Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Dua Tembakan di Jalan Silondae

Randi dan Yusuf Kardawi menjadi korban kekerasan aparat saat berunjuk rasa di Kendari. Satu pelaku kekerasan belum ditemukan

28 Desember 2019 | 00.00 WIB

Randi (keempat dari kANAN) bersama teman-teman Mahasiswa Universitas Halu oleo, Kendari. Dokumentasi Pribadi
Perbesar
Randi (keempat dari kANAN) bersama teman-teman Mahasiswa Universitas Halu oleo, Kendari. Dokumentasi Pribadi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Randi dan Yusuf Kardawi menjadi korban kekerasan aparat di lokasi demonstrasi

  • Randi dan Yusuf terkenal pendiam, tapi aktif di kampus dan terlibat di sejumlah demonstrasi mahasiswa

  • Orang tua Randi dan Yusuf menuntut kasus tewasnya anak mereka diusut tuntas

LANGKAH Arjun mendadak terhenti saat mendengar suara tembakan di Jalan Abdullah Silondae, Kota Kendari, Kamis, 26 September lalu. Di tengah pedihnya gas air mata di udara yang ditembakkan polisi, yang berusaha menahan laju para mahasiswa demonstran di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, teriakan “Randi tertembak!” membuat pandangannya teralih.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Padahal mahasiswa Program Vokasi Diploma III Fakultas Teknik Sipil Universitas Halu Oleo angkatan 2016 itu baru saja hendak menolong adik kelasnya, Muhammad Yusuf Kardawi, yang terjatuh di depan gerbang kantor Dinas Ketenagakerjaan Sulawesi Tenggara, tak jauh dari gedung Dewan. Muka Yusuf menghantam aspal dan seorang polisi berseragam lengkap tampak memukul belakang kepalanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Belum sampai langkah Arjun ke arah Yusuf, “Dor!” tembakan kembali terdengar. Randi tumbang. Mahasiswa Fakultas Ilmu Perikanan dan Kelautan yang seangkatan dengan Arjun itu rebah di dekat gerbang Dinas Perdagangan Provinsi Sulawesi Tenggara. Jarak di antara dua kantor dinas itu sekitar 40 meter saja dan sama-sama berada di Jalan Abdullah Silondae. Suara peluru yang dilepaskan polisi membuat suasana unjuk rasa jadi tak keruan. Para demonstran berhamburan, berlari ke berbagai penjuru.

Randi salah satu kawan karib Arjun. Keduanya berasal dari kampung yang sama, Desa Lakarinta, sebuah kawasan pesisir di Kecamatan Lohia, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara. Sekitar satu jam sebelumnya, mereka masih bercengkerama. Randi melontarkan ledekan kala melihat Arjun menikmati nasi bungkus pemberian warga saat para demonstran dipukul mundur aparat. “Dia bilang, ‘Ngeri lagi bosku eee... dia makan sendiri,’” tutur Arjun kepada Tempo, Senin, 23 Desember lalu.

Mereka pun masih sempat membicarakan demonstrasi mahasiswa Universitas Halu Oleo pada hari itu. Mahasiswa menolakrevisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi yang baru disahkan Dewan Perwakilan Rakyat di Jakarta. Unjuk rasa berlangsung damai sejak pagi hingga siang. Suasana memanas sekitar pukul 13.15. Massa mulai melempari polisi yang berjaga di dalam gedung DPRD. Lemparan itu dibalas tembakan meriam air dan gas air mata. Mereka mengusir massa agar menjauh dari gedung di Jalan Made Sabara. Polisi kemudian mulai keluar dari gedung DPRD. Bersamaan dengan itu, massa membakar belakang gedung dan 11 sepeda motor yang terparkir.

Tapi, sore itu, massa kembali merangsek maju melawan polisi. Arjun berpisah dengan Randi. “Adik saya mendengar dan melihat Randi teriak, ‘Maju... maju! Kenapa takut?,’” tutur Arjun. Suasana demonstrasi di sepanjang Jalan Abdullah Silon- dae itu makin panas. Arjun tak melihat Randi lagi sampai mendengar seorang kawan berteriak ketika Randi kena tembak.

Bersama lima rekannya, Arjun segera membopong Randi yang terluka di dada bagian kanan. Berulang kali mereka memanggil nama Randi, tapi tak ada respons sama sekali. Randi dibawa ke Rumah Sakit Dr Ismoyo, yang tak jauh dari sana. Ia dikabarkan sudah tewas begitu sampai di rumah sakit.

Hasil autopsi memastikan pemuda kelahiran 17 Juli 1997 itu tewas tertembus peluru tajam yang melukai pembungkus jantung. Peluru tembus dari dada samping kiri hingga dada depan bagian kanan. Proyektil peluru ditemukan di bawah ketiak Randi dengan luka berdiameter 0,9 sentimeter. Adapun luka tembusan peluru di dada kanannya berdiamater 2,1 sentimeter.

Berdasarkan uji balistik di Australia dan Belanda, diketahui peluru tersebut berasal dari senjata yang digunakan Brigadir Polisi Abdul Malik. Namun pihak kejaksaan masih ragu terhadap berkas perkara yang diserahkan penyidik. Adapun untuk kasus Yusuf Kardawi, pelakunya bahkan sama sekali belum diketahui hingga kini.

Yusuf mengalami koma. Ia kehilangan banyak darah. Ada sekitar lima luka dengan pan- jang 4-5 sentimeter di kepala Yusuf. Pemuda asal Lasehao, Kecamatan Kabawo, Kabupaten Muna, itu sempat dioperasi di Rumah Sakit Bahteramas dan dirawat di ruang perawatan intensif.

Yusuf menyusul kepergian Randi pada Jumat subuh, 27 September 2019. Jenazah Yusuf dijemput kedua orang tuanya pada Jumat sekitar pukul 08.00 dan dimakamkan di belakang rumahnya. Jenazah Randi tiba di kampung halamannya pada Jumat pagi. Ia dimakamkan di tempat permakaman umum Desa Lakarinta, Kabupaten Muna, seusai salat Jumat.

■■■

LA Sali sedang berada di tengah laut sekitar pukul 20.00 kala perahu kawannya menyusul. Belum ada ikan yang ia tangkap. Menurut penuturannya kepada Tempo, Rabu, 11 Desember lalu, di Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, kawannya berkeras memintanya kembali ke darat. Di kampungnya, bapak lima anak ini Ketua Badan Perwakilan Daerah La- karinta. “Dia bilang ada surat yang harus ditandatangani. Surat apa tidak dijawab,” tutur La Sali.

Di Pelabuhan Raha, beberapa orang menanti La Sali. “Perasaan saya sudah tak enak,” ujarnya. Merasa tak keruan, perahu ia tinggalkan begitu saja di air. Tiba di kampung, ia melihat rumahnya sudah ramai. Anak ketiganyalah yang memberi kabar duka soal wafatnya Randi, putra satu-satunya. Pria 47 tahun itu langsung pingsan. “Kasihan nasib anak saya. Hidupnya susah sedari kecil,” ucap Sali.

Keinginan Randi berkuliah tinggi. Seperti kakaknya, Fitriani Sali, Randi mendapat beasiswa untuk kuliah ke Universitas Halu Oleo. Beberapa tahun kemudian, adiknya menyusul ke sana.

Di kampus, Randi aktif di beberapa organisasi, seperti Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah. Ia menjadi Ketua Himpunan Mahasiswa Pelajar Lakarinta. Pada 2019, dia seharusnya sudah mengikuti kuliah kerja nyata, tapi ditunda. Ia mengambil tawaran menjadi buruh di Bandar Udara Halu Oleo untuk membiayai tugas akhir kakaknya dan mengongkosi biaya masuk kuliah adiknya. Gaji Randi dari berbagai pekerjaan sampingan banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan adik-kakaknya.

Keaktifan Randi di kampus tak membuat La Sali heran. Semenjak berkuliah, kepulangan Randi menjadi magnet anak muda di kampungnya untuk mendengar pengalamannya di Kendari. Ia jarang ada di rumah dan banyak menghabiskan waktu berkumpul di rumah kawan hingga tengah ma- lam, bahkan sampai menginap.

Sebagai kawan dekat, Arjun cukup mengenal Randi. Menurut dia, Randi pendiam, pekerja keras, aktif, dan, yang tak banyak orang tahu, penyuka serial drama Korea. “Dia suka film Korea yang berseri-seri. Lucu juga. Tampangnya sangar tapi sukanya drama Korea,” kata Arjun, lalu terkekeh.

 

Yusuf KARDAWI (jongkok), mahasiswa Universitas Halu Oleo, di Kendari. Dokumentasi Pribadi

Yusuf Kardawi termasuk pendiam di rumah. Namun sang ibu, Endang Yulidah, adalah muaranya bercerita. Meski merantau di Kendari, Yusuf cukup rutin menelepon ibunya, sepekan atau dua pekan sekali. Dalam setiap panggilan, segala hal ia ceritakan, termasuk aktivitasnya di kampus.

Keduanya terakhir berbincang di telepon sepekan sebelum kematian Ucu--panggilan Yusuf. Ucu, menurut Endang, sempat mengeluh capek. Padahal selama ini ia tak pernah mendengar keluhan dari mulut Ucu. Yusuf bercerita sudah merapikan rumah di Kendari. “Tapi, saat saya lihat ke sana, berantakan sekali. Entah rumah mana yang dia maksud sudah dirapikan.”

Endang sebetulnya berencana mengunjungi Yusuf pada Desember ini. Tapi, menurut dia, Yusuf malah berkata tak keruan. “Kita pikir tidak akan ketemu Mama,” ujar Endang mengulang perkataan Yusuf. Yusuf tak menjawab saat ditanyai alasannya.

Yusuf selalu mengutamakan keluarga dan kawannya. Tak mengherankan, sejak kecil temannya banyak. Pria yang bercita-cita menjadi arsitek itu gemar berolahraga dan mendaki gunung. Di kampus, Yusuf aktif berorganisasi dan dekat dengan beberapa senior.

Endang merelakan kepergian Yusuf, kecuali cara kematiannya. Ia pun mengupayakan cara agar pelaku kekerasan terhadap Yusuf bisa segera diketahui.

Bertepatan dengan peringatan Hari Hak Asasi Manusia Internasional, orang tua Randi dan Yusuf bertandang menemui anggota Dewan, kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Ombudsman, dan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, 10-14 Desember lalu. Mereka meminta keseriusan pihak yang dikunjungi dalam pengusutan pelaku penembakan dan tindak kekerasan terhadap putra mereka.

Di Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, nama Randi dan Yusuf diabadikan dalam ruang auditorium dan dua ruang pertemuan bersama nama tiga korban meninggal lain, yakni Bagus Putra Mahendra, Maulana Suryadi, dan Akbar Alamsyah. Nama dan wajah mereka menghias pintu-pintu kaca ruang rapat di sana. Harapan pimpinan KPK, kisah perjuangan pemuda di Jalan Abdullah Silondae itu bisa menginspirasi banyak orang tentang pentingnya pemberantasan korupsi. “Dan menjadi pengingat bahwa perjuangan mereka tidak sia-sia," ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang. AISHA SHAIDRA, ROSNIAWANTI FIKRI (KENDARI)

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Aisha Shaidra

Aisha Shaidra

Bergabung di Tempo sejak April 2013. Menulis gaya hidup dan tokoh untuk Koran Tempo dan Tempo.co. Kini, meliput isu ekonomi dan bisnis di majalah Tempo. Bagian dari tim penulis liputan “Jalan Pedang Dai Kampung” yang meraih penghargaan Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2020. Lulusan Sastra Indonesia Universitas Padjadjaran.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus