INI tulen bagai orang memilih kucing 1~ dalam karung. Tersebut Sulas, 20 tahun. gadis manis tamatan SMA. Warga Desa Tensaran di Aceh Tengah ini diam-diam ditaksir Hudri, 27 tahun, penduduk Ds~sa Kelupakmata. Jarak desa mereka 10 kilometer. Nyaris mabuk sendiri, Hudri, yang disengat cinta, lalu minta jasa baik Ujang dan Suryati sebagai telangke atau penghubung. Suami istri itu lalu meresek ayah Sulas Abdul Wahab Aman, 50 tahun. Mereka bertetangga. Telangke bilang bahwa Hudri itu masih lajang. "Bila Sulas setuju, saya menurut saja," kata ayahnya. Ibu Sulas tak ikut berunding, begitu adat setempat. Sulas sendiri, sebelum mengiyakan, ingin melihat dulu sosok si calon. Itu mudah diatur. Di Gayo ada caranya. Keesokan harinya Sulas pura-pura menolong tetangganya memasak, sementara di rumah Suryati sudah ada beberapa tamu. Mata Sulas menyapu sekilas pandang pada seorang pemuda berkulit hitam manis yang berdiri di pintu. "Dialah Hudri itu. Kau mau?" tanya Suryati. Sulas senyum, dan mengangguk . Dua hari kemudian pihak keluarga Hudri melamar, dan setuju pada syarat Sulas. Yakni, uang hangus Rp 270 ribu, emas 10 gram untuk mahar, ditambah tempat tidur, lemari, serta perabot dapur. Pernikahan berlangsung di rumah Sulas, tengah Agustus lalu. Sesuai dengan adat, ketika ijab kabul diucapkan mempelai wanita dipingit dalam kamar. Tiba giliran .~emah tungel, salaman pengantin dalam kamar, Sulas terperanjat. Ternyata, pria itu bukan yang dilihatnya di rumah Suryati. Dicobanya menahan diri agar pihak keluarga jangan bentrokan di saat tamu membludak. "Orangnya ditukar. Kalau dengan dia itu, aku tak mau," bisik Sulas kepada Nila, adiknya. Tapi, dalam perasaan bergalau Sulas ikut saja duduk disandingkan, tanpa mau melihat muka Hudri atau berpegangan tangan. Usai acara di rumahnya, Sulas masih menurut diboyong ke rumah mempelai pria. Pengantar tidur dekat inen mayak (pengantin wanita) di kamar, sedang mempelai pria tidur di ruang tamu. Ketika para pengantar pulang, Sulas bingung. Masih mengenakan kebaya, diam-diam dia keluar dan berlari ke jalan raya sejauh 1 kilometer untuk mencegat oplet. Sayup-sayup didengarnya orang kampung menyorakinya, tapi tak dipedulikannya. Tiba di rumahnya, ia menangis tersedu-sedu. Dan buntut kejutan tadi adalah pengadilan. Hari-hari ini Sulas menggugat Hudri di Pengadilan Agama Takengon. Ia minta pernikahannya dibatalkan. Selain itu, Hudri juga diadukan ke polisi. Tuduhan Sulas: penipuan. Hudri bukanlah lelaki yang pernah diperlihatkan telangke kepadanya. Ternyata, pria yang dilihat Sulas di rumah Suryati adalah Maimun, 23 tahun. "Itu dia orangnya, Pak Hakim. Kalau dengan dia, aku mau," ujarnya, ketika Maimun dihadirkan sebagai saksi akhir September lalu. Dia inilah, kata Sulas, yang disebut oleh telangke sebagai Hudri. "Tukar saja," gurau hakim. "Mana saya mau," sahut Maimun. Sulas tersipu-sipu mendengar reaksi Maimun yang gelagapan. Apa keberatannya bersuamikan Hudri ? "Hih, badannya besar, gemuk. Lebih gemuk dari Farid Harja. Dia juga mengaku lajang, padahal sudah kawin dengan Pariem di Desa Rimbaraya," kata Sulas kepada Mukhlizardy Mukhtar dari TEMPO. Sekalipun sempat berdampingan dengan Hudri sehari lebih, Sulas mengaku belum sempat dijamah Hudri. "Biarlah aku menjanda daripada bersuami Hudri," ujarnya. Dengan Maimun? "Sekarang aku tidak mau lagi. Memangnya aku bisa digilir-gilir," kata gadis calon janda itu. Lagei bungong mantong mangat be-ie, ya, Sulas yang janda itu masih gadis tulen. Ed Zo~elvardi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini