Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
CINA akhirnya terpilih sebagai pemenang proyek kereta cepat koridor Jakarta-Bandung, menyingkirkan mimpi Jepang membawa Shinkansen. Keputusan pemerintah ini tak hanya membuat Jepang kecewa, tapi juga memicu tanda tanya banyak pihak. Sebab, belum lama Presiden Joko Widodo menolak proposal keduanya dengan alasan tak ingin ada duit negara keluar dalam proyek ini. Kenapa tiba-tiba Cina dipilih?
Berbeda dengan para koleganya yang tampak menjaga jarak, Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno sejak mula menunjukkan sikapnya yang lebih dekat dengan konsorsium Cina. Kecenderungan berpihak itu bahkan sempat dikritik Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli dan para menteri lain. Buntutnya, aroma persaingan di dalam tubuh kabinet pun menguar.
Kepada Retno Sulistyowati, Akbar Tri Kurniawan, Pingit Aria, dan Khairul Anam dari Tempo, Rini menjelaskan alasan pemerintah akhirnya memilih Cina. Selama satu jam di kantornya, Rabu pekan lalu, dia juga menjawab aneka tudingan miring yang mengarah kepadanya.
Anda melakukan hal mengagetkan: menandatangani nota kesepahaman kereta cepat dengan Cina, padahal Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Jepang telah lama menggarap studinya.
Latar belakangnya, kami melihat dari sisi potensi membangun industri. Bagi BUMN, bagaimana bisa mendapat transfer teknologi dan meningkatkan nilai tambah di dalam negeri. Ada proyek kereta ringan (light rail transit) oleh Adhi Karya, yang sudah mulai membangun rute Cibubur-Jakarta, serta kereta cepat (high speed rail) Jakarta-Bandung yang potensinya sangat baik.
Kami enggak tahu Jepang menyampaikan proposal kepada Bappenas. Kami sebagai BUMN semula berpikir untuk membangunnya di atas jalan tol supaya tak perlu membebaskan lahan. Terpikir pula kenapa enggak business to business. Presiden Xi Jinping dan Presiden Joko Widodo mendukung: bikin studi. Cina merespons cepat sekali, mengirim banyak orang untuk feasibility study.
Kok, bisa Anda tidak tahu Bappenas dan Jepang sedang mengerjakan studi proyek ini?
Enggak well informed. Yang saya tahu, hanya ada studi. Belum ada pemikiran untuk membangun. Saya mendapat laporan, pembangunan masih lama, tahun 2020. Enggak tahu dasarnya bagaimana. Tapi, yang kami tahu, belum ada proposal detailnya. Kami cek ke Bappenas, memang ada studinya. Tapi belum ada pemikiran dibangun sekarang.
Mengapa tidak digelar beauty contest saja?
Ada dua proposal masuk. Cina melakukan business to business, lalu memasukkan proposal. Jepang juga. Kedua proposal dibuka, disandingkan. Kami transparan. Dalam menilai, kami tidak berbicara hal teknis. Kami mengutamakan struktur pembiayaan yang ditawarkan. Kami juga mendetailkan transfer teknologi.
Bukankah rapat kabinet memutuskan membatalkan kereta cepat dan beralih ke kereta menengah?
Enggak, Anda salah interpretasi. Yang ditekankan, pemerintah tidak akan melaksanakan proyek high speed train. Pemerintah juga tidak mau menggunakan APBN dan menolak memberi jaminan. Tapi Presiden mengatakan silakan BUMN melihat dari sisi business to business. Ya, memang B to B itu yang paling masuk. Salah satu yang dibicarakan konsorsium adalah tingkat pengembalian investasi (ROI), apakah akan lebih baik bila kecepatan kereta 250-300, bukan 350 kilometer per jam.
Bukankah waktu itu disebutkan akan ada mekanisme baru, yakni tender terbuka?
Enggak ada. Tak pernah ada pembicaraan seperti itu.
Menteri Koordinator Perekonomian menyebutkan akan ada tender terbuka untuk medium speed rail?
Saya enggak tahu. Saya dikasih tahu, ditelepon beliau, karena saya ada di Dewan Perwakilan Rakyat. Saya diberi tahu bahwa ini sekarang menjadi tanggung jawab Kementerian BUMN karena B to B.
Presiden yang menelepon?
Bukan Presiden langsung, melainkan Mas Teten (Teten Masduki, Kepala Staf Kepresidenan), yang menelepon bahwa keputusan Presiden adalah demikian. Sejak awal, Mas Teten mengatakan kepada saya, "Bu Rini, Bapak Presiden memutuskan pemerintah tidak akan melaksanakan proyek high speed train. Pemerintah juga tidak mau menggunakan APBN dan tidak memberi jaminan. Silakan BUMN melihat dari sisi business to business."
Catatan: Teten Masduki membenarkan bahwa setelah mendapat masukan dari hasil kajian Menteri Koordinator Perekonomian, menggunakan jasa Boston Consulting Group, Presiden memutuskan proyek kereta supercepat tidak diteruskan dalam kerangka G to G, tapi menjadi business plan BUMN. "Kalau secara komersial menguntungkan silakan diteruskan. Adapun visi Presiden soal kereta cepat adalah supaya kita punya acuan bagi modernisasi transportasi publik di masa depan, yang akan digeser ke kereta api. Mungkin saat ini terasa mahal, tapi 15-30 tahun yang akan datang teknologi ini menjadi biasa dan murah. Prinsip Presiden, pembangunan infrastruktur tidak boleh ditunda karena kita sudah sangat terlambat dan akan mahal kalau terlambat membangun," kata Teten.
Jadi tidak ada keputusan untuk menggelar tender terbuka?
Tidak. Kalau ada tender, ini jadi proyek negara, dong. Ini tidak bisa menjadi proyek negara, tidak menjadi beban APBN. Ini yang, menurut saya, mungkin ada kesalahpahaman di situ. Pemerintah tak mau dibebani anggarannya. Kemarin pun keputusan di DPR jelas, Wijaya Karya mendapat penyertaan modal negara, tapi tak boleh dipakai untuk kereta cepat. Wijaya Karya juga proyeknya banyak yang lain.
Proses pengambilan keputusan selanjutnya dibuat Kementerian BUMN?
Ya, termasuk BUMN-BUMN sendiri. Jangan lupa, mereka korporasi. Saya juga tidak menekan dan meminta mereka mengerjakan jika secara kalkulasi tak masuk akal.
Mengapa tidak digelar tender terbuka saja?
Enggak, takut terlalu lama. Yang utama sekarang adalah membangun titik perekonomian baru yang bisa menyerap tenaga kerja. Karena itu, secepatnya harus bisa bangun.
Akhirnya Cina dimenangkan. Itu keputusan rapat kabinet?
Presiden tak pernah bilang mengambil Cina. Presiden memutuskan proyek ini tidak dilakukan pemerintah. Kemudian kami disuruh presentasi mengenai kalkulasi bisnis. Dibicarakan juga kemungkinan hilirisasi, seperti membangun industri perkeretaapian. Kami melihat secara bisnis masuk. Kami bisa melakukan tanpa dana dari pemerintah, tanpa jaminan.
Akhir September lalu, Anda bertemu dengan Duta Besar Jepang. Apa isi pertemuan itu?
Saya mengatakan, diputuskan bahwa ini bukan proyek pemerintah karena tidak ingin membebani APBN. Maka, dari dua proposal yang masuk, yang memenuhi kriteria hanya Cina. Sebab, Jepang mengharuskan garansi pemerintah dan pinjaman harus melalui step loan: pinjaman ke pemerintah kemudian diteruskan ke perusahaan. Jadi dianggap beban negara. BUMN pun diminta melanjutkan. Karena struktur itu, otomatis Jepang gugur. Kami belum melihat urusan teknis, penekanan pada pembiayaan.
Anda tak membuka kesempatan Jepang memasukkan tawaran baru?
Kalau sudah ada beauty contest, kita enggak boleh dong, misalnya, yang satu begini, eh, kamu bisa enggak nyamain? Pasti marah peserta lain. Saya bukan pro-Jepang atau Cina. Kalau memang harus B to B, yang bisa hanya dengan ini (Cina).
Jepang marah?
Logika saja, kecewa sih pasti. Tapi, setelah dijelaskan, mereka mengerti. Saya enggak tahu bagaimana, kok, ini dibawa ke ranah politik. Padahal enggak ada itu.
Jepang paham bahwa itu keputusan final?
Lho, bukan final decision saya. Keputusan jelas bahwa pemerintah tidak mau membebani APBN.
Ketika Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Sofyan Djalil diutus ke Jepang, mereka masih berharap bisa terlibat di proyek kereta cepat?
Jangan tanya saya, dong. Tanya Pak Sofyan.
Artinya, dalam pertemuan Anda dengan Duta Besar Jepang, sudah clear?
Sudah saya jelaskan. Kami ingin menekankan hubungan Indonesia-Jepang terus-menerus. Saya itu bekerja di perusahaan yang berpartner dengan Jepang bertahun-tahun: Astra. Saya tahu betul bagaimana hubungan Indonesia dengan Jepang. Tidak ada apa-apanya hubungan Indonesia-Cina dibandingkan dengan Indonesia-Jepang. Bayangkan, pangsa pasar mobil di Indonesia 90 persen Jepang. Pangsa pasar motor 95 persen Jepang.
Anda sangat disorot dalam proyek kereta cepat ini?
Itulah, enggak tahu saya. Kalau saya, yang penting saya ini merah-putih.
Jadi bukan Rini Soemarno yang "memaksa" memenangkan Cina?
Siapa saja boleh. Ada yang bilang kemarin, "Waduh, Bu Rini agennya Cina." Gimana bisa agen Cina? Menantu saya orang Jepang. Cucu setengah Jepang, tinggal di Jepang.
Lalu kenapa memenangkan Cina?
Iya kan? Coba, logikanya, saya tentu berharap Jepang, supaya kalau saya ke Jepang itu gampang. Gitu loh, he-he-he...
Bila konsorsium BUMN gagal bayar, apakah ada jaminan pemerintah tak bakal menanggung utang?
Betul, itu saya jamin. Secara struktur pembiayaan memang begitu. Saya tidak mau membebani anak-cucu. Saya tidak akan memaksa BUMN mengerjakan apa yang tak dapat dikerjakan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo