Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gamawan Fauzi,
47 tahun, Bupati Solok
Ke tanah Solok di Sumatera Barat, rombongan Komisi Pemberantasan Korupsi mencari bukti. Dipimpin ketuanya, Taufiqurachman Ruki, 16 Desember lalu mereka melihat langsung bagaimana praktek tata pemerintahan yang baik dan efektif diselenggarakan. ”Apa yang selama ini dikabarkan ternyata benar,” kata Ruki soal hasil kunjungannya itu.
Bupati Solok, Gamawan Fauzi, memang sudah tak asing dalam soal penegakan pemerintahan yang bersih. Pada 28 September lalu Gamawan dianugerahi Bung Hatta Award 2004 sebagai pejabat yang konsisten menegakkan aturan dan aktif memberantas korupsi di lingkungan kerjanya.
Lahir di Alahan Panjang, 9 November 1957, Gamawan menyelesaikan sarjana di Fakultas Hukum Jurusan Tata Negara Universitas Andalas, Padang, dan master di Manajemen Kebijakan Publik Universitas Negeri Padang. Bapak tiga anak ini terpilih menjadi bupati pada 2 Agustus 1995, dan kembali memangku jabatan ini untuk periode kedua pada 20 Agustus 2000. ”Tidak sesen pun saya keluar uang untuk jabatan dua periode ini. Silakan tanya pada anggota DPRD yang memilih saya,” katanya.
Berangkat dari posisi ”bersih” itulah ia tak pernah ragu ketika membersihkan institusinya. Ia menolak aneka upeti dan memangkas banyak birokrasi perizinan yang acap menjadi ladang penyelewengan. Semua ia satukan dalam program pelayanan satu pintu. Tarif perizinan dicantumkan secara terbuka dan termasuk kapan izin dikeluarkan. Pengurusan pun dipermudah dan cukup melalui jasa pos. Jadi, masyarakat tak perlu datang dan bayar transpor, cukup Rp 2.000 untuk membeli perangko.
Yang tak patuh dengan aturan bersih ini ia gasak. Gamawan telah menurunkan pangkat 23 stafnya, menunda kenaikan pangkat 9 orang, menunda kenaikan gaji berkala 9 lainnya, memberhentikan 10 orang, dan membebaskan dari jabatan 10 orang.
Prof DR I Gede Winasa,
54 tahun, Bupati Jembrana
Ini bupati serba rekor. Ia dicatat Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai bupati pertama yang memberikan pelayanan kesehatan gratis kepada penduduknya. Padahal kebupatennya termasuk yang paling miskin di Bali.
Ia juga orang pertama yang menggratiskan sekolah negeri. Bupati yang memimpin Jembrana sejak 2000 lalu itu juga dicatat sebagai yang pertama memprakarsai penerapan teknologi pengolahan air laut menjadi air minum. ”Kami berusaha mengantisipasi potensi konflik soal sumber daya air seperti di daerah lain. Karena itu, kami menyedot air laut saja,” katanya.
Di bawah Winasa pula pendapatan daerah Jembrana meningkat 600 persen da-lam empat tahun: Rp 2,3 miliar pada 2000 menjadi Rp 8,5 miliar tahun ini. Hampir 40 persen di antaranya ia dapat dari hasil efisiensi pemerintahan.
Bahkan Kabupaten Badung—yang menjadi tujuan wisata utama di Bali dengan pendapatan Rp 350 miliar per tahun—tak mampu memberi pelayanan seperti Jembrana. ”Sebenarnya tak ada yang sulit. Syaratnya satu: hanya air bersih yang bisa membersihkan kotoran,” kata dokter gigi lulusan Universitas Airlangga ini.
Masriadi Martunus,
55 tahun, Bupati Tanah Datar
Bupati Tanah Datar, Masriadi Martunus, dikenal mampu menyelenggarakan pemerintahan daerah secara efisien. Di tangannya pendapatan asli daerah kabupaten itu meningkat drastis dari Rp 1,7 miliar pada tahun 2000 menjadi Rp 15 miliar pada tahun ini alias naik 800 persen.
Masriadi mengaku sama sekali tak melakukan langkah istimewa. Ia memang tak giat bersafari ke luar daerah atau luar negeri untuk menjaring investor. Dibandingkan dengan kabupaten lain di Sumatera Barat, Tanah Datar memang salah satu yang masih miskin. Tapi Pak Bupati punya satu kunci: ”Hal terpenting adalah menambal kebocoran yang ada,” katanya. ”Itu saja sudah dapat miliaran rupiah.”
Satu hal yang selalu memacu semangat cucu Ibrahim Datuk Pamuntjak—Bupati Tanah Datar 1951-1958—untuk membersihkan kantornya dari korupsi adalah sebuah pesan dari ibunya. ”Setiap ulang tahun, ibu selalu menulis tiga lembar surat untuk saya. Isinya perintah dan doa agar saya berbakti kepada bangsa,” kata Masriadi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo