MAHALNYA harga tanah urukan di Jakarta yang per meterkubiknya
sekitar Rp 3.000 rupanya cukup menggoda Lurah Petukangan
Selatan, Kecamatan Kebayoran Lama. Sasarannya tanah garapan
Nirnan, seorang petani berusia 110 tahun yang menggarap tanah di
kawasan kelurahan tadi sejak tahun 1920. Tanpa seizin Niman, 19
Oktober yang lalu, beberapa orang petugas kelurahan dan puluhan
pekerja memasuki tanah Niman, sambil menebangi pohon-pohon yang
ada di kebonnya. Maksud mereka tentu saja untuk menggampangkan
kerja berikutnya yaitu agar truk yang akan mengangkut tanah bisa
leluasa masuk. Niman tak bisa berbuat apa-apa lagi, karena
sebelum itu dia sudah mendapat kejutan mental akibat ancaman
"di-pki-kan". Ceritanya begini.
Beberapa hari sebelumnya dia didatangi petugas kelurahan pada
malam hari. Maksud sang petugas adalah untuk meminta Niman
membubuhkan cap jempolnya pada secarik kertas yang berisi
pernyataan tak keberatan atas penggalian tanah di atas areal
garapannya. Tapi Niman rupanya cukup awas. Permintaan sang
petugas ditolaknya mentah-mentah, "Urusan dinaskan seharusnya
diselesaikan di kelurahan", tuturnya kepada reporter Slamet
Djabarudi ketika menceritakan kembali kejadian malam itu.
Kamtib
Meskipun Niman sudah tak bisa herbuat apa-apa, keluarganya
rupanya tak bisa berdiam diri melihat kesewenang-wenangan itu.
Dan melayanglah sepucuk surat pengaduan kepada Walikota Jakarta
Selatan. Tak lama kemudian datang sepasukan Kamtib Jakarta
Selatan. Melihat kedatangan Kamtib tersebut para pekerja yang
berjumlah 20 orang itu segera lari terbirit-birit. Rupanya
mereka faham juga bahwa pengambilan tanah urukan harus ada izin
Gubernur. Dan sebagian di antara mereka masih sempat mencoba
mencari perlindungan di rumah-rumah penduduk di sekitar situ.
Itu berlangsung pada tanggal 23 Oktober setelah 5 hari mereka
melakukan kegiatan penggalian tanah. Namun ada beberapa orang
yang tertangkap termasuk beberapa truk yang tentu saja tak
gampang untuk lari dan bersembunyi. Selama 5 hari itu, menurut
keterangan keluarga Niman, sekitar 1500 truk tanah urukan yang
sudah diangkut dari tanah garapan Niman yang luasnya sekitar 1,5
ha. Dan bersamaan dengan surat pengaduan yang dilayangkan mereka
pada Walikota Jakarta Selatan, harapan untuk nendapat ganti
rugipun turut menyertai. "Kami minta ganti rugi Rp 5 juta,
untuk tanah, tanaman dan pagar yang dirusak", kata Niman.
Kedua Kalinya
Bagi masyarakat Kelurahan Petukangan Selatan, peristiwa ini
rupanya Inenambah rasa sebal mereka pada Lurah A.S "Kejadian
serupa ini bukan yang pertama kali dilakukan AS", ujar Siman.
Sebelum Kelurahan ini masuk ke wilayah DKI -- sebelum pemekaran
wilayah DKI, Kelurahan Petukangan Selatan masuk wilayah
Kabupaten Tanggerang -- AS juga pernah menjual tanah milik Ny
Simi, ibunya Siman. Penjualan ini berlangsung cukup lama baru
ketahuan. Dan karena mengandung unsur penipuan, penggelapan dan
pemaksaan perkara ini kemudian ditangani oleh Komwil 76
Tangerang. Malah untuk menyelidiki sidik jari yang ada pada
surat-surat tanah milik Ny. Simi itu diperlukan campur tangan
Mabak. Akhirnya, dengan keputusan Komwil 76, Januari yang lalu,
tanah itu kembali kepada pemiliknya yang sah yaitu
Ny. Simi.
Maka itu pula ketika Lurah AS mencoba menjelaskan bahwa
kebijaksanaan penggalian tanah adalah demi pembangunan, kepada
masyarakat setempat akhir Oktober yang lalu -- Siman yang sudah
tak sabaran lagi sempat menuding Lurah AS. Tapi yang jelas Lurah
AS tak bermain sendiri, kabarnya dia punya bobot juga di
belakangnya. Sekarang tinggal menunggu penyelesaian, apakah
tuntutan Niman dipenuhi atau tidak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini