Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Jalan Terus, Penggusuran

Di jalur hijau sepanjang jalan spoor i, kelapa gading, sejak tahun 1970 banyak berdiri rumah penduduk. 18 oktober dipaksa dirobohkan. 5% penduduk dki menduduki lahan secara liar. (kt)

20 November 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KIRI-kanan jalan Spoor I di Kelurahan Kelapa Gading (Jakarta Utara) dan Kelurahan Kebon Nangka (Jakarta Timur) sudah dinyatakan DKI sebagai daerah jalur hijau. Tapi entah sebab apa, sejak tallun 1970 di kawasan ini berdiri rumahrumah penduduk, sebagian dirangkap sebagai tempat usaha sebagian lagi semata-mata untuk tempat tinggal. Para warga di sini tampaknya mafhum juga bahwa kawasan itu merupakan daerah larangan untuk membuat tempat tinggal. Tapi karena selama lebih dari 5 tahun belakangan ini keadaan mereka baik-baik saja artinya tak ada petugas DKI yang menghalang-halangi ketika mereka mendirikan bangunan, meskipun bangunan yang ada tak ada izin bangunan -- maka merekapun tenang-tenang saja. Sebab "kalau memang di daerah ini tak boleh didirikan bangunan, mestinya DKI langsung merobohkan setiap ada yang mendirikan", ujar seorang penduduk di sana yang telah digusur. Cara begitu tentu merepotkan DKI sebab berarti setip hari harus ada petugas yang nongkrong mengawasi kalau-kalau ada yang mendirikan rumah. "Pengawasan serupa itu dapat ditugaskan pada RT atau RW dan lurah setempat", kilah penduduk itu lagi dengan bersemangat. Dan memang benar. Tak kurang dari 450 buah rumah di jalan Spoor I itu 18 Oktober lalu diroboh paksa oleh Dinas Pengawasan Pembangunan Kota bersama Kamtib. Lancar saja adanya. Sebab warga yang melihat kedatangan petugas-petugas itu secara tiba-tiba merasa kaget juga dan belum sempat bereaksi, rumah mereka telah rata dengan tanah."Selama 10 tahun ini saya sudah 7 kali mengalami penggusuran, tapi tak pernah sekejam yang sekarang ini", kata nyonya Rinto. Dulu, lanjut nyonya itu, saya mendapat tempat di sini karena pertolongan MKGR, kami kan Golkar, eh masih digusur juga. Keluhan mereka umumnya karena waktu antara peringatan untuk pindah dengan pembongkaranterlalu dekat (5 hari). Sehingga belum selesai mereka melakukan persiapan-persiapan, petugas pembongkar sudah beraksi. Haji Muslich Soal mengusir penduduk dari bangunan-bangunan liar memang agaknya tak ada hubungannya dengan keanggotaan Golkar. Sebab bagi Syariful Alam Humas DKI, penggusuran ini semata-mata dalam rangka menertibkan rencana pembangunan kota. Dan tindakan begini tampaknya belum selesai. Sebab menurut si Kepala Humas DKI itu, tak kurang dari 5% penduduk Ibukota ini mendiami tempat-tempat liar. Artinya penggusuran akan berjalan terus. Tapi tak itu saja. Dua minggu lalu, team Keamanan dan Ketertiban DKI secara mendadak memagar rapat sebuah perkampungan penduduk di jalan Sunan Giri, Rawamangun. Ceritanya: adalah seorang tuan tanah Haji Muslich namanya. Tahun lalu haji ini menjual sebagian tanahnya di jalan Sunan Giri itu kepada seorang pemborong yang mendapat hak dari Walikota Jakarta Timur untuk membangun pasar di situ. Areal tanah untuk pasar itu ternyata belum cukup luas. Sehingga pernah ada usaha untuk membujuk penduduk yang sebelumnya telah membeli tanah dari Haji Muslich di tempat itu juga, agar menjualnya kepada fihak Walikota. Tapi harga tak cocok. Penduduk menolak. Namun tiba-tiba saja team penertib dua pekan lalu mengurung semua kawasan tanah Haji Muslich, termasuk penduduk yang sebelumnya telah membelinya dari tuan tanah. Penduduk protes, bahkan mereka terpaksa mendobrak pagar rapat itu karena rumah-rumah mereka benar-benar terkurung. Meskipun mungkin secara kebetulan, penertiban yang tak mengenai sasaran seperti di Rawamangun itulah yang mendapat reaksi cukup keras dari Sugiharto. Ketua Fraksi Karya DPR-RI ini dua pekan silam juga menunjukkan kekhawatirannya akan soal itu di hadapan sidang pleno fraksinya. "Keresahan yang timbul sebagai salah satu akibat pembangunan adalah karena terjadinya penggusuran-penggusuran untuk keperluan-keperluan fabrik, industri, real estate dan tata kota" ucap Sugiharto. Sugiharto minta agar anggota-anggota fraksinya di Komisi I dan II DPR tidak ragu-ragu mempermasalahkan soal itu kepada instansi yang berwenang. Meskipun pernyataan ini mungkin sebagai salah satu sayap kampanye Golkar, namun agaknya bolehlah dianggap sebagai sekedar obat bagi warga Ibukota yang telah atau akan kena gusur.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus