Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Itu Cuma Individu Berkelainan Genetis

12 September 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Akhir-akhir ini Etty Indriati dan seniornya, Prof Dr Teuku Jacob, sering mendapat gangguan. Banyak orang iseng menelepon atau sekadar mengirim pesan pendek ke telepon genggam mereka. Isinya, memaki-maki dua peneliti senior Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, itu. ”Bahkan ada yang mengata-ngatai kami hyena (hewan pencuri bangkai milik predator lain),” kata Etty kepada Tempo.

Menurut guru besar Fakultas Antropologi UGM ini, semuanya bermula dari penolakan mereka atas tesis Prof Dr Mike Morwood dan Prof Dr Peter Brown dari Universitas New England, Australia. Kedua ilmuwan itu mengklaim telah menemukan spesies manusia purba baru, Homo floresiensis, di Liang Bua, Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur. Sejumlah wartawan dari negara itu, menurut Etty, ikut mendukung temuan Morwood dan Brown secara membabi-buta saat mewawancarai Jacob dan Etty.

Untuk memperjelas sikap ”tim Yogya” terhadap temuan ini, koresponden Tempo di Yogyakarta, Syaiful Amin, mewawancarai Etty Indriati dua pekan lalu di kantornya. Doktor antropologi dari Universitas Chicago berusia 41 tahun itu juga dikenal sebagai seorang editor di Journal of Anthropological Science, Tokyo. Berikut ini petikannya.

Apa sikap tim Anda dalam perdebatan Homo floresiensis?

Kalau genus Homo, kami setuju. Yang jadi masalah karena dianggap spesies baru, floresiensis. Untuk mengumumkan spesies baru, tak bisa sembarangan. Sejak sejuta tahun yang lalu, volume otak manusia sudah sekitar 1.000 sentimeter kubik. Sekarang antara 1.200 dan 1.400 sentimeter kubik. Volume otak tengkorak Liang Bua hanya sekitar 400 sentimeter kubik. Apa mungkin volume otak manusia menyusut jadi sepertiga?

Mereka (Morwood dan Brown) juga membuat penanggalan yang terlalu luas, antara 6.000 dan 9.000 tahun yang lalu. Dengan penanggalan itu pun tak mungkin terjadi loncatan penyusutan volume otak manusia. Volume otak 400 cc itu seperti simpanse. Tulang-tulang yang ditemukan juga belum sepenuhnya mengalami fosilisasi karena masih ada bahan organik di dalamnya. Itu namanya subfosil.

Mengapa Anda dan Profesor Jacob menyimpulkan makhluk itu Homo sapiens?

Diagnosis kami tak hanya didasarkan pada volume otak, tapi juga bentuk tengkorak. Volume otak memang kecil, tapi matanya besar seperti mata Homo sapiens. Kalau otak kecil tapi mata besar, maka ada kemungkinan telah terjadi kelainan genetis. Dari situ kemudian disimpulkan tengkorak itu adalah penderita mikrosefali.

Apa mikrosefali itu?

Mikrosefali itu kelainan berupa pengecilan otak dan kepala. Penyebabnya antara lain perkawinan sedarah yang mengakibatkan timbulnya gen resesif, dan infeksi waktu hamil. Penyakit ini tidak menular, tetapi diwariskan melalui gen.

Apa lagi yang menguatkan argumentasi tim Anda?

Proporsi tungkai dan lengan juga menunjukkan itu Homo sapiens. Perhitungan tinggi badan pun keliru, bukan 106 sentimeter seperti yang mereka katakan. Kami gunakan rumus umum selain rumus regresi tulang panjang, ketemunya di ukuran sekitar 126 senti. Tinggi badan ini dalam kisaran pigmi. Jadi, ini Homo sapiens, pigmi, dan mikrosefali.

Adakah contoh manusia katai yang kena mikrosefali di tempat lain?

Belum pernah ada. Tapi, kalau hanya mikrosefali, banyak ditemukan dari masa prasejarah di Jepang, Italia, dan Yunani.

Morwood mempertanyakan, jika mikrosefali, mengapa menyerang populasi?

Nanti dulu! Yang ditemukan hanya satu tengkorak, dua rahang, lalu fragmen tulang yang tidak lengkap. Kami memang menyimpulkan kemungkinan tulang-tulang itu milik tujuh individu. Tapi yang kena mikrosefali satu, karena tengkoraknya hanya satu. Tengkorak enam individu lain tidak ditemukan.

Anda masih meneliti fosil itu?

Setelah dikembalikan pada Maret 2005 lalu, kami sudah tak meneliti fosil itu lagi kecuali tulang paha kanan yang masih di sini. (Fosil-fosil itu ditarik oleh Pusat Arkeologi Nasional untuk keperluan pembuatan film Morwood dan Peter Brown.)

Terlepas dari prokontra, adakah manfaat penemuan ini?

Jelas ada. Berdasar penelitian tulang-belulang, diketahui banyak penyakit yang ada sekarang juga diderita manusia pada masa lampu. Kanker sudah ada ribuan tahun yang lalu. Begitu pula lepra dan infeksi. Penemuan ini menambah data penyakit masyarakat purba.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus