Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Inilah Calon Ketua MA!

Ketua Mahkamah Agung Sarwata akan memasuki usia pensiun, Agustus mendatang. Siapa saja yang berpeluang menggantikannya?

26 Maret 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

IBARAT digerogoti kanker korupsi ganas, Mahkamah Agung sebagai pilar keadilan utama negeri ini tinggal menjemput ajal. Amputasi, karenanya, adalah jalan keluar satu-satunya. Kira-kira begitu pemikiran Profesor Daniel Lev dari Washington University, Amerika Serikat, saat mengusulkan sebuah pendekatan radikal untuk menyembuhkan penyakit gawat itu. Pensiunkan seluruh hakim agung, dan ganti baru dengan para tokoh hukum yang kredibel.

Dan para hakim agung melawan. Untuk mengisi delapan kursi lowong hakim agung, mereka bersikukuh mengusulkan 24 nama calon ke Dewan Perwakilan Rakyat. Kesemuanya berasal dari "kalangan dalam". Yang diusung sebuah pendekatan usang: rekrutmen hakim agung mesti berasal dari kalangan hakim karir. Sebuah argumen yang bukan hanya aneh dan tak memiliki landasan hukum, tapi juga mengingkari sejarahnya sendiri. Sejarah mencatat ketika, misalnya, seorang pakar hukum pidana seperti Profesor Oemar Seno Adji diangkat sebagai ketua MA.

Amputasi, tak bisa lain, mesti disegerakan. Borok sudah sedemikian meluas. Rapor sejumlah calon hakim agung—termasuk Ketua MA Sarwata—menghadirkan berbagai catatan kelam dalam dunia peradilan kita. Ribuan tunggakan perkara yang makin bertimbun pun menjadi data kasatmata seberapa parahnya kondisi lembaga yudikatif ini. Karena itu, tak begitu mengherankan jika opini publik lalu menolak mereka untuk masih berlama-lama mengenakan toga.

Karaniya Dharmasaputra, Rommy Fibri, Dwi Arjanto


RAPOR MEREKA

Pranowo
Sekjen MA, calon hakim agung dari MA

Kasus
1996
. Gugatan Ketua Umum PDI Megawati Sukarnoputri terhadap Panglima ABRI, Mendagri, Kapolri, Surjadi cs atas rekayasa penyelenggaraan Kongres PDI Medan

Putusan
MA menyatakan Pengadilan Negeri (PN) Jak-Pus tak berwenang memeriksa.

Kejanggalan/Catatan
Pranowo menyatakan PN Jak-Pus hanya berwenang memeriksa gugatan menyangkut Surjadi cs dan tak berwenang memeriksa gugatan ke Panglima ABRI cs, dengan dalih pengadilan tak bisa mencampuri kebijakan pemerintah

Kasus
1999
. Sengketa tanah 12,5 ha di PN Medan antara ahli waris Datuk Muhammad Cher selaku pemilik tanah dan Yayasan Adi Upaya (YAU) TNI-AU

Putusan
Ahli waris Datuk Cher divonis 1 tahun 6 bulan penjara.

Kejanggalan/Catatan
Pada 1989, YSAU mengambil paksa tanah tersebut dengan membayar ganti rugi hanya Rp 57 juta. Pengalihan tanah oleh YSAU ke PT Taman Malibu Indah, anehnya, disaksikan langsung oleh Pranowo. Sebelumnya, BPN mengeluarkan HGB atas nama PT Malibu. Dirjen Agraria/Kepala BPN saat itu adalah Sarwata. Saat peninjauan kembali di MA pada 1996, kasus ini ditangani Sarwata dan Pranowo

Ny. Sri Wati
Hakim Tinggi PT Jakarta, calon hakim agung dari MA

Kasus
1985.
Kasus Tanjungpriok, dengan terdakwa A.M. Fatwa

Putusan
Fatwa divonis 18 tahun penjara.

Kejanggalan/Catatan
Keterlibatan Fatwa sebenarnya tak terbukti. Sri Wati selaku anggota majelis hakim.

Gde Soedharta
Ketua Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta, calon hakim agung dari MA

Kasus
1989.
Walhi menggugat pabrik petrokimia PT Inti Indorayon Utama (IIU) telah merusak lingkungan dengan membabat hutan alam dan pinus seluas 2.250 ha di Sibatuloting, Sum-Ut

Putusan
PN Jak-Pus menolak gugatan Walhi

Kejanggalan/Catatan
Ketua majelis hakim Gde Soedharta menyatakan bukti Walhi tak cukup. Kini, pabrik PT IIU itu direkomendasikan Menneg Lingkungan Hidup untuk ditutup karena merusak lingkungan.

Ny. Chairani Wani
Wakil Ketua PT-TUN Jakarta, calon hakim agung dari MA

Kasus
1996.
Gugatan pencabutan SIUPP Majalah TEMPO oleh Menpen Harmoko

Putusan
MA menganulir putusan PTUN dan PT-TUN Jakarta yang memenangkan gugatan TEMPO

Kejanggalan/Catatan
Sebelumnya, keputusan PTUN dan PT-TUN Jakarta memenangkan gugatan TEMPO.
Ny. Chairani selaku Direktur TUN MA.

Moh Imron Anwari
Wakil Pelaksana Ketua Mahkamah Militer Agung, calon hakim agung dari MA

Kasus
1999.
Gugatan Solidaritas Nusa Bangsa, Elsam, PBHI, Serikat Pengacara Indonesia, Institut Sosial Jakarta terhadap mantan Presiden Soeharto, Panglima ABRI, Kapolri, Kapolda Metro Jaya, dan Kapolda Ja-Teng atas Kerusuhan Mei 1998

Putusan
Gugatan ditolak.

Kejanggalan/Catata
Imron adalah koordinator tim pembela Soeharto cs (sebagai anggota Badan Pembinaan Hukum ABRI)

Sarwata
Ketua MA (Hakim Agung)

Kasus
1999.
Kol. Pol. (purn.) Rudi Hendrawidjaja diadukan telah memalsukan tanda tangan dalam perkara jual-beli tanah di Ujungpandang pada 1995. Di tingkat PN dan PT, Rudi menang. Jaksa mengajukan kasasi ke MA

Putusan
Putusan vonis berbunyi "permohonan kasasi jaksa dikabulkan". Rudi divonis 6 bulan penjara

Kejanggalan/Catatan
Menurut pengaduan Rudy, vonis MA itu palsu. Dalam putusan semula dinyatakan permohonan kasasi jaksa ditolak. Majelis Hakim Agung: Sarwata, Paulus E. Lotulung, dan H.P. Panggabean.

Kasus
1996.
Muchtar Pakpahan didakwa sebagai dalang kerusuhan buruh di Medan.

Putusan
MA mengabulkan PK yang diajukan jaksa. Muchtar divonis 4 tahun penjara.

Kejanggalan/Catatan
PN Medan hingga kasasi menolak dakwaan itu. Menurut KUHAP, PK hanya bisa diajukan oleh terhukum atau ahli waris, bukan oleh jaksa. Majelis Hakim Agung: Soerjono (ketua MA saat itu), Sarwata, dan Palti Radja Siregar

Kasus
1994.
Gugatan ganti rugi Rp 9,1 miliar di PN Boyolali oleh warga Kedungombo terhadap pemerintah karena sewenang-wenang menggusur tanah milik warga

Putusan
MA menganulir putusan kasasi majelis hakim agung Asikin Kusumah Atmadja yang memenangkan warga.

Kejanggalan/Catatan
Sampai kasasi, warga menang. Lalu dikalahkan di tingkat PK. MA berdalih penggusuran itu demi kepentingan umum dan sudah dilakukan dengan cara semestinya. Faktanya, tanah warga hanya dihargai Rp 400/meter2. Majelis Hakim Agung: Purwoto Gandasubrata (Ketua MA saat itu), Soerjono, dan Sarwata.

Dari berbagai sumber. Catatan: sebagian kasus yang bisa ditemukan. Nama hakim agung/ calon hakim agung yang tak disebut di sini bukan berarti tak bermasalah


Bulan ini, Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP) menyelenggarakan jajak pendapat tentang ketua MA. Jajak pendapat dilakukan lewat telepon dengan responden 105 praktisi hukum Jakarta. Berikut ini adalah hasilnya:

Apakah calon hakim agung perlu diusulkan dari kalangan nonkarir?

  • Perlu: 87,6%
  • Tidak perlu:11,5%
  • Tidak tahu:0,9%

    Calon Hakim Agung Versi PemerintahLayak %Tak Layak %Tak Tahu %
    Benjamin Mangkoedilaga
    Bagir Manan
    Todung Mulya Lubis
    Moh. Mahfud
    87,6%
    61,9%
    55,2 %
    40%
    5,7%
    21,9%
    39,1%
    31,4%
    6,7%
    16,2%
    5,7%
    28,6%

    Hakim Agung yang Ideal Versi 105 Praktisi Hukum Jakarta

    Calon Hakim Agung Versi MALayak %Tak Layak %Tak Tahu %
    Pranowo
    I Gde Soedharta
    Sorta Edwin Simanjuntak
    Sri Wati
    Hartomo
    Eddy Djunaedi
    Moh. Imron Anwari
    Chairani A. Wani
    Syamsuhadi
    19,1
    21,0
    8,6
    6,7
    7,6
    18,1
    5,7
    12,3
    25,7
    60,9
    57,1
    45,7
    34,3
    29,5
    25,7
    25,7
    22,9
    16,2
    20
    21,9
    45,7
    59,0
    62,9
    56,2
    68,6
    64,8
    58,1
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus