Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Patah Hati Saudara Tua

Sempat maju-mundur, Presiden Jokowi merestui kerja sama dengan Cina dalam proyek kereta cepat. Walau ada risiko gagal bayar utang, Rini Soemarno menjamin empat BUMN yang ikut skemanya tak akan bangkrut.

12 Oktober 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sudah menjadi kebiasaan Yasuaki Tanizaki bersantap siang di restoran khas Jepang di Hotel Grand Hyatt, Jakarta. Tapi yang terjadi pada 21 September lalu itu terhitung istimewa. Duta Besar Jepang untuk Indonesia itu datang atas undangan Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno. "Mereka saya undang makan," ujar Rini bercerita saat ditemui di kantornya, Rabu pekan lalu.

Tanizaki menganggap undangan itu lebih dari sekadar ajakan makan. Ini pertama kali baginya bertemu langsung dengan Rini untuk membicarakan proposal Jepang dalam proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Berbagai media menyebutkan Rini selama ini cenderung dekat dengan pesaing Jepang, yakni konsorsium dari Cina. "Kami memanfaatkan kesempatan ini untuk menanyakan panduan proyek kereta cepat yang baru," kata Atase Perekonomian dan Pembangunan Kedutaan Besar Jepang di Jakarta, Yoshiko Kijima, lewat surat elektronik pekan lalu.

Tapi jamuan siang itu antiklimaks buat Jepang. Sebab, di sana, tanda-tanda kegagalan Jepang mulai tampak lebih jelas. Rini mengatakan pemerintah Indonesia memang akan melanjutkan proyek kereta cepat. Namun Jepang, yang telah mengintip megaproyek itu sejak 2011, harus menerima kenyataan bahwa bukan mereka yang hendak digandeng. Sebab, konsorsium empat BUMN Indonesia akan berkongsi dengan himpunan perusahaan pelat merah Cina untuk menggarapnya. "Jepang kecewa. Tapi, setelah saya jelaskan, mereka mengerti," ujar Rini.

Cerita Rini tersebut sedikit berbeda dengan versi yang disampaikan seorang pejabat yang turut hadir di Grand Hyatt pada Senin siang itu. Menurut petinggi ini, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung sebetulnya bukan tema utama pembicaraan yang dijadwalkan. Awalnya, Rini hanya hendak menyampaikan rencana kunjungan ke Jepang pada musim gugur tahun ini. Sejumlah petinggi PT PLN (Persero) dan PT Pertamina (Persero) turut menemani Rini dalam santap siang itu.

Apalagi, pada hari itu, keputusan teranyar tentang kelanjutan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung belum diambil pemerintah. Yang ditegaskan dalam rapat bersama Presiden Joko Widodo pada 4 September lalu ialah proyek ini tak boleh menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution berkali-kali mengatakan pemerintah sedang mengkaji ulang rencana proyek ini. Kereta cepat juga dianggap kurang cocok untuk rute Jakarta-Bandung, yang hanya terbentang 150-an kilometer. Karena itu, pemerintah membuka opsi agar kecepatan kereta diturunkan ke level medium. Bukan hanya Jepang dan Cina, negara lain yang berminat pun dipersilakan bila hendak turut melamar.

Rapat kabinet terbatas yang memutuskan soal ini baru digelar sehari setelah pertemuan dengan Duta Besar Jepang itu. Para menteri yang menjadi anggota tim penilai proposal Jepang dan Cina hadir menghadap Presiden. Mereka adalah Darmin Nasution, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Sofyan Djalil, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, dan Rini Soemarno.

Dalam forum itu, Rini mempromosikan hitung-hitungan bisnis yang diajukan berdasarkan proposal Cina dan skema kerja samanya. Empat BUMN akan ikut dalam konsorsium proyek, yaitu PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Jasa Marga (Persero) Tbk, PT Kereta Api Indonesia (Persero), dan PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero). Keempatnya akan patungan membentuk PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia. Setelah itu, mereka akan berkongsi dengan konsorsium BUMN Cina dan bersama-sama mengerjakan proyek dengan modal utang dari China Development Bank.

Pejabat yang hadir dalam pertemuan di Istana itu mengungkapkan, perdebatan sempat merebak menanggapi paparan Rini. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, misalnya, sangsi terhadap kemampuan keuangan empat BUMN yang masuk konsorsium untuk membiayai proyek senilai US$ 5,6 miliar atau setara dengan Rp 78 triliun ini. Bambang juga mempermasalahkan risiko finansial yang mesti ditanggung negara di kemudian hari jika hitungan yang disampaikan Rini itu meleset. "Fokus saya, jangan sampai pemerintah masuk apabila proyek bermasalah di tengah jalan," kata Bambang lewat pesan pendeknya, Kamis pekan lalu.

Peserta rapat lain ragu terhadap skema bisnis dengan Cina. Ada pula yang mempertanyakan patokan jumlah minimal penumpang agar proyek itu dianggap pantas secara bisnis. Dalam proposal Tiongkok versi terakhir, disebutkan jumlah penumpang kereta berkecepatan 350 kilometer per jam ini akan mencapai 61 ribu orang per hari pada 2019.

Dengan hitungan itu, mereka memproyeksikan jalur ini masih bisa untung dengan harga tiket US$ 16 atau sekitar Rp 224 ribu per penumpang. Baru pada 2050, jumlah penumpang ditaksir mencapai 135 ribu per orang per hari.

Prediksi dalam proposal itu dinilai berlebihan, mengingat jumlah penumpang harian kereta api konvensional Jakarta-Bandung saat ini hanya 3.000-an orang per hari. Sepanjang akhir pekan pun jumlahnya cuma naik sampai 4.000-an per hari. Walhasil, beberapa menteri khawatir proyek ini tak akan semulus yang dijanjikan Cina.

Rini mengakui ada debat tentang jumlah minimal penumpang. Dia juga tak menampik kerisauan para koleganya di kabinet terhadap risiko empat BUMN atas kemungkinan gagal bayar utang ke Cina lantaran pendapatan dari operasi kereta cepat yang tak memadai. Tapi Rini yakin kalkulasinya tak sembarangan.

Dalam salinan proposal Cina yang diperoleh Tempo disebutkan, dari total ongkos proyek US$ 5,6 miliar, 75 persen atau US$ 4,2 miliar di antaranya akan dibiayai dari utang. Pinjaman sebanyak itu akan ditanggung bersama oleh konsorsium BUMN Indonesia dan Tiongkok. Yang menjadi kewajiban PT Pilar Sinergi BUMN adalah 60 persen atau sekitar US$ 2,51 miliar, sesuai dengan porsi pemilikan saham dalam perkongsian.

Utang itu harus dikembalikan dalam jangka 40 tahun, dengan masa tenggang 10 tahun bebas cicilan, plus beban bunga 2 persen saban tahun. "Kalau selama 40 tahun utangnya belum lunas, ya, konsesinya ditambah lagi," ujar Rini enteng.

* * * *

Menteri Rini membantah anggapan bahwa dia mengundang Duta Besar Jepang makan sebelum ada keputusan mengenai proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Menurut dia, rapat kabinet terbatas pada 22 September itu hanya menegaskan kembali perintah Presiden Jokowi sebelumnya, yang minta rencana ini diteruskan dengan skema bisnis murni. Dengan demikian, penanggung jawab desain proyek itu adalah Kementerian BUMN yang dia pimpin. "Dan pelaku bisnisnya bilang proyek ini layak," kata Rini.

Dia menjelaskan, berdasarkan Undang-Undang Perkeretaapian, entitas asing tak bisa mengambil prasarana kereta yang ada di Indonesia. Dengan demikian, tak ada yang perlu dikhawatirkan tentang skema bisnis dengan Cina ini. Sebab, kata Rini, yang menjadi agunan utang dalam kerja sama ini tak lain adalah aset proyek kereta cepat itu. Jadi, kalaupun nantinya konsorsium BUMN gagal bayar utang kepada China Development Bank, induk perusahaan mereka tak akan serta-merta ikut bangkrut. Apalagi modal mereka bukan tunai.

PTPN VIII, Jasa Marga, dan KAI disebutkan cuma bermodal tanah. Sedangkan Wijaya Karya mengeluarkan modal lewat jasa pekerjaan sipil dalam proyek. Beban pemerintah pun diklaim nihil karena tak akan menjamin apabila konsorsium BUMN bangkrut atau gagal bayar utang. "Saya jamin itu. Struktur pembiayaannya memang seperti itu," ujar Rini.

Meski juragannya memberi jaminan, pimpinan di empat BUMN yang diminta bergabung dalam proyek ini sebenarnya belum bulat bersikap. Salah satu pejabat PT KAI bahkan mengaku mereka baru diajak berbicara tentang urusan kereta cepat ini dalam sebulan belakangan. Padahal Rini telah memasukkan KAI ke nota kesepahaman dengan Cina pada akhir Maret lalu.

Petinggi KAI itu juga membeberkan, dari sisi bisnis, perusahaannya menolak dan sama sekali tak tertarik ikut menggarap proyek tersebut. Perusahaan ini sebenarnya lebih berminat pada gagasan Kementerian Perhubungan, yang berencana mengganti rel berkelok nan terjal sepanjang 56 kilometer antara Karawang dan Padalarang dengan jalur lurus. Biayanya cuma Rp 6 triliun, sudah termasuk jalan layang dan terowongan.

Kementerian Perhubungan menaksir pelurusan rel akan membuat perjalanan kereta Jakarta-Bandung menjadi 84 menit saja, tak lagi tiga setengah jam seperti sekarang. Waktu tempuh itu memang masih lebih lambat 47 menit ketimbang desain kereta cepat. Tapi harga tiketnya lebih murah, yakni Rp 180 ribu. "Tapi kan ada yang berkeinginan lain," kata seorang pejabat Kementerian Perhubungan.

PT KAI baru melunak dan nurut setelah ada komitmen dari Kementerian BUMN bahwa perusahaan itu hanya perlu menyetor modal dalam bentuk tanah, bukan duit. "Ada tanah kami di dekat Stasiun Bandung yang menjadi modal," ujarnya.

KAI pun sempat menawar agar tak usah memiliki banyak saham dalam perusahaan patungan empat BUMN itu. Bila perlu, cukup dua persen saja. Tapi belakangan KAI diberi porsi 25 persen di PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia, yang resmi dibentuk pada 2 Oktober lalu. "Yang resmi sudah diputuskan, saham KAI 25 persen. Tidak usah berandai-andai," kata Direktur Logistik dan Pengembangan PT KAI Hanggoro Budi Wiryawan, Kamis pekan lalu.

Adapun Wijaya Karya mengantongi 35 persen, PTPN VIII mendapat 25 persen, dan Jasa Marga kebagian saham 12 persen. "Intinya, sekarang pendirian joint venture Pilar Sinergi sudah ditandatangani dan pembagian sahamnya seperti itu," ujar Sekretaris Perusahaan Wijaya Karya, Suradi.

Rini Soemarno menyangkal tudingan bahwa ia tak melibatkan PT KAI sejak awal. Dia mengatakan gagasan proyek kereta cepat dengan Cina justru datang dari BUMN sendiri, bukan semata keinginannya. PTPN VIII, misalnya, dia sebut ngebet ingin menyulap perkebunan teh Walini miliknya di Padalarang menjadi kawasan kota baru. "Walini itu sudah diputuskan sejak 2009 untuk diubah fungsinya."

Wijaya Karya pun diklaim hendak mengembangkan lahan yang dimilikinya di Karawang. Seperti halnya Walini, Wijaya Karya akan menjantur area itu menjadi kawasan hunian dan bisnis baru. Suradi enggan menjelaskan berapa luas tanah Wijaya Karya di Karawang itu, dengan alasan takut akan memancing spekulan memborong lahan. "Jangan dulu," ujar Suradi.

Jasa Marga sama saja. Rini mengatakan perusahaan ini juga punya kepentingan memangkas beban jalan tol Jakarta-Bandung. Caranya, tanahnya di sepanjang pinggir jalan tol akan dipakai untuk jalur kereta cepat. Dengan begitu, pengguna kendaraan pribadi akan pindah moda angkutan. "Tidak mungkin saya memaksa BUMN mengerjakan apa yang tak dapat mereka kerjakan."

* * * *

Tiga pekan setelah bertemu dengan Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution pada 4 September lalu, Jepang masih menunggu. Jepang tahu, Presiden Jokowi tak ingin ada serupiah pun duit APBN dipakai dalam proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Tapi, bagaimana persisnya skema dan panduan untuk proposal baru yang dikehendaki, pemerintah Jepang belum mendapat petunjuk.

Setelah pertemuan makan siang dengan Rini pun, sikap resmi pemerintah Indonesia belum jelas benar. Kabar final baru datang di pengujung September lalu. Sepekan setelah rapat terbatas di Istana, Presiden Jokowi mengutus Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Sofyan Djalil berangkat ke Jepang untuk menemui Perdana Menteri Shinzo Abe.

Sesampai Sofyan di Tokyo, Abe tak ada di tempat karena sedang melawat ke New York menghadiri Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa. Jadilah Sofyan meneruskan pesan Jokowi ke Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Yoshihide Suga. Intinya satu saja: pemerintah Indonesia telah menjatuhkan pilihan. Dan yang terpilih itu bukan proposal Jepang.

Lagi-lagi Rini punya sudut pandang berbeda tentang hal ini. Dia menyebutkan Presiden Jokowi tidak memilih proposal Cina, tapi tidak pula menolak Jepang. Keputusan Presiden jelas, kata dia, yakni proyek tidak digarap pemerintah. Karena tak pakai duit negara, tak perlu lagi tender terbuka seperti sebelumnya, apalagi dengan membuka peluang buat negara lain. "Kalau ada tender, itu jadi proyek negara, dong," ujarnya. "Presiden tidak pernah bilang memilih Cina."

Apa pun istilahnya, buat Jepang artinya sama saja: sayonara alias selamat tinggal. Mimpi membawa Shinkansen—kereta cepat kebanggaan Jepang—ke jalur Jakarta-Bandung harus pupus. Rini memastikan, di ujung rapat kabinet terbatas pada 22 September itu, tak ada lagi suara yang menentangnya. "Enggak ada yang mendebat, tuh."

Khairul Anam

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus