Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MARSEKAL Madya Purnawirawan Suratto Siswodihardjo bukanlah sembarang pengusaha. Mantan Ketua Induk Koperasi TNI Angkatan Udara ini punya puluhan hektare tanah di Cikeas dan Jonggol, Jawa Barat. Kekayaannya berlipat sejak harga tanah di kompleks perumahan yang dia kembangkan, Puri Cikeas Indah, meroket. Pemicunya, salah satu penghuni kompleks itu, Jenderal Purnawirawan Susilo Bambang Yudhoyono, terpilih jadi RI1 pada 2004. ”Karena itulah, saya ingin SBY jadi presiden lagi, supaya harga tanah di sini naik terus,” katanya bercanda.
Ditemui di rumahnya yang megah—tepat di seberang kediaman pribadi Yudhoyono Kamis pekan lalu, Suratto tak segansegan buka kartu. ”Dulu, Cikeas ini hutan,” katanya. Pada awal 1994, bermodal nekat dan selembar peta rencana pembangunan jalan dari Dinas Pekerjaan Umum setempat, dia memborong lahan di sana. Harga per meter persegi masih Rp 15 ribu. Sekarang Rp 1,5 hingga 2 juta. ”Cikeas kini terkenal ke seluruh dunia,” katanya.
Tak cuma sibuk menghitung harga tanah, kini Suratto sibuk menggalang dukungan untuk pemilihan kembali Susilo Bambang Yudhoyono. Bersama sejumlah eks petinggi polisi, militer, dan tokoh masyarakat, pada akhir April lalu dia mendirikan Gerakan Pro SBY. ”Kami mendekati pemilih muda, swing voters, dan mereka yang golput,” katanya. Putranya, Anton Sukartono, anggota Dewan Perwakilan Rakyat terpilih dari Partai Demokrat, menjadi bendahara. ”Dana sih urunan. Tapi, kalau kurang, saya yang nombokin.”
Kamis pagi itu di tengahtengah wawancara—Suratto yang juga Komisaris PT Angkasa Pura II ini sempat mengarahkan anak buahnya memasang baliho di kawasan Pondok Gede, sekitar Taman Mini Indonesia Indah, dan Pamulang. ”Cari tempat yang bagus, ya,” katanya. ”Tapi itu bukan dari saya, lho. Ada pengusaha baliho yang menyumbang,” kata Suratto. Sumbangan simpatisan macam itu, kata dia, tak pernah dicatat. ”Namanya juga sukarelawan.”
Meski ”cuma” sukarelawan, sumbangan para simpatisan inilah yang membuat fulus kampanye para kandidat dalam pemilihan presiden tahun ini seperti tak ada habishabisnya. Jenis sumbangan mereka macammacam: membuatkan kaus, stiker, pin, meminjamkan mobil dan tempat kampanye, atau menutup ongkos iklan kampanye di televisi.
Sudah jadi rahasia umum, rekening dana kampanye resmi yang dilaporkan tim sukses kandidat kepada Komisi Pemilihan Umum bukanlah satusatunya dana kampanye yang tercatat. Di luar itu ada sederet sponsor lain yang lebih suka namanya tak diketahui khalayak.
Mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Subur Budhisantoso, membenarkan. ”Tanpa diminta, banyak pengusaha datang dan tanya, ’Anda butuh apa?’,” katanya ketika ditemui di kantor Dewan Pertimbangan Presiden, Kamis pekan lalu. Dia lalu menunjukkan tumpukan kardus penuh kaus biru tua berlogo SBY, di pojok ruang kerjanya. ”Ini baru saja datang,” katanya. Setiap sumbangan segera disalurkan ke daerah pemilihan yang sedang digarap. ”Kalau ada sumbangan beras, ya dibagikan beras. Ada sumbangan kaus, ya dibagikan kaus,” kata Budhisantoso.
Bersama beberapa pendukung Yudhoyono lainnya, dia kini aktif di ”Indonesia Bisa”—lembaga swadaya masyarakat bagian dari tim relawan pendukung SBYBoediono. ”Kami sekarang fokus memantau proses pemutakhiran daftar pemilih tetap, mempersiapkan saksi di tempat pemungutan suara, dan menjaga agar suara SBY kelak tidak dicurangi,” katanya. Meski jadi ketua umum, Budhisantoso mengaku tak pernah keluar duit dari kocek pribadi. ”Semuanya sumbangan murni,” katanya. Sayang, ia menolak memerinci nama penyumbang dan jumlah dana yang sudah diterima.
Juru bicara tim sukses SBYBoediono, Andi Mallarangeng, mengaku sulit mengontrol sumbangan yang masuk ke jaringan tim relawan. ”Yang kami urus hanya dana kampanye yang dikelola tim sukses resmi. Kalau yang di luar itu, bukan bagian kami,” katanya. Dana kampanye tim sukses SBYBoediono sendiri, kata Andi, tak akan sebanyak belanja Partai Demokrat dalam pemilu legislatif, yang mencapai Rp 200 miliar lebih. ”Waktu kampanye pemilihan presiden kan lebih pendek,” katanya.
AKHIR Mei lalu, ballroom Hotel Nikko di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, penuh sesak oleh ribuan pengusaha. Umbulumbul dan spanduk bertulisan ”JKWiranto, Pasangan Nusantara” bertebaran dari pelataran parkir hotel sampai ruang pertemuan berkapasitas 2.000 orang itu. Pasangan calon presidenwakil presiden Partai Golkar, Jusuf Kalla dan Wiranto, memang punya hajatan pada malam itu.
Dikoordinasi oleh Relawan Nusantara—tim simpatisan JK-Win yang dikomandani adik Jusuf, Halim Kalla—pasangan ini memperkenalkan diri kepada para pengusaha kelas menengah di Ibu Kota. ”Ini bukan penggalangan dana,” kata Yugi Prayanto, ketua panitia. ”Kami hanya menyediakan forum agar pengusaha bisa berinteraksi dengan pasangan calon ini”. Di awal acara, salah satu pemilik Hotel Nikko, Ketut Masagung, minta waktu berpidato. ”Saya merasa terhormat menjadi tuan rumah acara ini,” katanya.
Acara malam itu lagilagi menjadi bukti bagaimana sokongan pengusaha tak perlu harus berupa kucuran uang kontan. Juru bicara kubu Kalla, Indra Piliang, mengakui hal itu. ”Kami banyak menerima sumbangan barang dan jasa,” katanya. Di Indonesia, kata Indra, pengusaha masih takut menyumbang secara terbuka. ”Mereka beralasan, takut bisnisnya diganggu, misalnya tibatiba didatangi petugas pajak, diselidiki apa sudah bayar pajak atau belum,” katanya.
Menurut Indra, dana kampanye kubunya bersumber dari sumbangan partai, kader partai, dan pengusaha. Pengusaha yang bersimpati pada Kalla, seperti bos Grup Gemala dan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia, Sofjan Wanandi, dan konglomerat media Surya Paloh, ikut menyumbang. ”Pak Surya kemarin baru mengirim sejumlah mobil untuk kampanye keliling Jawa,” kata Indra.
Keluarga Jusuf Kalla sendiri tentu tak ketinggalan. Apalagi dalam tim sukses JKWin, adik Jusuf, Suhaeli Kalla, menjadi koordinator logistik. Sedangkan anaknya, Solichin Jusuf, diplot sebagai bendahara. Suhaeli membenarkan keluarganya juga membuka dompet. ”Tapi tidak besar,” katanya. Rincian jumlah fulus yang terkumpul, kata Suhaeli, masih diolah staf keuangan tim KallaWiranto.
PENYOKONG dana terbesar untuk pasangan MegawatiPrabowo Subianto adalah adik Prabowo, konglomerat Hashim Sujono Djojohadikusumo. Pentolan Partai Gerakan Indonesia Raya, Permadi, mengaku sumbangan awal Hashim untuk kampanye MegaPro sekitar Rp 15 miliar.
Sekretaris tim sukses dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Hasto Kristiyanto, mengaku kebutuhan kampanye Mega banyak ditutup dari gotong royong kader partai di daerahdaerah. Para anggota parlemen terpilih partai itu, baik di tingkat pusat maupun daerah, juga ramairamai saweran. ”Ada yang Rp 100 juta, ada yang Rp 50 juta, sesuai dengan kemampuan masingmasing,” katanya. Dia membantah ada perintah partai yang mengharuskan semua kader Banteng menyumbang duit.
Karena itu, Hasto mengaku kampanye partainya sederhana saja. ”Tidak ada sumbangan dari pengusaha besar atau komisaris badan usaha milik negara. Palingpaling ada yang menyumbang ongkos iklan,” katanya. Untuk menyiasati itu, kampanye MegawatiPrabowo akan banyak diisi deklarasi penanda tangan kontrak politik dengan kelompokkelompok massa pendukungnya.
Sejumlah pengusaha papan atas yang disebutsebut ikut menggerojoki para calon presiden dengan duit mengaku tak ikut menyumbang. Direktur Grup Sinar Mas Gandhi Sulistiyanto mengaku mendukung semua kandidat ”secara moril saja”. Juru bicara Rajawali Group, Christiantoko, bicara senada. ”Pak Peter Sondakh menghindari halhal seperti itu,” katanya. Jawaban serupa muncul dari Ketut Wirabudi, Direktur Riau Andalan Pulp and Paper, pabrik kertas milik konglomerat Sukanto Tanoto. ”Perusahaan kami netral,” katanya. Bahkan, orang terkaya di Indonesia, konglomerat Grup Bakrie yang juga Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Aburizal Bakrie, mengaku tak ikut menyumbang. ”Saya menyokong dengan doa,” katanya lewat pesan pendek.
Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Yunus Hussein mengaku belum melihat indikasi penggalangan dana besarbesaran yang melanggar undangundang untuk salah satu kandidat. ”Kami sudah memperingatkan bankbank untuk segera melaporkan jika ada tandatanda ke arah sana,” katanya, pekan lalu. PPATK saat ini, kata Yunus, sudah siaga satu siap menjaring transaksi mencurigakan dana kampanye.
”Kami baru saja menandatangani nota kesepahaman dengan Badan Pengawas Pemilu,” katanya. Dengan perjanjian itu, Badan Pengawas bisa meminta bantuan PPATK untuk melacak rekening atau transaksi dana kampanye yang diduga melawan aturan.
PPATK juga sudah mengantongi nama semua anggota tim sukses calon presiden. ”Namanama ini penting agar rekening mereka juga bisa dipantau,” kata Yunus. Tapi bukan berarti semua celah kongkalikong sudah tertutup. ”Kalau sumbangannya pakai duit tunai, tidak lewat rekening, ya tidak akan terpantau,” kata Yunus.
Wahyu Dhyatmika, Akbar Tri Kurniawan, Munawwaroh, Agung Sedayu, Ismi Wahid
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo