Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tidak ada habisnya membahas orang tua dan pola asuh anak. Setelah tipe orang tua macan vs orang tua lumba-lumba, orang tua helikopter vs orang tua pesawat nirawak, muncul lagi istilah lain untuk mengelompokkan orang tua berdasarkan pola asuh yang diterapkan pada anak, yakni orang tua tukang kayu dan orang tua tukang kebun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Istilah ini dicetuskan Alison Gopnik, psikolog dan profesor psikologi di Universitas California, Berkeley, Amerika Serikat. Dalam buku berjudul "The Gardener and The Carpenter" yang dirilis pada Agustus 2017, Gopnik mengutarakan bahwa kebanyakan orang tua saat ini mengalami tekanan yang besar, begitu pula anak-anak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lewat penelitian yang dilakukan selama satu decade, Gopnik menyimpulkan orang tua generasi milenial memandang anak sebagai entitas yang dapat mereka bentuk sesuai yang mereka inginkan.
Artikel lan:
13 Daftar Kewajiban Orang Tua ke Anak, Lindungi Masa Depannya
Tips untuk Orang Tua Saat Anak Menemukan Cinta Pertama
Citra Kharisma Kehilangan Orang Tua, Ini Dampaknya Kata Psikolog
Panik Saat Anak Tantrum, Tiru Cara Denada Orang Tua Jaman Now
Penyebabnya, kebanyakan dari mereka kewalahan menyerap dan menyaring berbagai teori membesarkan anak sehingga mereka memaksakan teori-teori itu pada anak. Tipe orang tua seperti ini yang ia sebut sebagai orang tua tukang kayu. Orang tua tipe tukang kayu berpikir anak bisa dipahat dan dibentuk sesuai keinginan.
“Idenya, jika Anda melakukan hal yang benar, punya kemampuan yang tepat (dalam mengasuh), membaca buku yang benar, Anda akan mampu membentuk anak menjadi orang tertentu ketika mereka dewasa kelak,” urai Gopnik.
Orang tua tipe tukang kayu gemar memperkaya pengetahuan soal mengasuh anak, membaca buku terbaik, mengikuti komunitas pengasuhan anak sampai berbagai pelatihan demi mendapatkan kemampuan terbaik dalam mengasuh anak.
Mereka sudah tahu ke mana akan mengarahkan anak-anak, mempersiapkan rencana pendidikan sejak dini, bahkan memprediksi karier anak kelak.
Masalahnya, orang tua tipe ini terlalu fokus memikirkan akan jadi apa anak-anak mereka ketika dewasa sehingga mengabaikan keinginan anak. Mereka berpikir rencana yang sudah dipersiapkan adalah yang terbaik untuk anak sehingga ketika dalam perjalanannya anak punya rencana sendiri mereka akan kecewa dan mengganggap diri gagal dalam membesarkan anak.
“Kita terlalu berkonsentrasi tentang akan menjadi apa anak-anak ini kelak, tetapi tidak ada keinginan memberikan apa yang dibutuhkan anak, untuk mengambil risiko dan membiarkan mereka mengeksplorasi dunia,” kata Gopnik.