Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintah memutuskan menerima proposal Cina dalam proyek kereta cepat (high speed rail) Jakarta-Bandung. Jepang, yang lebih dulu mengincar proyek ini, terpaksa gigit jari.
Cina dipilih karena menyanggupi proyek sepanjang 150 kilometer itu tanpa jaminan pemerintah. Sedangkan skema yang ditawarkan Jepang masih menyertakan syarat agar pemerintah ikut menjamin proyek.
Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno mengatakan pemerintah tahu betul Jepang bakal kecewa. Presiden Joko Widodo sampai mengutus Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Sofyan Djalil pergi ke Jepang untuk menyampaikan alasan di balik terpilihnya Cina.
Pertarungan antara Cina dan Jepang meruapkan aroma persaingan di lingkup internal pemerintah. Proyek ini diawali Jepang yang menyanggupi membuat studi kelayakan pada 2011. Tiga tahun kemudian, terjadi pergantian kekuasaan: Joko Widodo menggantikan Susilo Bambang Yudhoyono. Selama kampanye pemilihan presiden, mantan Wali Kota Solo itu tak pernah "berjualan" kereta cepat Jakarta-Bandung.
Baru lima bulan menjabat, Menteri Rini meneken kerja sama dengan Cina untuk menggarap proyek ini. Sejak saat itu, Jepang juga ngebut merampungkan hasil studinya. Proposal keduanya sempat ditolak. Namun, belakangan, pemerintah Jokowi menjatuhkan pilihan pada Cina.
JEPANG | PERBANDINGAN | CINA | 89 | Nilai proyek (triliun) | 80 | 140 | Panjang rel (kilometer) | 150 | Dukuh Atas-Gedebage | Rute | Gambir-Gedebage | 5 | Jumlah stasiun | 8 | 320 | Kecepatan maksimum | (kilometer per jam) 350 | 200.000 | Harga tiket per orang | 200.000 | Pemerintah Jepang 75 persen kepada BUMN Indonesia | Pemerintah Indonesia 15 persen untuk pembebasan lahan, insentif pajak, layanan teknis, dan manajemen Operator kereta cepat 10 persen Asal pembiayaan | "Konsorsium Cina 40 persen | "Konsorsium Indonesia 60 persen "Kredit sepenuhnya dari China Development Bank 0,1 persen | Bunga | 2 persen | 40 tahun | Tenor pelunasan | 40 tahun (masa tenggang 10 tahun) | 50 persen dari nilai proyek | Jaminan pemerintah | 0 | 2016 | Mulai konstruksi | September 2015 | 2021 | Beroperasi | 2018 | |
PROPOSAL CINA
Prediksi Jumlah Penumpang (ribu per hari)
Skenario | 2019 | 2030 | 2040 | 2050 | |
Optimistis | 78 | 101 | 131 | 173 | |
Moderat | 61 | 79 | 102 | 135 | |
Pesimistis | 51 | 65 | 84 | 111 | |
Jarak Antar-Stasiun
Gambir ---- 4,60 km ---- Manggarai ---- 6,65 km ---- Halim ---- 27,85 km ---- Cikarang ---- 24,35 km ---- Karawang ---- 44,20 km ---- Walini ---- 27,30 km ---- Bandung Selatan ---- 15,60 km ----Gedebage
PELAKSANA PROYEK KERETA CEPAT
Perusahaan join venture dengan komposisi:
Konsorsium Cina:
Konsorsium BUMN Indonesia bernama PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia. Komposisi sahamnya:
TARIK-ULUR PROYEK MERCUSUAR
November 2011
Prastudi kelayakan kereta cepat Jakarta-Bandung dimulai dengan dana hibah dari Jepang senilai US$ 500 ribu.
Februari 2012
Prastudi kelayakan lanjutan dengan dana hibah US$ 500 ribu.
2014
Januari
Studi kelayakan tahap I mulai dilakukan dengan dana hibah dari Japan International Cooperation Agency (JICA) senilai US$ 3,5 juta.
2015
27 Maret
Menteri BUMN Rini Soemarno serta Menteri Pembangunan dan Reformasi Cina Xu Shaoshi meneken nota kesepahaman kerja sama di Beijing. Studi kelayakan Cina langsung dimulai dengan biaya US$ 5 juta.
April
JICA menyampaikan hasil studi kelayakan kepada Kementerian Koordinator Perekonomian.
Agustus
Menteri Pembangunan dan Reformasi Cina Xu Shaoshi menyerahkan hasil studi kelayakan ke Presiden Joko Widodo.
Juli-Agustus
Hiroto Izumi, penasihat khusus Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, menemui Presiden Jokowi.
26 Agustus
Izumi menyodorkan revisi proposal Jepang. Jaminan pendapatan minimal pemerintah diturunkan dari 100 persen menjadi 50 persen.
3 September
Presiden Jokowi menolak proposal kedua negara. Proyek boleh dilanjutkan asalkan tidak menggunakan dana APBN. Muncul wacana mengubah proyek menjadi medium speed rail atau kereta kecepatan menengah.
22 September
Rapat terbatas Presiden Jokowi dan kabinetnya mengisyaratkan memilih proposal Cina.
23 September
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution memanggil Duta Besar Jepang, menyampaikan bahwa kereta cepat berlanjut lagi, sementara kereta medium speed batal.
28 September
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Sofyan Djalil diutus ke Jepang untuk menemui Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, menyampaikan bahwa pemerintah Indonesia tak bisa menggunakan anggaran negara untuk membangun proyek kereta cepat seperti dalam proposal Jepang.
Sumber: FS Proposal Cina, Kementerian BUMN, PDAT
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo