, menyimpulkan dengan cepat bahwa fasilitas jet pribadi untuk Kaesang bukan merupakan gratifikasi. "KPK seharusnya bersikap konsisten dalam menangani kasus gratifikasi, tanpa memandang status Kaesang sebagai non-penyelenggara negara.," katanya dalam rilis yang diterima Tempo.co.

Praswad pun menilai kasus ini tidak berbeda dari kasus-kasus sebelumnya yang juga melibatkan keluarga pejabat publik, seperti Rafael Alun dan Andhy Pramono. Mereka menganggap bahwa status perbedaan Kartu Keluarga tidak seharusnya digunakan sebagai alasan pemisahan tanggung jawab seorang penyelenggara negara atas tindakan kerabatnya.

"Dalam banyak kasus yang ditangani KPK, pejabat publik kerap memiliki afiliasi dengan anggota keluarga yang telah menikah namun tetap terbukti terlibat dalam tindak pidana. Pembuktian hukum, perlu dilihat lebih mendalam dari sekadar perbedaan formal dalam Kartu Keluarga," ujarnya..

Selain itu, IM57+ mencatat adanya informasi yang menunjukkan kemungkinan keterkaitan antara pihak yang menyediakan jet pribadi dan keluarga Kaesang. Penyedia fasilitas jet ini diduga memiliki hubungan bisnis di Kota Solo, yang merupakan wilayah kekuasaan kakak Kaesang, Walikota Solo, Gibran Rakabuming Raka.

"Dugaan ini semakin diperkuat dengan fakta bahwa pemberian fasilitas jet pribadi tersebut dilaporkan berlangsung secara berkala, yang menciptakan kesan adanya fasilitas rutin, bukan sekadar insidental," ujarnya.

IM57+ Institute mendesak agar KPK tidak hanya berhenti pada klarifikasi, namun segera membuka penyelidikan untuk mengusut lebih jauh potensi gratifikasi dalam pemberian fasilitas jet pribadi ini. Kewajiban pelaporan gratifikasi dinilai berada pada penyelenggara negara terkait, termasuk Presiden dan Wali Kota Solo, karena penerimaan yang tidak dilaporkan dalam waktu 30 hari dapat dianggap sebagai bentuk suap sesuai Pasal 12C.

IM57+ Institute meminta KPK mengeluarkan surat perintah penyelidikan (sprinlidik) guna memulai pengusutan yang lebih mendalam terhadap kasus ini.

Tanggung jawab pembuktian dalam kasus ini, menurut IM57+, berada pada penerima gratifikasi. "KPK berkewajiban menyelidiki kasus ini sesuai peraturan yang berlaku, dengan landasan kuat untuk memprosesnya lebih lanjut sesuai ketentuan yang diatur dalam Pasal 12B dan Pasal 12C," kata Praswad Nugraha.

MICHELLE GABRIELA | MUTIA YUANTISYA | ANTARA

Pilihan Editor: Kaesang Nebeng Jet Pribadi Disebut Bukan Gratifikasi, Pukat UGM: Keputusan KPK Menyedihkan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus