Jajak pendapat Timor Timur mengaret lagi. Setelah diundurkan ke 21-22 Agustus (semula 9 Agustus), jadwal itu molor lagi menjadi 30 Agustus. Menurut seorang pejabat United Nations Assessment Mission in East Timor (UNAMET), tanggal itu diajukan Menteri Luar Negeri Ali Alatas. Usul itu diterima karena masih rawannya keamanan. Tapi Alatas membantah. Menurut Menteri Alatas, yang menetapkan pengunduran malah PBB. "Kami justru ingin secepatnya," katanya. Bagi Indonesia, kondisi keamanan justru sudah tak menjadi masalah.
Di mata Kepala UNAMET Ian Martin, jumlah korban yang tewas memang sudah jauh berkurang. Tapi kegentingan masih mengintai di kawasan barat—seperti Kovalima, Bobonaro, dan Liquica—yang dikuasai milisi prointegrasi. Martin juga mengakui pihaknya terus mendapat ancaman dan intimidasi dari kelompok itu. Lembaga internasional ini dituding menyandang misi untuk mengegolkan kemerdekaan Timor Leste.
Kendati begitu, penutupan pendaftaran 4 Agustus mendatang tak akan diundurkan. Prosesnya, kata Martin lagi, cukup lancar. Dalam catatannya, 240 ribu orang telah masuk lis. Satu-satunya masalah adalah pengungsi yang tak mengantongi bukti diri sebagai warga Timor. Untuk itu, persyaratan dilonggarkan. Mereka cukup menunjukkan affidavit (pernyataan bersumpah) yang dikuatkan kepala desa atau pemuka agama. Pos pendaftaran akan dibuka di lokasi penampungan.
Titik terang juga datang dari perundingan antara tim UNAMET dan Komandan Falintil, Taur Mataruac. Sayap militer prokemerdekaan itu menegaskan komitmennya untuk menjamin terselenggaranya jajak pendapat secara damai. Mereka bersedia diawasi UNAMET untuk menjamin tak satu pun gerilyawannya meninggalkan markas untuk angkat senjata. Sebaliknya, itu juga harus dilakukan pada barisan prointegrasi.
Bubarkan KPU, Kata Buyung |
Ada-ada saja ulah para politisi partai gurem di Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sidang-sidang pleno di komisi yang diketuai Rudini itu, selama dua hari berturut-turut, pekan lalu, hanya diisi debat kusir ihwal "terobosan politik" yang bakal mereka lakukan menyongsong pengesahan sang Presiden—selaku penanggung jawab pemilu—atas penghitungan suara akhir pemilu secara nasional. Sampai kini, tak jelas apa saja manuvernya.
Senin pekan lalu, KPU gagal mencapai batas dua pertiga tanda tangan (dari 53 anggota) yang diperlukan untuk menetapkan berita acara penghitungan suara akhir. Cuma 23 anggota—termasuk lima wakil pemerintah—yang bersedia menekennya. Yang lain (hampir seluruhnya dari partai gurem, termasuk sang Ketua: Rudini, dari Partai MKGR) menolak dengan dalih ajang pilihan rakyat tempo hari itu penuh kecurangan. Mereka lalu melimpahkan hasil keputusan ini kepada Presiden Habibie.
Alih-alih Presiden bakal bimbang, lalu tekenan akan ditukar-guling dengan kursi parlemen—ada pula bisik-bisik beredar bahwa partai-partai gurem setuju memberikan tanda tangan asalkan dikompensasi fulus Rp 850 juta—mereka malah kecele. Di luar perkiraan, hanya tiga jam setelah menerima pelimpahan dari Rudini, Presiden langsung angkat suara. Bunyinya: pemilu sah karena diteken oleh partai yang mewakili 93 persen suara pemilih. Yang menolak cuma mewakili 6 persen pencoblos.
Pukulan berikutnya datang dari Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu), yang bilang bahwa alasan penolakan itu mengada-ada. Data mereka menunjukkan sebagian besar pelanggaran cuma masalah teknis, semacam tinta luntur atau kertas suara cacat. Itu pun penyebabnya KPU sendiri, sebagai lembaga yang memasoknya. Dan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33/1999, Panwaslu berwenang menolak keberatan itu.
Jalan hukum juga ditempuh. Delapan politisi—Sri Bintang Pamungkas, Bambang Sulistomo, Agus Miftach, dan kawan-kawan—mengatasnamakan 30 partai politik, mengadukan Panwaslu dan tiga anggota KPU (Adnan Buyung Nasution, Oka Mahendra, dan Jacob Tobing) ke Markas Besar Kepolisian RI. Ketiganya dituding "menghalang-halangi pemilu": tidak menindaklanjuti pengaduan pelanggaran pemilu dan mengikuti pertemuan "gelap" dengan pemerintah untuk mengegolkan PP No. 33 tadi.
Saking kesalnya, Wakil Ketua KPU Adnan Buyung Nasution mengusulkan agar lembaga reseh itu dibubarkan saja. Tentu saja Rudini keberatan. "Tugas KPU masih banyak," kata mantan menteri dalam negeri ini. Kita tunggu saja "terobosan politik" partai gurem berikutnya.
Tanda Tangan | % Suara | Tidak Tanda Tangan | % Suara | Tidak Hadir | % Suara |
---|
PDI Perjuangan | 33,76 | P. Indonesia Baru | 0,18 | P. Ummat Islam | 0,25 |
P. Golkar | 22,46 | P. Krisna | 0,35 | P. Masyumi Baru | 0,16 |
P. Persatuan Pembangunan | 10,72 | P. Aliansi Demokrat Indonesia | 0,08 | P. Pilihan Rakyat | 0,14 |
P. Kebangkitan Bangsa | 12,62 | P. KAMI | 0,27 | P. Cinta Damai | 0,04 |
P. Amanat Nasional | 7,12 | P. Abul Yatama | 0,20 | | |
P. Bulan Bintang | 1,94 | P. Kebangsaan Merdeka | 0,10 | | |
PSII 1905 | 0,14 | P. Rakyat Demokratik | 0,07 | | |
PNI Front Marhaenis | 0,35 | P. Kristen Demokrat | 0,20 | | |
P. IPKI | 0,31 | P. Rakyat Indonesia | 0,05 | | |
P. Republik | 0,20 | P. Masyumi | 0,43 | | |
PNI Massa Marhaen | 0,33 | P. Solidaritas Pekerja | 0,05 | | |
P. Syarikat Islam Indonesia | 0,36 | P. Keadilan | 1,36 | | |
P. Persatuan | 0,52 | P. Nahdlatul Ummat | 0,64 | | |
P. Kebangkitan Ummat | 0,28 | P. Islam Demokrat | 0,06 | | |
P. Demokrasi Kasih Bangsa | 0,52 | P. Murba | 0,06 | | |
P. Daulat Rakyat | 0,40 | P. Demokrasi Indonesia | 0,62 | | |
P. Keadilan dan Persatuan | 1,01 | P. Uni Demokrasi Indonesia | 0,13 | | |
PNI | 0,29 | P. Buruh Nasional | 0,11 | | |
Adnan Buyung Nasution * | 0 | P. MKGR | 0,19 | | |
Afan Gaffar * | 0 | P. SPSI | 0,06 | | |
Adi Andojo Sutjipto * | 0 | P. Nasional Bangsa Indonesia | 0,14 | | |
Andi Alfian Mallarangeng * | 0 | P. Bhinneka Tunggal Ika Indonesia | 0,34 | | |
Oka Mahendra * | 0 | P. SUNI | 0,17 | | |
| | P. Nasional Demokrat | 0,09 | | |
| | PUMI | 0,05 | | |
| | P. Pekerja Indonesia | 0,06 | | |
23 | 93,32 | 26 | 6,08 | 4 | 0.60 |
* wakil pemerintah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini